Cegah Kekerasan pada Perempuan dan Anak dengan Kampanye No! Go! Tell!

Arintya - Sabtu, 17 Juli 2021
Kampanye No! Go! Tell!
Kampanye No! Go! Tell! Seng kui Lim

Parapuan.co – Kawan Puan, kasus kekerasan pada perempuan dan anak masih menjadi perhatian untuk segera ditangani.

Terlebih selama pandemi, kasus kekerasan pada perempuan dan anak menunjukkan tren peningkatan.

Salah satu bentuk kekerasan yang dialami perempuan dan anak di masa pandemi ini adalah Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO).

Baca Juga: Bagaimana Cara Mengatasi Anak yang Enggan Bercerita Saat Alami KBGO?

Menurut Data CATAHU Komnas Perempuan 2021 menunjukkan angka KBGO (Kekerasan Berbasis Gender Online) yang dilaporkan ke Komnas Perempuan di tahun 2020 naik menjadi 940 kasus.

Seperti pada siaran pers yang PARAPUAN terima, untuk turut menurunkan angka kekerasan pada perempuan dan anak ini, The Body Shop® Indonesia bersama Plan Indonesia, Magdalene, Yayasan Pulih, dan Makassar International Writers Festival mengadakan Kampanye No! Go! Tell! (Katakan Tidak, Jauhi, Laporkan).

Kampanye No! Go! Tell merupakan kolaborasi kampanye yang memiliki fokus utama yaitu Prevention and Recovery (Pencegahan dan Pemulihan).

Selain itu, Kampanye No! Go! Tell! (Katakan Tidak, Jauhi, Laporkan!) dijalankan agar dapat mengisi kebutuhan edukasi karena selama belum ada hukum yang cukup kuat kita perlu memberdayakan diri dan orang lain saat berada dalam situasi rawan kekerasan seksual.

Langkah yang dipersiapkan adalah memberikan edukasi mengenai kesetaraan gender dan perlindungan Anak khususnya kepada generasi millenial.

Menurut Rani Hastari, Gender Equality & Social Inclusion (GESI) Specialist Yayasan Plan International Indonesia mengatakan setiap harinya, terutama anak perempuan dan perempuan muda mengalami berbagai bentuk kekerasan berbasis gender, termasuk pelecehan seksual.

Baca Juga: Wujudkan Women Support Women, Begini Ciptakan Ruang Aman bagi Perempuan Korban Kekerasan

Kawan Puan, kekerasan berbasis gender tidak hanya berlaku pada opposite gender saja, tetapi juga pada sesama gender lo!

Pasalnya kekerasan berbasis gender ini didorong juga oleh faktor rape culture yang beredar di tengah masyarakat, di mana, beberapa kelakuan pelecehan seksual dinormalisasi dan dianggap sesuatu yang biasa.

Lantas, bagaimana upaya menghentikan kekerasan ini?

Menurut Rani Hastari, perlu keterlibatan dari berbagai pihak untuk bisa mewujudkannya, seperti keterlibatan kaum millenial yang semakin aktif dalam upaya kampanye maupun advokasi pencegahan perkawinan anak, baik dalam intervensi langsung di akar rumput, kampanye publik, kampanye digital, hingga advokasi kebijakan.

Selain itu, menurut Sigit Wacono, Child Protection Advisor Yayasan Plan International Indonesia, negara wajib lebih terlibat dengan serius menangani kasus kekerasan pada perempuan dan anak ini.

“Negara wajib untuk memberikan perlindungan bagi anak dari segala bentuk kekerasan, apa lagi kekerasan seksual,” ungkapnya seperti yang tertuang pada rilis yang PARAPUAN terima.

Baca Juga: Bisa Dialami Siapa Saja, Ini Dampak Kekerasan Berbasis Gender

Lebih lanjut Sigit menambahkan ada 3 hal yang bisa kita lakukan untuk membuat ruang aman bagi korban kekerasan yaitu mendengarkan tanpa memaksa, tidak menyebarkan cerita tanpa konsen korban, dan membantu korban dalam proses pelaporan kasus.

Terkait kekerasan pada perempuan dan anak ini membuat RUU PKS harus segera disahkan karena korbannya semakin banyak, apalagi dari golongan anak-anak hingga perempuan.

Kerugian yang paling besar jika RUU ini tidak disahkan adalah Indonesia akan kehilangan potensi besar dari masyarakat, hal ini pulalah yang mendorong angka kemiskinan yang tinggi.

Untuk itu, yuk Kawan Puan kita kawal terus sampai RUU PKS ini disahkan, agar kekerasan pada perempuan dan anak bisa diberantas! (*)

Penulis:
Editor: Arintya