Viral di Twitter Penjual Toko Online Tiba-Tiba Ditagih Pajak Jutaan Rupiah

Firdhayanti - Jumat, 26 November 2021
Berjualan online dikenakan pajak.
Berjualan online dikenakan pajak. Tevarak

Parapuan.co - Kawan Puan, baru-baru viral di Twitter seorang penjual di online shop tiba-tiba ditagih pajak.

Tak main-main, pajak jualan online yang ditagih kepadanya itu bernilai jutaan rupiah.

Cerita ini diunggah oleh @txtdarionlshop dan telah menjadi perbincangan di Twitter. 

Unggahan tersebut menampilkan tiga tampilan foto.

Adapun foto pertama menampilkan cerita dari status Facebook, foto kedua dan ketiga merupakan sebuah surat yang datang dari kantor pajak. 

"Yang udah berjualan dan baru dagang onlen, ingat kalo ada pajak. Ternyata selama ini data transaksi seller sopi diterima oleh kantor pajak, gatau kalo mp lain, kayaknya sih iya juga. Doi belum punya NPWP, 2 tahun ga bayar pajak kena 35 juta," kata akun tersebut. 

Baca Juga: NPWP Segera Terintegrasi NIK, Pengeluaran Wajib Pajak Kian Terlacak

Hingga berita ini dibuat, cuitan tersebut telah mendapat lebih dari 21 ribu suka dan lebih dari 5 ribu cuit ulang. 

"Sekadar info temen2 bagi yang jualan di sh*p*e saya infokan mulai sekarang perhitungkan mengenai penerapan harga jual ya. Karena penjualan kita dr awal sh*p*e sampai sekarang ternyata dihitung dan data kita di sh*p*e dikasih ke kantor pajak. Ini giliran saya yang kena," tulis status dari pemilik akun Facebook bernama Karina Putri Dewi itu.

Ia pun menceritakan tagihan pajak yang datang ke rumahnya dan temannya. 

"Saya harus bayar pajak ke pratama sekian juta. Temen saya juga kena sekitar 35 juta. Yg belum kena tunggu saja," ujarnya. 

Tertulis dalam status Karina, ia juga mengimbau orang-orang yang berjualan di sebuah e-commerce agar memperhitungkan harga jual dari berbagai hal. 

"Mulai sekarang perhitungkan jualan di sh*p*e dengan potongan pajak, admin dll. Kecuali bagi yang sudah memiliki NPWP karena akan terdeteksi langsung biasanya. Semoga bisa menjadi perhatian untuk lebih cerdas memperkirakan harga yang akan kita jual," kata dia. 

 

 

 

Dalam unggahan tersebut, akun Direktorat Jenderal Pajak @DitjenPajakRI meninggalkan komentar. 

"Bagi pelaku UMKM atau seller online, pendaftaran NPWP bisa melaluipajak.go.id. Untuk asistensi dan konsultasi penghitungan pajak bisa menghubungi KKP terdaftar atau @kring_pajak. Di KKP juga ada program pelatihan BDS (Business Development Service) untuk pelaku usaha," sebagaimana tertulis dalam komentar. 

Pada sebuah artikel di Kompas.com, Muhammad Ridho dari MUC Consulting, perusahaan konsultan bisnis mengatakan bahwa pemerintah sudah memberi penegasan perlakuan pajak atas transaksi perdagangan melalui sistem elektronik. 

Baca Juga: Wajib Tahu! Ini 5 Hal Penting tentang Integrasi NIK Menjadi NPWP

Hal ini terkait aspek Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). 

"Tujuannya, memberikan perlakuan perpajakan yang sama antara pelaku ekonomi secara daring dan konvensional," kata Muhammad. 

Dalam konteks PPh, setiap penghasilan atau tambahan kemampuan ekonomis merupakan objek pajak atau terutang pajak, termasuk penghasilan yang berasal dari perdagangan baik online maupun offline.

Adapun besaran pajaknya adalah sebagai berikut: 

Tarif pajak PPh
Tarif pajak PPh KOMPAS.COM/PALUPI ANNISA AULIANI

Akan tetapi, hal ini berbeda dengan kelompok usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) dengan omzet atau peredaran bruto di bawah 4,8 miliar rupiah setahun. 

"Untuk hal ini, bisa dipilih menggunakan tarif PPh final 0, persen dari nilai omzet per bulan," katanya.

Selain itu, berlaku pula ketentuan PPN yang menggunakan batasan omzet Rp4,8 miliar sebagai acuan untuk menetapkan status Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Baca Juga: Begini Penghitungan Tarif Pajak Penghasilan dalam UU HPP Menurut Menkeu

Penetapan PKP dapat dilakukan secara mandiri oleh wajib pajak atau ditetapkan secara jabatan oleh kantor pajak.

Konsekuensi dari PKP adalah wajib pajak berkewajiban membuat faktur dan memungut PPN 10 persen, setiap menjual atau menyerahkan barang atau jasa kepada pembeli.

Selain itu, setiap bulan yang bersangkutan juga harus melaporkan Surat Pemberitahuan Masa (SPT) PPN. (*)

Sumber: Kompas.com,Twitter
Penulis:
Editor: Rizka Rachmania