Film Moxie: Arti Gerakan Women Support Women Sesungguhnya dalam Perjuangan Melawan Sistem Patriarki

Alessandra Langit - Kamis, 15 Juli 2021
Film Moxie angkat tema feminisme dan women support women
Film Moxie angkat tema feminisme dan women support women Kompas.com

Parapuan.co - Pada bulan Maret lalu, Netflix merilis film bertemakan gerakan feminisme berjudul Moxie.

Selama beberapa pekan, Moxie berhasil bertahan di daftar 10 film terpopuler di layanan streaming tersebut.

Moxie menceritakan seorang perempuan remaja Generasi Z bernama Vivian (Hadley Robinson), yang menyulut gerakan feminis di sekolah menengah atasnya setelah menemukan harta karun memorabilia milik ibunya.

Harta karun itu menunjukkan bahwa sang ibu adalah seorang feminis aktif di masa mudanya.

Baca Juga: Thunder Force dan 4 Film Lain yang Mengkampanyekan Body Positivity

Terinspirasi dari gerakan yang digawangi oleh grup musik feminis, Bikini Kill, ibu dari Vivian (Amy Poehler) adalah seorang pemberontak sistem patriarki di masanya.

Disutradarai juga oleh Amy Poehler sendiri, Moxie adalah nostalgia yang diwariskan dari masa ke masa terkait aktivisme tahun 90-an dan pergerakan women support women dalam upaya menyingkirkan sistem patriarki dan aksi misoginis yang masih terjadi di era kini.

Alasan Vivian memulai pemberontakan di sekolahnya adalah adanya ketidakadilan sistem yang mengutamakan siswa laki-laki, terutama yang berkulit putih, dalam mendapatkan beasiswa dan tempat terhormat di sekolah.

Padahal laki-laki di sekolah tersebut sering berperilaku sangat buruk kepada perempuan, termasuk melakukan pelecehan seksual.

Vivian bergabung dengan teman-teman perempuan yang lain untuk melakukan gerakan feminisme menuntut keadilan dan menghukum laki-laki yang melakukan pelecehan seksual di sekolahnya.

Dalam mewujudkan aksinya, Vivian mengadaptasi aksi ibunya di tahun 90-an, yaitu membuat pertemuan rahasia dan membuat majalah saku atau zine yang membongkar kebusukan sistem sekolah.

Namun Vivian memanfaatkan apa yang familier dengan generasinya untuk berkampanye yaitu internet dan media sosial.

Lewat Moxie, kita bisa merefleksikan kembali realita yang ada saat ini yaitu ketidakadilan dan pelecehan seksual kepada perempuan masih ada dan tetap sama, bahkan jika dibandingkan dengan yang terjadi pada generasi sebelumnya.

Dibantu dengan perkembangan teknologi, pergerakan feminisme pada masa kini juga sama lantangnya dengan generasi sebelumnya dan perempuan masih harus bersatu dalam mewujudkan kesetaraan.

Masalah yang ditemukan lewat film ini adalah kita tidak bisa menerapkan feminisme seutuhnya jika kita berjuang sendirian, tanpa melihat kembali privilege atau hak istimewa yang kita punya dan apa yang tidak dimiliki oleh teman-teman perempuan lainnya di luar sana.

Vivian, perempuan berkulit putih dan berkecukupan, berjuang bersama dengan teman-teman perempuan yang berkulit gelap, seorang keturunan Asia, disabilitas, dan tidak memiliki keadaan ekonomi yang baik.

Baca Juga: Jadi Sutradara, Koo Hye Sun Angkat Isu Perempuan di Film Dark Yellow

Secara privilege, Vivian bisa berjuang dengan lantang tanpa harus merasa terancam oleh deportasi, ujaran kebencian atas ras, ketidakadilan karena ras, akses keamanan yang sangat berpihak, serta masalah dengan orang tuanya yang imigran, seperti teman-temannya yang lain.

Ketika Vivian bertindak egois, dia tidak memikirkan dampak yang kemungkinan terjadi terhadap temannya yang tanpa privilege.

Maka, aksi women support women bukanlah hanya berjalan dan melawan ketidakadilan bersama, namun saling memeriksa privilege masing-masing sebagai perempuan untuk membantu, melengkapi, dan mendukung perempuan dengan latar belakang kehidupan yang lain.

Ketika berbicara soal kesetaraan dalam sistem, kita dapat memulainya dengan perwujudan kesetaraan antar perempuan dengan kemampuan yang kita bisa untuk mendukung dan melengkapi perempuan lain.

Dalam film Moxie, sahabat dari Vivian yang bernama Claudia (Lauren Tsai) adalah seorang imigran dari Asia, dan tidak memiliki kesempatan yang sama untuk beraksi dengan lantang karena ancaman deportasi, dikeluarkan dari sekolah, dan perjuangan ras di negaranya.

Namun, Claudia berjuang dengan caranya sendiri yaitu dengan membantu perkumpulan perempuan tersebut untuk menjadi sebuah organisasi resmi di sekolahnya, karena Claudia memiliki privilege sebagai pengurus organisasi siswa di sekolah tersebut.

Aksi Claudia tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki kelebihan dan kekurangan dalam sebuah sistem, perwujudan women support women dapat dilakukan dengan saling menopang dan melengkapi perempuan lainnya.

Ketika kelompok perempuan tertentu tidak dapat memiliki ruang aman untuk berbicara, kita yang memiliki privilege untuk berbicara tanpa ancaman dapat memanfaatkannya untuk membantu mereka yang tidak bisa.

Ketika kelompok perempuan tertentu tidak memiliki akses yang sama untuk pendidikan, pekerjaan, atau bidang lainnya, kita yang memiliki privilege lebih dapat membantu untuk membuka akses tersebut, atau menciptakan akses baru.

Dalam Moxie, kita melihat bahwa sistem yang adil dan setara terwujud ketika semua perempuan di sekolah tersebut memiliki kesempatan dan ruang aman yang sama untuk berbicara.

Baca Juga: Kisah Barbie Dibuat Live Action, Greta Gerwig Resmi Jadi Sutradaranya

Hal tersebut dapat terwujud dengan kesadaran akan privilege, kelebihan, dan kekurangan karakter Vivian dan teman-teman perempuan lainnya, untuk dapat membantu dan menopang para siswa perempuan di sekolah yang memiliki kondisi yang berbeda untuk mendapatkan kesempatan yang sama.

Moxie membuka mata kita mengenai istilah women support women yang sebenarnya dalam sebuah perjuangan melawan ketidakadlian gender.

Pergerakan women support women tidak akan pernah pudar walaupun generasi berganti karena masih ada banyak yang harus diperjuangkan oleh perempuan bersama-sama.

Moxie juga memberikan harapan bahwa generasi muda juga dapat mewarisi dan meneruskan perjuangan perempuan dengan cara yang lebih relevan namun sama kuatnya.

Moxie merupakan film remaja yang dapat kamu tonton di Netflix. Film ini menghadirkan deretan pemeran muda yang beragam, serta pembawaan cerita yang segar. (*)