Cerita Olvah Alhamid Lawan Rasisme dan Stigma Negatif terhadap Perempuan Papua

Alessandra Langit - Minggu, 10 Oktober 2021
Olvah Alhamid lawan rasisme dan stigma negatif perempuan Papua
Olvah Alhamid lawan rasisme dan stigma negatif perempuan Papua Instagram @olvaholvah

Parapuan.co - Tanah Timur Indonesia, Papua, tahun ini mendapat kepercayaan menjadi tuan rumah Pekan Olahraga Nasional (PON) XX.

Sejak beberapa tahun terakhir, pemerintahan Presiden Joko Widodo telah memberikan fokus pembangunan untuk Papua.

Mulai dari stadion mewah hingga perbaikan jalan dilakukan demi menyambut PON XX di Papua ini.

Tapi, apakah pembangunan yang pesat tersebut adalah solusi dari diskriminasi yang dihadapi masyarakat Papua?

Pandangan masyarakat di luar Papua terhadap pulau cendrawasih tersebut masih penuh dengan stigma dan stereotip negatif dan rasis.

Rasisme dan isu hak asasi manusia seperti serangan bersenjata dan serangan kepada warga sipil oleh beberapa lembaga negara menjadi kasus yang dihadapi masyarakat Papua.

Baca Juga: Cerita Nowela Bangga Jadi Perempuan Papua dan Suka Duka dalam Menerima Diri

Perempuan Papua juga seringkali mendapat komentar negatif terkait penampilan fisiknya yang berbeda dengan perempuan Jawa sebagai contohnya.

Pada momen ini, Rosianna Silalahi pada acara bincang-bincangnya di Kompas TV, mengajak Olvah Bwefar Alhamid berdialog mengenai rasisme dan diskriminasi yang dialaminya.

Olvah Bwefar Alhamid adalah Putri Indonesia Intelegensia 2015 Wakil Papua Barat dan namanya sudah dikenal di tengah masyarakat Indonesia.

Walau sudah terkenal, Olvah masih sering mengalami rasisme selama ia tinggal di Pulau Jawa.

Olvah bercerita bahwa ia pernah ditertawakan oleh sebuah keluarga saat sedang berkunjung ke pusat perbelanjaan.

"Saya diketawain sama keluarga di mal, sama ibunya, bapak, sampai anaknya," cerita Olvah.

Keluarga tersebut mengejek fisik Olvah dengan kata-kata yang menyakitkan hanya karena bagi mereka fisik Olvah berbeda.

Rambut Olvah yang keriting dan kulit yang lebih gelap membuat keluarga tersebut menganggap penampilan Olvah asing dan tidak pantas berada di tempat yang sama dengan mereka.

Namun Olvah tidak ingin diam saja dan membiarkan rasisme terus menjamur di masyarakat.

Baca Juga: Dibawakan Nowela di Pembukaan PON XX Papua, Ini Makna Lagu Aku Papua

"Saya tegur langsung, saya bilang ke ibunya bahwa anaknya ngetawain saya, harusnya ibunya kasih edukasi," papar Olvah.

Bagi Olvah, edukasi sangatlah penting untuk memerangi rasisme di Indonesia.

Pengalaman lain yang Olvah pernah alami sebagai perempuan Papua adalah standar kecantikan toxic yang dibangun oleh lingkungan.

"Ada orang yang bilang ke saya, 'Kamu dari Papua kok cantik?' Bagi saya itu diskriminasi," tegas Olvah.

Saat melakukan casting untuk film, modeling, atau iklan, terkadang Olvah mendapat perlakuan yang diskriminatif, seksis, dan rasis.

Banyak orang yang menetapkan standar kecantikan diskriminatif bagi perempuan Papua hanya karena warna kulit, rambut, dan fitur wajah yang berbeda.

"Saya pernah ditolak saat casting karena terlalu cantik, mereka butuh perempuan Papua yang katanya biasa saja," cerita Olvah.

"Masudnya apa itu? Jadi ada stigma bahwa perempuan Papua itu tidak cantik dan harus biasa saja?" katanya lebih lanjut.

"Kalau mereka pikir saya cantik, terima kasih, tapi saya tidak senang karena pernyataan mereka menyinggung sekali," tambahnya.

Selama bertahun-tahun, Olvah berjuang untuk melawan stigma negatif dan rasis terhadap perempuan Papua.

Baca Juga: Tips Makeup untuk Perempuan Kulit Gelap ala Mingo, TikTokers Hits Asal Papua

Olvah terus menyuarakan hak asasi masyarakat Papua lewat banyak kesempatan, termasuk di media sosialnya.

Bagi Olvah, semua orang punya hak asasi dan tidak bisa dibedakan dengan warna kulit.

"Mau dia Papua atau bukan, dia tetap manusia, hak asasi manusia tidak bisa dibandingkan dengan kulit. Nyawa tetap nyawa," tegas Olvah.

Olvah merasa sudah teralalu lama isu rasisme terhadap masyarakat Papua ini terjadi.

Media berperan besar dalam pembangunan stigma negatif terhadap masyarakat Papua.

Politik Papua dan gerakan ingin melapas diri dari Indonesia menjadi fokus utama pemberitaan media, membuat Papua dianggap terbelakang dan bercitra buruk.

"Mereka takut sama orang Papua karena di media yang terdengar hanyalah hal-hal buruknya. Mereka tidak tahu betapa besar toleransi di Papua,"

Bagi Olvah, media harus lebih kencang menggaungkan toleransi beragama dan berkebudayaan di Papua serta prestasi anak-anak mudanya.

Baca Juga: Odekta Elvina Naibaho Raih Emas Keduanya di PON XX Papua Cabor Atletik Putri

Sampai saat ini, Olvah masih terus melawan stigma negatif terhadap Papua, termasuk para perempuannya.

"Saya mau buktikan kebalikannya, bahwa perempuan Papua itu cantik, tidak terbelakang, berwawasan luas, tanpa harus dikaitkan dengan keinginan untuk merdeka sendiri dari Indonesia," tutup Olvah.

 (*)

Sumber: Kompas TV
Penulis:
Editor: Linda Fitria