Ramai Kasus Kim Seon Ho, Ini Risiko Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perempuan Usai Aborsi

Ratu Monita - Selasa, 26 Oktober 2021
Risiko kesehatan seksual dan reproduksi perempuan.
Risiko kesehatan seksual dan reproduksi perempuan. Sofiia Petrova

Melansir dari laman CompassCare, berikut risiko kesehatan seksual dan reproduksi perempuan pada jangka panjang dari tindakan aborsi.

1. Kanker payudara

Sebuah penelitian menunjukkan bahwa aborsi dapat meningkatkan risiko perempuan terkena kanker payudara.

Analisis tahun 2013 mengungkapkan, peningkatan risiko kanker payudara sebesar 44% di antara perempuan yang telah melakukan setidaknya satu kali aborsi.

Risiko ini relatif meningkat menjadi 76% dan 89% pada mereka yang melakukan setidaknya dua atau tiga kali aborsi, masing-masing.

Penting untuk dicatat, kehamilan pertama seorang perempuan hingga ia melahirkan menyebabkan sel-sel payudara menjadi matang dapat mengurangi risiko terjadinya kanker payudara.

Baca Juga: Kronologi Skandal Kim Seon Ho, dari Pengakuan Anonim hingga Permohonan Maaf

2. Radang panggul

Risiko kesehatan organ kewanitaan lainnya yang dapat terjadi adalah penyakit radang panggul.

Hal ini terjadi karena adanya Chlamydia di saluran serviks pada saat aborsi, sehingga terjadi peningkatkan risiko PID pasca aborsi. 

Dari pasien yang memiliki infeksi Chlamydia pada saat aborsi, 23% di antaranya akan mengalami PID dalam waktu 4 minggu. 

Sementara, PID sendiri dapat menimbulkan dampak serius, termasuk infertilitas, kehamilan ektopik, pembentukan abses, dan nyeri panggul kronis.

3. Infertilitas dan risiko melahirkan di masa depan

Komplikasi yang dapat timbul dari tindakan aborsi induksi yakni infeksi dan kerusakan pada rahim.

Kawan Puan harus tahu bahwa kondisi ini nantinya dapat menyebabkan infertilitas dan peningkatan risiko melahirkan anak di masa depan.

Dalam kasus aborsi medis, risiko komplikasi ini meningkat pada perempuan yang memiliki risiko tinggi yang menggunakan alat kontrasepsi (IUD), tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol, diabetes, penyakit jantung, penyakit hati, ginjal atau paru-paru yang parah, atau perokok berat. 

Aborsi bedah trimester pertama dilakukan dengan pelebaran dan kuretase dan mengakibatkan Sindrom Asherman atau Sinekia uterus.

Hal itu dapat meningkatkan risiko aborsi spontan pada pertengahan trimester berikutnya dan kelahiran dengan berat badan lahir rendah. 

Serviks yang tidak dalam kondisi baik juga merupakan risiko kelahiran prematur yang disebabkan oleh aborsi bedah.