Kata Pakar Pendidikan Teknologi, Hindari 4 Komentar Ini Saat Anak Bermain Gawai

Ericha Fernanda - Jumat, 13 Agustus 2021
Komentar yang harus dihindari saat anak bermain gawai.
Komentar yang harus dihindari saat anak bermain gawai. airdone

Parapuan.co - Di masa kini, anak-anak lahir, tumbuh, dan berkembang di era digital yang semakin maju dan cepat.

Mustahil jika orang tua melarangnya untuk menghindari penggunaan gawai atau piranti elektronik terbaru lainnya.

Waktu layar untuk anak memang diperlukan dan membatasi penggunaannya bukanlah suatu masalah demi perkembangan anak pula.

Baca Juga: 5 Tips Mendampingi Anak Remaja Mengelola Tekanan dan Pengaruh Teman Sebaya

Namun, ketika orang tua berasumsi bahwa anak bermain gawai hanya untuk bersenang-senang atau bermain gim saja, apakah sebenarnya itu yang mereka lakukan?

Richard Culatta, pakar pendidikan teknologi dan penulis buku Digital for Good: Raising Kids to Thrive in an Online World dan CEO International Society for Technology in Education (ISTE), menyarankan agar orang tua menghindari komentar-komentar berikut ini saat anak sedang menggunakan gawai.

1. “Kamu kecanduan ponsel ya, nak” atau "Kok main hape terus, sih"

Mengutip CNBC, pernyataan ini paling umum terjadi, tetapi ini adalah pesan yang membingungkan bagi seorang anak.

Sebenarnya, bukan perangkat itu sendiri yang membuat ketagihan, tetapi aplikasi atau situs web tertentu apabila digunakan terus-menerus yang membuat kecanduan.

Untuk meluruskan pernyataan ini, nyatakan apa yang menjadi perhatian sebenarnya dan bingkai ulang dengan alasan kuat untuk melakukan sesuatu yang lain.

Contoh:

“Coba letakkan ponselnya sejenak, sepertinya kamu belum berolahraga hari ini.”

2. “Kamu sudah terlalu lama memainkan gim itu”

Pernyataan ini juga berfokus pada jumlah waktu yang dihabiskan anak-anak untuk satu aktivitas digital.

Masalahnya, kamu tidak membahas apa yang salah dengan aktivitasnya.

Sebaiknya orang tua dapat mengevaluasi kualitas permainan dari segi dampaknya, seperti membuat anak lupa waktu atau meningkatkan kemampuan belajarnya.

Jika kamu merasa gim tersebut memiliki nilai yang lebih rendah daripada aktivitas digital lainnya, sebut saja itu.

Contoh:

“Nak, coba jelaskan pada Ibu kenapa kamu suka bermain gim itu? Selain seru, manfaat yang lainnya apa ya?”

Baca Juga: 6 Tips Mendukung Perkembangan Sosial dan Emosional pada Anak Remaja

3. “Berhenti duduk-duduk di depan komputer sepanjang hari”

Ini adalah pesan yang sangat membingungkan jika saran untuk kegiatan pengganti adalah membaca buku.

Ini tidak dimaksudkan bahwa membaca bukanlah kegiatan yang baik bagi seorang anak untuk menemukan keseimbangan pada saat itu.

Hanya saja alasan yang diberikan, “berhenti duduk-duduk,” tidak masuk akal bagi seorang anak yang ditawari aktivitas alternatif yang melibatkan banyak duduk.

Jadi, lebih baik jelaskan secara spesifik mengapa aktivitas di depan komputer tersebut tidak seimbang.

Contoh :

Jika kamu khawatir tentang itu, berikan alternatif pilihan lain yang bisa menggerakkan tubuhnya, seperti berolahraga, membantu mengerjakan tugas domestik, atau mengikuti minat yang disukainya.

4. “Kamu perlu berinteraksi dengan orang sungguhan"

Memberitahu seorang anak untuk melepaskan ponsel demi menghabiskan waktu bersama orang-orang adalah pernyataan yang tidak sesuai karena di ponsel pun bisa berinteraksi menggunakan perpesanan instan dan media sosial.

Salah satu keuntungan utama bermedia sosial di dunia maya adalah memungkinkan manusia untuk berinteraksi dengan lebih banyak variasi orang daripada yang bisa dilakukan di dunia nyata.

Jadi, jika kamu ingin mereka untuk menghabiskan waktu bersama orang-orang terdekatnya, maka jelaskan secara spesifik apa yang kamu inginkan.

Baca Juga: Berbeda Pendapat dengan Orang Tua? Ini 5 Cara Santun Meresponnya

Contoh :

“Keluargamu juga menginginkan kesempatan untuk menghabiskan waktu bersamamu.”

“Wah, teman-temanmu ternyata lebih seru dan menyenangkan jika bertemu langsung seperti tadi.”

Kedua contoh tersebut bisa menyeimbangkan antara kehidupan maya dan nyata yang sangat penting untuk mengembangkan keterampilan interaksi sosial yang sehat. (*) 

Sumber: CNBC
Penulis:
Editor: Linda Fitria