Belum Merata, Pasien Kanker Paru Berharap Akses Pengobatan Mereka Turut Diprioritaskan

Sarah D. Ekaputri - Minggu, 22 Agustus 2021
Masih banyak pasien kanker paru di Indonesia yang tak dapatkan akses pengobatan terbaik.
Masih banyak pasien kanker paru di Indonesia yang tak dapatkan akses pengobatan terbaik. Anna Shvets

Parapuan.co - Hari Kanker Paru Sedunia yang diperingati di bulan Agustus setiap tahunnya merupakan ajang untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bahaya kanker paru-paru.

Faktanya, kanker paru-paru masih menjadi pembunuh paling ditakuti di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Kanker paru masih menjadi kanker yang mencatat angka kematian tertinggi di antara jenis-jenis kanker lainnya.

Berdasarkan data dari GLOBOCAN (2020), selama dua tahun terakhir terjadi peningkatan angka kematian akibat kanker paru di Indonesa menjadi 30.843 orang dengan kasus baru mencapai 34.783.

Baca Juga: Sambut Hari Kanker Paru-Paru Sedunia, Kenali Faktor Risikonya

Angka tersebut menunjukkan peningkatan sebesar 18% sekaligus mengindikasikan bahwa empat orang meninggal akibat kanker paru setiap jamnya di Indonesia.

Angka 18% tentunya tak bisa dianggap sepele, mengingat saat ini pandemi Covid-19 turut menjadi ancaman bagi para penyintas kanker paru.

Terlebih lagi, angka ini sangat mungkin bertambah besar setiap harinya apabila kanker paru tidak dijadikan prioritas nasional.

Selain itu, kanker paru sendiri dinyatakan sebagai kanker nomor satu yang paling sering terjadi di kalangan laki-laki, diikuti dengan kanker kolorektum, hati, nasofaring, dan prostat.

Meski demikian, bukan berarti perempuan terbebas dari risiko kanker paru.

Kanker paru pun tak hanya mengancam mereka yang merupakan perokok aktif, tapi juga perokok pasif.

Untuk itu, dalam rangka peringatan Hari Kanker Paru sedunia yang jatuh pada tanggal 1 Agustus lalu, Gerakan Nasional Indonesia Peduli Kanker Paru (IPKP) menggelar diskusi publik #LungTalk bertajuk “K" Yang Terlupakan: Akses Pengobatan Kanker Paru di Masa Pandemi”.

Diskusi publik ini diselenggarakan sebagai inisiatif untuk mengedukasi masyarakat terkait situasi dan perkembangan terkini kasus kanker paru di Indonesia.

Hal itu juga bertujuan untuk memaparkan temuan dan pandangan IPKP terkait penanganan dan akses pasien atas pengobatan kanker paru di masa pandemi Covid-19.

Akan tetapi, keberhasilan pengobatan kanker paru di Indonesia sangatlah tergantung pada dua hal penting.

Dua hal penting itu adalah ketersediaan akses pasien terhadap diagnosis yang tepat dan pengobatan inovatif yang berkualitas.

Sayangnya untuk saat ini pemerintah mash mengalokasikan sebagian besar perhatiannya pada penanganan pandemi Covid-19.

Baca Juga: Cara Cek Stok Vaksin Covid-19 Sesuai Daerah via Website Kemenkes

Akibatnya, pelayanan terhadap pasien kanker, termasuk kanker paru menjadi ikut terkena imbasnya.

Imbas ini dirasakan dari peningkatan beban dan risiko, baik dirasakan oleh penyintas kanker paru maupun dirasakan oleh nakes.

Menurut Dr. Sita Laksmi Andarini, PhD, Sp.P(K) selaku Anggota Pokja Onkologi Toraks Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), pengobatan kanker paru di Indonesia pada dasarnya telah tersedia dengan tentunya mengikuti panduan tata laksana kanker paru dari PDPI sesuai dengan pedoman internasional.

"Terobosan dalam teknologi penanganan kanker paru terus berkembang dan tersedia di Indonesia dapat meningkatkan rata-rata angka harapan hidup atau median overall survival rate serta kualitas hidup penderita kanker paru di Indonesia sesuai dengan guidelines internasional," ungkap Dr. Sita lebih lanjut.

Pengobatan-pengobatan ini termasuk pada praktik bedah, radioterapi, kemoterapi, terapi target, dan imunoterapi.

Pengobatan imunoterapi dianggap efektif dalam menyasar sistem kekebalan pada penyintas kanker agar terlatih untuk aktif kembali dalam membunuh sel-sel kanker tersebut.

Lewat pengobatan imunoterapi, diharapkan laju pertumbuhan angka beban kanker paru dapat ditekan, serta dapat menjawab kebutuhan para penyintas kanker.

Di sisi lain, Indonesia masih berada dalam kondisi yang kurang menguntungkan bagi para penyintas kanker paru.

Pasalnya, berdasarkan pemaparan Megawati Tanto, selaku Koordinator Cancer Information and Support Center (CISC) Paru, Indonesia tengah berada di kondisi dimana kebutuhan pasien kanker berupa akses pengobatan masih belum terpenuhi.

Kondisi ini dibuat semakin parah manakala pasien kanker paru kini juga harus berjuang melawan risiko terpapar COVID-19 yang amat besar setiap harinya.

Pada akhirnya, "Pasien harus berjuang melawan kesakitan fisik, beban psikologi, sosial, serta ekonomi," tambah Megawati.

Pada kesempatan tersebut, IPKP dan CISC turut membuka kesempatan bagi penyintas kanker paru untuk menyampaikan aspirasinya.

Di sini, Naomi Oktalina Ginting sebagai salah seorang penyintas kanker paru mengungkapkan perjuangannya selaku pasien kanker paru stadium 3B.

Baca Juga: Bisa Jadi Ancaman untuk Perempuan, Kanker Paru Kini Perlu Jadi Prioritas Nasional, Ini Alasannya

Sebagai penyintas, ia melihat masih banyaknya ketidakmerataan akses pengobatan kanker paru, khususnnya untuk pasien kritis.

Oleh karenanya, mewakili seluruh penyintas kanker paru, ia mengungkapkan harapannya agar akses pengobatan pada pasien kanker paru turut diprioritaskan secara nasional. (*)

Sumber: Siaran Pers
Penulis:
Editor: Rizka Rachmania

Rutin Lakukan Donor Darah? Ini Manfaatnya untuk Fisik dan Mental