Toksoplasma: Benarkah Calon Ibu Sebaiknya Tak Pelihara Kucing?

Sarah D. Ekaputri - Jumat, 20 Agustus 2021
Benarkah calon ibu dan ibu hamil sebaiknya tak memelihara kucing?
Benarkah calon ibu dan ibu hamil sebaiknya tak memelihara kucing? SolStock

Parapuan.co - Sebagai pecinta kucing, Kawan Puan tentunya ingin selalu menghabiskan waktu bareng si Kecil berbulu nan menggemaskan ini.

Tak sedikit pula pet parents yang tak ingin berpisah lama-lama dengan anabul sehingga sering mengajak kucingnya tidur bersama.

Menghabiskan waktu bersama kucing kesayangan tentu tak ada salahnya.

Bahkan keberadaan kucing di rumah justru menambahkan keceriaan tersendiri di rumah dan berdampak baik pada kesehatan mental.

Apa lagi, di masa pandemi ini, sebagian besar waktu dihabiskan di rumah saja.

Keberadaan anabul ini dapat mengusir kebosanan dan kesepian yang kamu rasakan selama berada di rumah.

Mengutip dari Healthline, memelihara kucing ternyata memang benar adanya memberikan dampak positif pada kesehatan psikologis.

Baca Juga: Sedang Mencari Asuransi untuk Hewan Peliharaan? Ini Rincian Harganya

Beberapa studi menunjukkan jika pet parents biasanya memiliki kesehatan psikologis yang lebih baik dibandingkan mereka yang tidak memiliki hewan peliharaan.

Selain itu, keberadaan kucing peliharaan membuat seseorang merasakan lebih sedikit emosi negatif dan perasaan terasing.

Tak heran jika kucing disebut-sebut dapat menangkal stres dan membuat pemiliknya merasa lebih positif.

Namun, pecinta kucing harap berhati-hati, terlebih lagi bagi calon ibu yang berencana hamil atau pun sedang dalam kondisi hamil.

Sebab, si kecil menggemaskan ini di sisi lain bisa saja membawa parasit yang tidak diinginkan ke dalam rumah dan menjangkiti Kawan Puan.

Parasit tersebut bernama Toxoplasma Gondii (T. Gondii) yang merupakan biang kerok dari infeksi serius yang disebut toxoplasmosis.

Dilansir dari CDC, parasit ini bisa berada di mana-mana, misalnya saja daging yang belum matang, terutama daging domba, babi, atau kerang.

T. Gondii juga bisa ditemukan pada air mentah, bahkan pada kotoran kucing.

Baca Juga: Hari Kucing Sedunia, Ini Dia Cara Mencegah Sakit Perut pada Kucing

Toxoplasmosis adalah penyakit zoonosis, yang artinya dapat ditularkan dari hewan ke manusia, terutama dari kucing.

Biasanya kucing berpotensi terinfeksi parasit penyebab Toxoplasmosis ini akibat memakan hewan-hewan kecil atau daging-dagingan yang masih mentah.

Akan tetapi, dikutip dari FDA, uniknya kucing yang terinfeksi toksoplasma tidak menunjukkan gejala atau penyakit apapun.

Di sisi lain, manusia yang terinfeksi parasit ini terkadang juga tak menunjukkan gejala apapun.

Namun, infeksi toksoplasma ini sangat berbahaya jika seseorang dalam kondisi hamil atau sedang merencanakan kehamilan.

Pasalnya, transmisi T. Gondii dapat terjadi dari ibu ke janinnya.

Bayi yang terinfeksi penyakit toksoplasma bisa saja mengalami gangguan pendengaran, cacat intelektual, bahkan kebutaan.

Menurut American Pregnancy Association, bayi yang terinfeksi toksoplasma bahkan berpotensi lahir prematur, berat badan lahir rendah, demam, penyakit kuning, kelainan retina, kejang, ukuran kepala abnormal, hingga pengapuran otak.

Ibu hamil yang terinfeksi pada masa 10-24 minggu kehamilan, berisiko menyebabkan masalah kesehatan pada bayi yang lahir sebesar 5-6 persen.

CDC menyebutkan bahwa toxoplasmosis diperkirakan menginfeksi sebanyak 300 hingga 4.000 janin di AS setiap tahunnya, karenanya toxoplasmosis tak bisa dianggap enteng begitu saja.

Akan tetapi, calon ibu yang juga merupakan pecinta kucing tak perlu takut dan menjauhi si kesayangan.

FDA menyarankan para ibu yang memelihara kucing agar lebih hati-hati saat membersihkan kotoran kucing.

Baca Juga: Simak! Ini 3 Tips Menghemat Biaya Perawatan Kucing Kesayangan di Rumah

Selalu gunakan sarung tangan saat membersihkan kotoran kucing, serta mencuci tangan dengan sabun setelahnya.

Sebaiknya hindari pula memberi makan kucing dengan daging mentah.

Jika mungkin, idealnya ibu dianjurkan untuk tidak membawa kucing liar masuk ke dalam rumah saat sedang hamil.

(*)

Sumber: Healthline,CDC,American Pregnancy Association,FDA
Penulis:
Editor: Maharani Kusuma Daruwati