Bantu Perempuan dengan KTD, Rumah RUTH Justru Dapat Stigma Negatif

Aulia Firafiroh - Selasa, 30 November 2021
Layanan di RUMAH RUTH
Layanan di RUMAH RUTH instagram @rumahruth

Parapuan.co- Devi Sumarno, mendirikan yayasan Rumah Tumbuh Harapan (RUTH) bersama suaminya, Charles Wong pada 11 Januari 2011.

Yayasan ini merupakan rumah aman yang diperuntukkan perempuan yang mengalami kehamilan tidak diinginkan atau direncanakan (KTD).

Perempuan yang akrab disapa Ci Devi ini awalnya membantu temannya yang menjadi korban kehamilan tidak diinginkan pada tahun 2007 hingga akhirnya mendirikan Rumah RUTH.

Sayangnya, niat baik Ci Devi masih mendapat penilaian negatif dari masyarakat.

Baca juga: Sosok Devi Sumarno, Pendiri Rumah RUTH untuk Korban Kehamilan Tak Diinginkan

Hal itu dibagikan oleh Ci Devi saat diwawancarai oleh PARAPUAN pada Selasa (30/11/2021).

Ia bercerita bahwa stigma negatif dari masyarakat tidak hanya dilekatkan pada perempuan yang mengalami KTD, tapi lembaga yang menampung juga mendapatkan stigma tersebut.

"Orang-orang dengan KTD kerap mengalami stigma negatif dari masyarakat. Seperti dianggap aib atau haram. Seperti saat ini, Rumah RUTH mendapat penolakan dari warga jadi harus pindah dalam jangka waktu enam bulan," cerita Ci Devi.

"Alasannya karena Rumah RUTH dianggap membawa pengaruh buruk. Seperti ada perempuan hamil di luar nikah dianggap gara-gara adanya Rumah RUTH," tambahnya.

Usai mendapat stigma itu, perempuan alumni S2 Universitas Pendidikan Indonesia ini menjadi lebih mengerti apa yang dirasakan perempuan dengan KTD.

"Oh ternyata gini ya rasanya diusir atau diasingkan warga. Ketika perempuan mengalami kekerasan justru yang disalahkan adalah si perempuannya apalagi dalam kasus KTD. Bahkan yang dianggap aib si perempuannya bukan laki-laki yang menghamili. Sedih banget!," Curhat Ci Devi yang merasa prihatin kurangnya empati masyarakat.

Sebagai orang yang sudah berpengalaman menangani kasus ini, Ci Devi membagi KTD menjadi dua.

"KTD atau kehamilan yang tidak diinginkan itu terbagi menjadi dua ya. Pertama, KTD yang terjadi kepada remaja dengan rentang usia 11 sampai 21 tahun. Kedua, KTD yang terjadi kepada perempuan yang sudah menikah," jelas Ci Devi.

"Faktor yang mempengaruhi dua jenis KTD ini berbeda, juga dampaknya berbeda. Sehingga cara penanganan kasusnya juga berbeda," lanjutnya.

Baca juga: Mengenal RUTH, Rumah Aman untuk Perempuan Korban Kehamilan Tak Diinginkan

Salah satu penyebab terjadinya KTD juga karena ketidakmatangan emosi perempuan yang kerap dimanfaatkan oleh laki-laki.

"Faktor yang melatarbelakangi terjadinya KTD di usia 11 sampai 21 tahun, sebagian besar penyebabnya karena kurangnya edukasi terhadap perempuan. Ada yang karena rasa penasaran dan terperdaya laki-laki yang ditemui lewat aplikasi online," papar Ci Devi.

"Kalau yang sudah menikah biasanya dialami oleh TKW," tambahnya.

Ci Devi juga mengaku prihatin dengan stigma yang "perempuan nakal" yang diberikan kepada perempuan dengan KTD.

"Saya sedih sekali ketika mendengar banyak orang-orang menilai perempuan dengan KTD itu perempuan nakal. Padahal sebetulnya, tidak semua perempuan yang mengalami KTD itu nakal. Sebagian besar mereka adalah perempuan polos, gampang dibohongi, dan naif," cerita Ci Devi yang mengaku gregetan dengan cara pandang masyarakat.

 

"Mereka bisa terjebak seperti itu karena kurang pendidikan, edukasi, dan tidak bisa berpikir panjang," tambahnya.

Kemudian ibu dua anak ini juga bercerita mengenai stigma yang dilekatkan masyarakat kepada Rumah RUTH.

Padahal Rumah RUTH mencoba membantu mengatasi permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia dengan memberi penampungan kepada perempuan KTD.

"RUTH kerap mendapat stigma melegalkan seks bebas. Jadi masyarakat berpikir, dengan adanya Rumah RUTH, orang dengan mudah melakukan seks bebas," kata Ci Devi.

Baca juga: Mengenal Komunitas HelpNona, Ruang Aman Penyintas Kekerasan

Bagi Ci Devi, RUTH itu seperti rumah sakit yang sebenarnya dibutuhkan oleh banyak orang khususnya perempuan.

"Rumah RUTH itu seperti rumah sakit. Orang sebenarnya nggak ada yang mau sakit. Tapi orang yang sakit itu kayak gunung es. Orang yang datang ke rumah sakit ya orang sakit. Sama halnya dengan RUTH. Orang yang datang ke Rumah RUTH adalah perempuan yang mengalami KTD," jelasnya.

Bagi perempuan dengan masalah KTD yang datang ke RUTH juga tidak dikenakan biaya.

Pasalnya Rumah RUTH tidak mengambil keuntungan sama sekali.

"Kami menyebutnya Rumah RUTH ini persembahan kasih. Mau membayar tidak apa-apa. Tidak membayar juga tidak apa-apa," ujar Ci Devi. (*)

 

 

Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh