Parapuan.co - Nasi tumpeng menjadi santapan lezat dalam berbagai momen spesial.
Selain sebagai pelengkap acara-acara tertentu, nasi tumpeng ternyata memiliki filosofinya sendiri.
Sayang, pada perkembangannya pemotongan nasi tumpeng ternyata tidak sesuai dengan filosofi yang sebenarnya.
Baca Juga: Mendalami Hubungan Manusia dan Kehidupannya dalam Nasi Tumpeng
Sebagaimana kita ketahui, nasi tumpeng memiliki bentuk kerucut.
Melansir Bobo, bentuk kerucut ini ternyata melambangkan suatu hal, lho.
Adapun bentuk kerucut ini melambangkan rasa terima kasih manusia kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Murdjati Garito, peneliti di Pusat Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada mengatakan bahwa bentuk kerucut tumpeng merupakan simbol dari Gunung Suci dalam kosmologi Hindu.
Bagi masyarakat Hindu, khususnya di India, Gunung Meru begitu sakral dan dianggap tempat tinggal para dewa.
Baca Juga: Tak Kalah dari Makanan Modern, Ini 5 Makanan Khas Betawi yang Nikmat
Simbol Tuhan Yang Maha Esa juga dilihat dari puncak tumpeng yang hanya berisi satu butir nasi.
Semakin ke bawah, nasi tumpeng dilambangkan sebagai umat dengan berbagai sifatnya.
Adapun penggambaran umat dilihat dari sikapnya yang baik ataupun tidak baik.
Semakin sedikit jumlahnya, maka semakin sempurna.
Ambil dari Bawah, Makan Bersama-sama
Karena filosofi tersebut, sebenarnya tumpeng tidak boleh dipotong pada bagian atasnya.
Murdjati mengatakan bahwa memotong tumpeng dari bagian atasnya dipengaruhi oleh budaya barat.
Memotong tumpeng dari bagian puncaknya ternyata bertentangan dengan makna tumpeng dan diartikan memotong hubungan manusia dengan Tuhan.
Baca Juga: Mengenal Pharok, 'Terasi' dari Kamboja yang Terbuat dari Ikan Lokal
Karena itu, cara yang tepat untuk memakannya yakni dengan dimakan bersama-sama dengan melingkar di sekitar tumpeng.
Setelah itu, makanlah nasi tumpen dari bagian bawah dengan menggunakan tangan atau sendok bersama-sama.
Nantinya, tumpeng yang sudah dimakan ini akan membuat bagian puncak tumpeng bersatu dengan bagian dasarnya. (*)