Imbas Perang Ukraina dan Rusia, Harga Mie Ayam dan Mie Instan Naik

Firdhayanti - Senin, 7 Maret 2022
Mie ayam diprediksi akan mengalami kenaikan harga.
Mie ayam diprediksi akan mengalami kenaikan harga. Kadek Bonit Permadi

Parapuan.co - Perang antara Rusia dan Ukraina ternyata berimbas pada banyak hal.

Termasuk juga salah satunya adalah ketersediaan bahan baku pangan. 

Di Indonesia, harga mie ayam diprediksi akan mengalami kenaikan. 

Pasalnya, perang tersebut menyebabkan pengaruh pada pasokan gandum sebagai bahan baku utama untuk membuat mie. 

Dalam USS Feed, hal ini sesuai dengan prediksi dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). 

“Kalau kita makan mie instan atau mie ayam itu sebentar lagi naik harganya karena kita sangat bergantung pada impor gandum dari Ukraina,” ujar Ketua YLKI Tulus Abadi pada acara webinar yang diselenggarakan Indonesia Consumer Club (ICC) yang bertajuk Harga Minyak Yang Digoreng Langka Selasa (1/3/2022). 

Lantas, mengapa Indonesia harus mengimpor gandum dari Ukraina? 

Hal ini karena Indonesia tak memiliki tanaman gandum, Kawan Puan. 

Karena itu, Indonesia mengimpor gandum dari negara lain yang memiliki tanaman gandum untuk kebutuhan Tanah Air, termasuk pembuatan mie ayam dan mie instan. 

Baca Juga: Harga Emas Naik Saat Rusia Serang Ukraina, Berikut Penyebab Logisnya

 Tiap tahun, Indonesia mengimpor 1,6 juta ton gandum dari Ukraina.

“Karena sedang perang pasti ada gangguan distribusi dan mereka (Ukraina) mungkin tidak akan ekspor karena meningkatnya kebutuhan dalam negeri,” jelas Tulus.

Jika konflik tersebut terus berlanjut, maka pasokan akan terganggu.

Hal ini tentu berimbas pada lonjakan harga gandum di pasaran. 

Tulus juga mengungkapkan kemungkinan terkurasnya devisa Indonesia untuk impor karena konflik tersebut.

“Jadi kalau kita menggemari roti atau mie instan berarti devisa kita akan semakin terkuras karena kita harus impor.

"Risikonya sangat bergantung pada harga impor, kecuali pemerintah punya uang banyak untuk mensubsidi atau memberi insentif, ya sudah kita sebagai bangsa pariah dalam bahan pangan menjadi sangat tergantung,” kata Tulus.

Sebagaimana diketahui, Rusia telah melakukan invasi terhadap Ukraina sejak 24 Februari 2022 lalu. 

Sejumlah kota-kota dihujani bom oleh Rusia, termasuk Kiev, ibukota dari Ukraina. 

Baca Juga: Usai Tiba di Tanah Air, WNI dari Ukraina Jalani Isolasi di Jakarta

Dilaporkan oleh Kompas.com, Rusia telah menggepur kota Mariupol pada Senin (6/3/2022)waktu setempat. 

Sebanyak 200.000 orang tak bisa mengungsi dan tidur di bawah tanah selama enam hari pengepungan dan penembakan dari tentara Rusia. 

Tak sampai disitu,  pasukan Rusia juga memutus pasokan makanan, air, listrik, dan pemanas, menurut pihak berwenang Ukraina.

Pihak berwenang Mariupol awalnya berencana mengevakuasi 400.000 penduduk pada Minggu (6/3/2022) di upaya keduanya.

Tetapi gencatan senjata urung terlaksana dan masing-masing pihak saling menyalahkan.

"Mereka menghancurkan kita," kata Wali Kota Mariupol Vadym Boychenko kepada Reuters melalui panggilan video, seraya menggambarkan keadaan kota sebelum upaya evakuasi terakhir gagal.

"Mereka bahkan tidak akan memberi kita kesempatan untuk menghitung yang terluka dan yang tewas karena penembakan tidak berhenti," tambahnya.

Sejak perang di Ukraina, sudah banyak korban yang berjatuhan.

Korban tewas warga sipil sejak 24 Februari mencapai 364, termasuk lebih dari 20 anak-anak, kata PBB pada Minggu, menambahkan bahwa ratusan korban lainnya luka-luka.

Baca Juga: Kementerian Luar Negeri RI Berhasil Evakuasi 25 WNI di Ukraina Lewat Rumania

(*) 

Sumber: Kompas.com,UssFeed
Penulis:
Editor: Maharani Kusuma Daruwati