Lewat IFMA 2016, Captain Suarniati Ingin Dukung Karier Pelaut Perempuan

Vregina Voneria Palis - Selasa, 17 Agustus 2021
Kapten Suarniati, Nahkoda Perempuan Pertama Asal Aceh
Kapten Suarniati, Nahkoda Perempuan Pertama Asal Aceh Dokumentasi Pribadi

Parapuan.co - Kawan Puan, berawal dari pengalaman pribadinya yang menerima diskriminasi gender terhadap perempuan di dunia pelayaran, Kapten Suarniati bersama rekan-rekannya yang lain mendirikan IFMA (Indonesian Female Marine Association).

Dalam perjalanan kariernya, Captain Suarniati sempat kesulitan mencari pekerjaan lantaran diskriminasi gender yang masih terjadi di dunia pelayaran Indonesia.

Menurut cerita Captain Suarniati kepada PARAPUAN beberapa hari lalu, pengalaman pahit yang ia rasakan inilah yang menginspirasinya untuk memulai IFMA.

"Basicly dari cerita saya, dari perjuangan saya, saya enggak pengen adek-adek saya, para penerus mengalami  apa yang saya alami," ucapnya.

Baca Juga: Jadi Nahkoda Perempuan Pertama, Kapten Suarniati Berani Lawan Stigma

Faktor Diskriminasi Gender Tergadap Pelaut Perempuan

Kawan Puan, menurut penuturan Captain Suarniati kepada PARAPUAN ada berbagai faktor yang melatarbelakangi masih banyaknya perusahaan yang enggan menerima pelaut perempuan, yakni fisik dan gender isu.

Dari segi fisik, banyak perusahaan pelayaran yang masih enggan mempekerjakan pelaut perempuan karena fisiknya yang dianggap lebih lemah dibandingkan oleh laki-laki.

"Pada saat kita audiensi dengan stake holder, mereka menyampaikan bahwa mereka tidak meragukan kemampuan pelaut perempuan dari segi knowledgenya, tapi dari sisi fisiknya.

"Saya bingung, dibilang fisiknya, memang kerja apa di kapal buat para pewira? Emang ngakat kontainer? Kan enggak!

"Mereka bilang 'ada kapal yang saat merapatkan harus narik tali dan segala macam'. Kami (pelaut perempuan) di masa kadet juga narik tali," tegas Kapten Suarniati.

Nah, untuk membuktikan bahwa pelaut perempuan juga memiliki kompetensi yang sama dengan pelaut laki-laki, IFMA meluncurkan satu kapal dengan kru semua adalah perempuan, Kawan Puan. 

Melansir dari Tribunnews, saat itu IFMA meresmikan satu kru perempuan pelaut di Dermaga Muarajati, Pelabuhan Cirebon, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon.

Kru kapal terdiri dari 10 perempuan yang mengendalikan kapal PSL Baldwin di perairan Balongan, Indramayu.

"Akhirnya itu, kita buktikan dengan kita launching satu kapal di Balongan waktu itu, itu cewek semua itu," ucap Captain Suarniati.

Nah, Kawan Puan dari langkah IFMA tersebut, banyak perusahaan pelayaran mulai terbuka untuk merekrut pelaut perempuan.

"Impact dari kita melakukan itu, beberapa perusahaan dengan tipe kapal yang sama banyak yang support, ada beberapa kapal yang sudah cewek semua," terangnya.

Baca Juga: Kisah Nyi Ageng Serang, Penasihat dan Panglima Perang Diponegoro

Kawan Puan, selain masalah fisik, isu gender juga sering kali menjadi permasalahan.

Banyak perusahaan enggan menerima pelaut perempuan di atas kapal karena takut akan masalah gender yang mungkin terjadi.

Meluruskan hal tersebut, Captain Suarniati mengatakan "Tidak semua hal yang kita takutkan itu akan terjadi. Di manapun, yang namanya oknum itu pasti ada. Misalkan terjadi gender isu di kapal, jangan diskriminasi Sgendernya dong, tapi lihat kasusnya.

"Saat say terjun dengan kawan-kawan dan melibatkan institusi terkait, pada saat kita investigasi bukan perempuannya yang salah.

"Kalau di darat terjadi gender isu, tidak ada di blacklist gendernya, paling dapet SP yang bersangkutan. Kalau di laut, pada saat terjadi gender isu, satu misalkan, semua pelaut perempuan di blacklist," jelas Kapten Suarniati.

Indonesian Female Marine Association

Kawan Puan, jelas betul Captain Suarniati sangat menyayangkan diskriminasi gender yang masih terjadi di Indonesia terutama bagi pelaut perempuan.

Menurutnya, di era kemerdekaan seperti saat ini, seharusnya diskriminasi terhadap perempuan sudah tidak terjadi lagi.

"Negara ini kan salah satu negara yang memiliki pahlawan perempuan yang luar biasa banyak, dari Sabang hingga Merauke, setiap daerah memiliki pahlawan perempuannya masing-masing walaupun tidak terekspose mungkin.

"Nah, kok di Era kemerdekaan perempuan kok terpinggirkan," tegasnya.

"Nasib pelaut Indonesia ya gitu aja, enggak ada yang memperjuangkan, enggak ada yang melihat," tambahnya.

Baca Juga: Perjalanan Fatmawati Soekarno dalam Kemerdekaan Republik Indonesia

Miris dengan kondisi ini, Captain Suarniati pun memutuskan mengambil langkah serius untuk membantu pelaut perempuan Indonesia dengan mendirikan IFMA.

"Inisiator pertamanya memang saya, saya menghubungi berapa kawan, yang saya rasa punya visi misi yang sama tapi enggak semua menyabut dengan tangan terbuka.

"Ada bahkan yang mencurigai niat baik saya karena mereka pikir saya mencari keuntungan," jelas Captain Suarniati.

Kawan Puan, di saat Captain Suarniati merasa tidak ada lagi yang mendukungnya, sosok teman dekat yang sudah ia anggap sebagai kakak memberi dukungan.

 

Kapten Suarniati MA, M.Mar dan Fini, M.T, M.Mar.E
Kapten Suarniati MA, M.Mar dan Fini, M.T, M.Mar.E Dokumentasi Pribadi

 

Orang tersebut adalah Fini, M.T, M.Mar.E, sosok teman baik yang sudah seperti keluarga, yang selalu memberi dukungan untuk Kapten Suarniati.

Atas dukungan tersebut, IFMA pun berjalan dan terbentuk di tahun 2016.

"Terus kita sosialisasi ke seluruh Indonesia, kita singgah di sekolah-sekolah pelayaran, kita dengungkan ke bangasa ini, ke negara ini bahwa pelaut perempuan itu ada," ceritanya.

"Tidak berhenti di situ, saya, kakak saya (Fini) dan pengurus IFMA yang lain mendekat ke Pemerintah, audiensi di Kemeterian Ketenagakerjaan terus ke Menteri Pemberdayaan Perempuan, terus ke Menteri Perhubungan, ke Dirjen Perhubungan Laut," jelasnya.

Kawan Puan, perjuangan Kapten Suarniati dalam mewujudkan kesetaraaan hak antara perempuan di dunia pelayaran ini tidak bisa dianggap enteng.

Bersama dengan pengurus IFMA lainnya, Kapten Suarniati rela menggunakan tabungan hasil kerja kerasnya untuk operasional IFMA.

"Mobilitas (IFMA), kita sokong sendiri, saya habisin dari tabungan dan deposisto saya, kakak saya juga seeprti itu, pengurus lain juga seperti itu," jelas Kapten Suarniati.

Baca Juga: Sosok Febriti Nur Tsabitah, Pengibar Bendera Merah Putih di Upacara HUT Ke-76 RI

Pencapaian Indonesian Female Marine Association

Kawan Puan, berkat usaha IFMA turun gunung dan mengetuk satu-persatu institusi serta perusahaan, hasil nyatapun di dapatkan.

"Kita bisa buat mes pelaut perempuan, tahun 2018, kita berhasil lauch satu kapal yang semua krunya itu perempuan, itu sebuah prestasi," terangnya.

Kawan Puan, sebelum itu, di tahun 2017, berkat tuntutan IFMA, Dirjen Perhubungan Laut mengeluarkan surat edaran bahwa seluruh perusahaan yang ada di Indonesia harus menerima pelaut perempuan sebanyak 10 persen.

"Kita menuntut agar seluruh perusahaan pelayaran yang ada di Indonesia bisa mempekerjakan pelaut perempuan minimal 10 persen dari keseluruhan jumlah awak kapal," jelasnya.

Kawan Puan, angka sepeuluh persen ini diambil karena melihat persentase yang ada, saat ini jumlah pelaut laki-laki masih lebih banyak dari perempuan.

"Kenapa sepuluh persen minimal, karena kita melihat dari jumlah pelaut laki-laki dan perempuan, kita juga enggak mau egois dan mengenyampingkan bahwa pelaut laki-laki lebih banyak dari kita," kata Captain Suarniati.

Kawan Puan, atas masalah diskriminasi perempuan di ranah pelayaran ini, Captain Suarniati meminta pemerintah untuk lebih memperhatikan nasib pelaut perempuan.

"Masa sih negara yang sudah merdeka, yang mendengungkan emansipasi perempuan setiap tahun, pelaut perempuannya masih terpinggirkan.

Baca Juga: Biasa Antar Beras, Ini Kisah Qyara Maharani Lolos jadi Paskibraka Nasional 2021

"Ayolah enggak usah lagi melihat 'kuliatasmu dilihat dari gendermu', itu udah enggak masuk akal.

"Memang tidak didiskriminasi secara transparan, tapi secara prakteknya kalian melakukan diskriminasi.

"Kalau memang pelaut perempuan tidak diperhatikan secara serius terkait dengan peluang  mereka mendapatkan pekerjaan di dunia pelayaran ini, berani enggak tutup sekolah pelayaran untuk perempuan? Saya rasa enggak berani, karena akan terekspose banget ada diskriminasi," tegasnya.

"Jangan mencetak pekerja, sementara anda tidak bisa membuka peluang kerja," tutupnya.(*)