Kartika Monim, Atlet Voli Perempuan Pembawa Obor PON XX Papua 2021

Aulia Firafiroh - Minggu, 3 Oktober 2021
Kartika monim
Kartika monim tribunnews

Parapuan.co- Kartika Monim merupakan salah satu atlet legenda dalam dunia voli yang berasal dari Papua.

Ia dipilih sebagai salah satu pembawa obor PON XX Papua 2021 yang diadakan pada Sabtu (2/10/2021) kemarin.

Perempuan kelahiran Ebungfau 4 Januari 1963 ini bersama Erni Sokoy, ditugaskan membawa obor api PON XX dalam prosesi serah terima,dari Bupati Jayapura kepada pasukan inti, dan pasukan atlet di Pantai Toware.

Kehebatan Kartika saat bermain voli tidak perlu diragukan lagi.

Namun Kartika sempat vakum di dunia atlet voli dan namanya tak pernah terdengar karena beberapa alasan.

Dilansir dari papua.tribunnews.com, perempuan yang akrab disapa Kartika ini membagikan cerita mengenai lika-liku dunia olahraga yang pernah dilewatinya.

Baca juga: Perjalanan Karier Atlet Badminton Leani Ratri Oktila, Berprestasi di Tengah Keterbatasan

Awal Karier Voli Kartika Monim

Ia mulai terjun ke Dunia Cabang Olahraga (Cabor) Voli pada tahun 1981, berawal dari turnamen antar kampung.

Kemudian, Kartika bergabung dalam klub bernama Putali besutan trio Laurens Monim, Yosephus Monim, dan Mathias Monim.

Lewat pertandingan antar kampung tersebut, kemampuan Kartika dilirik oleh pelatih Voli Kabupaten Jayapura Yohanes Tukayo.

Yohanes lalu menunjuk Kartika untuk mewakili Kabupaten Jayapura, di ajang PORDA.

Dalam event PORDA tersebut, Kartika menunjukkan kepiawaiannya dalam bermain bola voli hingga membuat Rudi Wacano, seorang pelatih klub voli terpukau.

"Event voli yang saya ikuti dari Pekan Olahraga Daerah (Porda), kemudian PON hingga masuk menjadi timnas," cerita Kartika.

Setelah itu Kartika ingin sekali bergabung dalam Timnas voli, apalagi usai melihat ada pemain Irian Jaya, bernama Olce Rumaropen.

Kartika termotivasi untuk bergabung dalam Timnas voli.

Bahkan prestasi Kartika tercatat menjadi salah satu pilar nasional bola voli Indonesia.

Baca juga: Kiprah Rahadewi Neta, Wasit Perempuan Indonesia Pertama di Paralimpiade

Setelah itu, pada Agustus 1981, Tika berhasil masuk dalam tim Irian Jaya (nama Papua pada masa itu).

Ia mengikuti pertandingan pertamanya bersama klub tersebut, yakni mengikuti Kapolri Cup di Jakarta.

Saat turnamen berlangsung, Irian Jaya menduduki di posisi ketiga.

Sejak saat itu Kartika dikenal sebagai pemain dan juga smasher terbaik.

Tak hanya itu, Kartika kemudian dipilih untuk ikut ajang Sea Games Singapura 1983.

Saat itu, ia bersama Luciana Taroreh, Husia Arbi, Nunung Legowo, Angela Muskita, Ira S Yulanda, Syafrini serta Olce Rumaropen berhasil mengalahkan tim nasional Filipina dengan skor dramatis 3 - 2 (15-3, 8-15, 6-15, 15-11, 15-11).

Kartika juga tercatat pernah memperkuat tim Irian Jaya saat PON X di Jakarta.

Pada Januari 1983, ia menerima undangan dari pusat untuk mengikuti pelatihan terpusat, yang dipersiapkan untuk Sea Games XII di Singapura.

Bersama timnas, dirinya berhasil meraih emas.

Kesetiaannya terhadap Irian Jaya atau Papua benar-benar telah teruji.

Pasalnya dalam 2 kali gelaran PON, setelah PON X di Jakarta, ia selalu mewakili tanah kelahirannya.

Baca juga: Kisah Susana Rodriguez, Dokter dan Atlet Paralimpiade yang Raih Emas untuk Spanyol

Kekecewaan Kartika terhadap PON XX tahun ini

Kini, dalam PON XX yang diselenggarakan di Papua, Kartika merasa bangga terlebih kerja kerasnya diapresiasi dengan ditunjuknya sebagai salah satu pembawa obor api PON.

Namun ada satu hal yang ia sayangkan terkait Cabor Voli Putra dan Putri Papua, yang harus mengambil pemain dari luar Papua.

"Sampai hari ini, saya masih kecewa berat, tim putra dan putri voli sebagian bukan orang asli Papua," katanya.

Kartika menegaskan, seharusnya acara nasional yang diselenggarakan di Papua itu, harus melibatkan atlet asli Papua.

"Kita punya motto PON XX ini, Torang Bisa, tapi kita belum tunjukkan itu," sesalnya.

Menurutnya, "Torang Bisa" ialah bagaimana atlet Papua sendiri bisa berkompetisi di atas tanahnya untuk mewakili Papua.

"Torang bisa itu, kita orang Papua yang berdiri di atas tanah sendiri, kita yang hitam kulit dan keriting rambut inilah yang harus dipakai dalam pertandingan, tenaga kita yang digunakan," tutup Kartika.

(*)

 

Sumber: Tribun
Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh