Komnas HAM Siap Kerahkan Tim Investigasi Kasus Kerangkeng Manusia Bupati Langkat

Alessandra Langit - Selasa, 25 Januari 2022
Kasus kepemilikan kerangkeng manusia Bupadi Langkat
Kasus kepemilikan kerangkeng manusia Bupadi Langkat VITORIO MANTALEAN/KOMPAS.com

Parapuan.co - Ditemukannya kerangkeng manusia di halaman rumah Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin Angin kini menjadi sorotan banyak pihak.

Tindakan keji ini dianggap sebagai bentuk perbudakan di era modern oleh netizen Indonesia.

Komisioner Komnas HAM Muhammad Choirul Anam ikut buka suara terkait kasus yang dinilai melanggar hak asasi manusia.

Anam bahkan mengakui bahwa kasus kepemilikan kerangkeng manusia ini merupakan kasus yang tidak biasa.

Pihaknya pun belum pernah menemukan kasus dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang cukup kompleks seperti ini.

"Sepanjang pengalaman kami, model kayak begini baru kali ini," ujar Anam, dikutip dari Kompas.com.

"Minimal sepanjang pengalaman saya di Komnas HAM dan kehidupan HAM," imbuhnya.

Anam menegaskan bahwa tidak ada orang yang boleh memenjarakan manusia di luar lembaga hukum dengan tujuan apa pun.

"Siapa pun di Indonesia ini kan tidak boleh memiliki otoritas untuk memenjarakan orang atas nama apa pun dan siapa pun," tegas Anam.

Baca Juga: Kronologi Temuan Kerangkeng Manusia dalam Rumah Bupati Langkat

Pihak Komnas HAM sendiri berencana untuk mengirimkan tim investigasinya ke Langkat.

Tim tersebut nantinya akan memeriksa lebih jauh soal dugaan kepemilikan kerangkeng manusia tersebut.

Sampai saat ini, kasus kerangkeng manusia tersebut masih memiliki banyak informasi yang belum diketahui.

Komnas HAM akan memeriksa jumlah pasti pekerja yang dikurung di sana dan dari mana asal mereka.

Selain itu, Komnas HAM juga akan mengumpulkan data sejak kapan kerangkeng manusia ini ada, hingga keterkaitan dengan politik perkebunan sawit.

Migrant Care sudah memberikan laporan kepada Komnas HAM pada Senin (24/1/2022).

Diketahui, ada sedikitnya 40 pekerja sawit yang berada di balik kerangkeng milik Terbit tersebut.

"Bahwa ada model pemenjaraan dan lain sebagainya, ada yang dikelola oleh sebuah panti untuk teman-teman disabilitas mental, misalnya," jelas Anam.

 Baca Juga: Kasus Kekerasan pada Perempuan Meningkat, Benarkah karena Pandemi?

"Tapi kan itu terbuka, semua orang bisa akses," tambahnya.

Namun, pihak Anam menemukan bahwa karakter penjara manusia seperti yang mereka temukan di Langkat ini merupakan kasus baru.

Keberadaan penjara tersebut juga diketahui tidak memiliki izin resmi dari pemerinah.

"Tapi karakter yang seperti ini baru sekali ini. Bahwa diakui memang serupa penjara itu ada, dilakukan di luar otoritas," kata Anam.

"Artinya, tidak punya kewenangan untuk membikin penjara tersebut, dan keberadanya juga tidak memiliki izin," lanjutnya.

Menurut keterangan Anam, para penghuni kerangkeng harus bekerja di perkebunan sawit sedikitnya 10 jam setiap harinya.

Setiap dari pekerja tersebut hanya diberi makan 2 kali sehari dan dengan jenis makanan yang tidak layak.

Mereka tidak memiliki akses untuk berkomunikasi dengan orang luar, bahkan dengan keluarganya.

Para pekerja perkebunan kelapa sawit tersebut hanya menghabiskan waktu di dalam kerangkeng.

Baca Juga: 5 Fakta Kerangkeng Manusia di Rumah Bupati Langkat, Sudah Ada Sejak 2012

Tak heran jika apa yang dialami oleh para pekerja kelapa sawit tersebut dinilai sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia. (*) 



REKOMENDASI HARI INI

Minum Kopi Sebelum Olahraga, Apa Manfaat dan Risikonya?