Luh Ketut Suryani, Profesor Ahli Jiwa Usia 77 Tahun yang Kerap Beri Konsultasi Gratis

Aulia Firafiroh - Kamis, 30 September 2021
Luh Ketut Suryani
Luh Ketut Suryani twitter

Parapuan.co- Tanggal 30 September setiap tahunnya diperingati sebagai Hari Lansia Sedunia.

Kali ini PARAPUAN ingin membahas sosok perempuan lanjut usia yang tetap produktif dan memberikan kontribusi kepada masyarakat.

Salah satunya Ibu Luh Ketut Suryani yang merupakan seorang profesor ahli jiwa.

Perempuan yang akrab disapa Suryani ini memiliki sebuah praktik konsultasi di kediamannya di Jalan Belimbing No 17, Denpasar, Bali.

Ia dikenal banyak membantu orang dengan beragam penyakit jiwa.

Baca juga: Raden Sasnatya, Interpreter Perempuan yang Pernah Bekerja di Imigrasi dan Kepolisian

Bahkan ia juga membuka praktik konsultasi dan meditasi bagi mereka.

Ibu enam anak ini tetap melayani para pasiennya dengan sabar meskipun antriannya selalu panjang.

“Walaupun saya dokter, saya hanya ingin membantu banyak orang dengan melakukan meditasi. Saya mengambil sisi spiritual, jadi saya tidak boleh menolak orang yang datang. Kapan pun saya terima,” ujar Suryani seperti yang dilansir tabloid NOVA edisi 6-12 November 2017.

Dengan ramah, Suryani juga mempersilahkan siapapun untuk datang ke tempat praktiknya meski tidak mengidap masalah kesehatan mental.

“Kami semua berkumpul di sini untuk melakukan meditasi selama dua jam. Tak semua menderita penyakit kejiwaan, siapa pun bisa datang,” ujar perempuan kelahiran
Singaraja, Bali, tanggal 22 Agustus 1944 itu.

 

Suryani Institute of Mental Health
Suryani Institute of Mental Health Suryani-institute

Perjalanan Karier Suryani

Pemilik tempat konseling Suryani Institute for Mental Health ini mengaku sudah menyukai meditasi ketika berusia 14 tahun.

Alumni lulusan sarjana kedokteran Universitas Udayana, Bali pada tahun 1972 ini, memilih mempelajari ilmu psikogi untuk melanjutkan pendidikannya. 

Ketertarikannya di dunia psikologi semakin kuat saat ingin mengenal lebih dalam tentang dirinya.

Kemudian Suryani memilih karier sebagai Asisten Neuropsychiatry di universitas yang sama pada tahun 1974.

Lalu pada tahun 1981, saat akan melanjutkan kuliah S2 di jurusan psikologi, kemampuan Suryani diremehkan oleh profesor.

Baca juga: Tata, Coffee Consultant di Balik Tumbuhnya Bisnis Perkopian Kota Malang

“Dia mengatakan saya tidak mampu. Padahal selama tujuh tahun saya mengabdi, sudah banyak yang saya ubah, khususnya pasien syaraf. Lalu saya minta dia untuk menguji saya. Jika memang saya tidak mampu, saya akan keluar dari bidang ini,” Cerita Suryani dikutip dari tabloid NOVA.

Meski dianggap remeh, Suryani tak menyerah.

Perempuan yang kini berusia 77 tahun itu tetap gigih dan melanjutkan pendidikan Masternya di Universitas Airlangga, Surabaya.

Ia membuktikan bahwa dirinya mampu mengambil kajian tersebut.

Apalagi kajian yang dipelajarinya berkaitan dengan ilmu psikologi dan budaya.

Suryani menggabungkan dua kajian tersebut, yakni modern dan tradisional, untuk menemukan ketenangan batin dan jiwa.

Perempuan yang kini telah meraih gelar profesornya itu percaya jika hasil penggabungan dua aspek tersebut, mampu menghasilkan pemulihan jiwa.

Alasan Suryani dirikan Suryani Institute of Mental Health 

Sebelum mendirikan tempat praktiknya, Suryani pernah mengalami kejadian buruk yang membuka matanya.

Saat itu ia sedang menjalani program Neuropsychiatry dan mendapatkan pasien dengan keadaan fisik yang lumpuh, dari leher hingga ujung kaki.

Sayangnya pasien tersebut berasal dari keluarga ekonomi bawah dan tidak mampu membeli obat.

Baca juga: Franka Soeria, Orang di Balik Berkembangnya Modest Fashion Indonesia

“Tapi tidak ada pilihan lain untuk menyelamatkannya, hanya dengan obat itu,” cerita Suryani dengan mata berkaca-kaca dilansir dari sumber yang sama.

“Pasien itu bilang ke saya, ‘ibu saya sesak, sesak sudah sampai dada.’ Dia (akhirnya) meninggal dihadapan saya. Saya sedih, karena saya tidak bisa membantunya. Andai
saja saya punya uang untuk bisa beli obat itu, saya pasti bisa bantu dia,” tambah Suryani yang sedikit menyesal.

 

Sejak saat itu, Suryani bertekad untuk mennyelamatkan orang semaksimal mungkin.

Ketika memberikan konsultasi, Suryani tak komersil.

Ia tidak pernah menetapkan tarif tertentu.

Mereka yang datang berobat boleh membayar dengan biaya sukarela.

Wah, Kawan Puan, sungguh inspiratif sekali sosok Ibu Suryani ini!

Meskipun sudah berusia lanjut, ia tetap berusaha semaksimal mungkin memberikan kontribusi terhadap kehidupan. (*)

Sumber: Tabloid Nova
Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh