Sambut HUT RI, Ini 4 Novel Sastra Indonesia yang Ceritakan Sejarah dan Budaya Bangsa

Firdhayanti - Senin, 16 Agustus 2021
Novel Indonesia menceritakan sejarah dan budaya yang begitu dekat di masyarakat.
Novel Indonesia menceritakan sejarah dan budaya yang begitu dekat di masyarakat. Anastasia Gubinskaya

Parapuan.co - Di usianya yang sebentar lagi akan 76 tahun, Indonesia mengalami berbagai rentetan peristiwa sejarah. 

Peristiwa ini berpengaruh besar bagi negara kita, pun tak berbeda budaya Indonesia yang dekat dengan masyarakat kita. 

Punya pengaruh besar, peristiwa dan budaya yang melekat di masyarakat menjadi inspirasi bagi karya para sastrawan Indonesia. 

Baca Juga: Berawal dari YouTube hingga ke Wacken Open Air, Ini Perjalanan Karier Voice of Baceprot

Dari Gramedia.com, ini dia empat novel Indonesia yang menceritakan sejarah dan budaya Indonesia.

 1. Ronggeng Dukuh Paruk - Ahmad Tohari 

Ronggeng Dukuh Paruk - Ahmad Tohari
Ronggeng Dukuh Paruk - Ahmad Tohari gramedia.com

Novel karya salah satu sastrawan besar Indonesia, Ahmad Tohari ini mengangkat salah satu seni tari khas Indonesia, yaitu ronggeng. 

Ronggeng sendiri merupakan tarian yang berkembang di pulau Jawa, khususnya di Tatar Sunda. 

Tak hanya kesenian Indonesia, novel ini juga menggambarkan kondisi masyarakat daerah di Indonesia pada peristiwa politik 1965. 

Cerita berpusat pada tokoh bernama Srintil, seorang anak perempuan muda yang menjadi penari ronggeng baru di Dukuh Paruk, desa tempat tinggalnya. 

Di desa tersebut, kesenian ronggeng menjadi hal yang dibanggakan para warganya. 

Selain memiliki bakat menari ronggeng yang begitu magis, Srintil juga memiliki paras yang menawan mata yang melihatnya. 

Namun, sebagai penari ronggeng yang menjadi milik semua orang, Srintil kerap mendapat stigma negatif.

Namun, peristiwa politik di tahun 1965 membuat dukuh ini hancur, baik secara fisik maupun mental. Mereka terbawa arus dan dicap ikut andil dalam peristiwa tersebut.

Pengalaman pahit ini pun menimpa Srintil dan membuatnya sadar akan hakikatnya sebagai manusia. 

Hal ini pula yang mendorongnya untuk memperbaiki citra dirinya.  

2. Gadis Kretek - Ratih Kumala 

Gadis Kretek
Gadis Kretek gramedia.com

Novel yang ditulis oleh istri Eka Kurniawan ini menceritakan tentang perkembangan industri rokok kretek, rokok yang berasal dari Indonesia. 

Membaca novel ini, kamu akan menyelami industri kretek Indonesia di masa penjajahan Belanda hingga kemerdekaan. 

Awal kisah dimulai dengan kegelisahan Lebas, Karim, dan Tegar, pewaris Kretek Djagad Raya saat ayahnya sedang sekarat. 

Baca Juga: Jelang HUT RI, Yuk Kilas Balik Sejarah Kemerdekaan Indonesia Lewat Podcast Ini!

Saat itu, ayahnya kerap menyebut sebuah nama perempuan, Jeng Yah. 

Mereka begitu heran sebab Jeng Yah bukanlah istri dari ayah mereka. 

Akhirnya, mereka pun memutuskan untuk mencari tahu sosok Jeng Yah yang berujung menguak rahasia keluarga. 

3. Bumi Manusia - Pramoedya Ananta Toer

Bumi Manusia
Bumi Manusia gramedia.com

Novel ini merupakan bagian pertama dari Tetralogi Buru sebelum Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, dan Rumah Kaca. 

Pram menggambarkan kondisi masyarakat pribumi akibat kekuasaan Belanda, mulai dari pergundikan, perlakuan semena-mena, hingga rendahnya strata sosial kelompok pribumi. 

Dikisahkan, Minke merupakan seorang anak bupati yang bersekolah di Hogere Burger School (H.B.S.) Surabaya. 

Baca Juga: Sambut Hari Kemerdekaan, 5 Film Pendek Ini Angkat Kebudayaan Masyarakat Indonesia

Secara tidak sengaja, Minke bertemu dengan Nyai Ontosoroh, perempuan keturunan pribumi yang mempertahankan usaha yang telah ia bangun bersama suaminya, Herman Mellema. 

Minke pun jatuh cinta pada Annelies Mellema, anak bungsu dari Nyai Ontosoroh dan suaminya. 

Tertarik dengan kehidupan Nyai Ontosoroh dan juga anak perempuannya hingga Minke tak hanya menjadi bagian dari keluarga mereka, namun memperjuangkan hak-hak pribumi yang tertindas. 

4. Entrok - Okky Madasari 

Entrok
Entrok gramedia.com

Berlatar masa Orde Baru, Okky Madasari memperlihatkan apa yang dialami rakyat kecil pada kala itu.

Marni adalah seorang remaja yang sangat menginginkan entrok atau bra. Pada masa itu, entrok bisa dikatakan sebagai pakaian orang berada.

Ia pun bekerja keras dan menabung untuk mendapatkan entrok. 

Baca Juga: Film Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak: Simbol Perjuangan Perempuan Demi Kebebasan

Tak disangka, usaha kerasnya membuahkan hasil. Saat itu ia hidup serba berkecukupan dan telah berkeluarga.

Kisah dimulai ketika Marni yang masih memuja leluhur, tak pernah mengenal Tuhan.

Berbeda pandangan dengan anaknya, Rahayu, generasi yang mengenyam bangku sekolah, pemeluk agama yang taat, dan penjunjung akal sehat.

Selama bertahun-tahun, mereka hidup dalam perbedaan pemikiran, sampai akhirnya mereka menyadari ada kesamaan dalam hidup mereka.

Keduanya sama-sama menjadi korban orang-orang yang berkuasa. (*)

Sumber: gramedia.com
Penulis:
Editor: Rizka Rachmania