Ramai Video Buat Alat Bantu Napas Sederhana, Hati-hati Alat Oksigen dari Bahan Aerator Akuarium

Maharani Kusuma Daruwati - Senin, 5 Juli 2021
Ilustrasi oksigen sebagai alat bantu pernapasan yang kini mulai langka
Ilustrasi oksigen sebagai alat bantu pernapasan yang kini mulai langka James Mutter

Parapuan.co - Sampai saat ini, Indonesia masih menghadapi lonjakan kasus Covid-19.

Hingga Minggu (4/7/2021), secara keseluruhan di Indonesia tercatat  mencapai 2.284.084 kasus positif Covid-19.

Pemerintah pun terus melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan penularan Covid-19 ini.

Melonjaknya kasus Covid-19 di Indonesia ini membuat banyak rumah sakit penuh hingga kewalahan.

Bahkan telah dibuka banyak rumah sakit darurat untuk menerima para pasien Covid-19 ini.

Terjadinya lonjakan dan banyaknya kasus ini juga berimbas pada semakin menipis dan langkanya pasokan oksigen.

Baca Juga: 3 Jus Buah dan Sayur untuk Menjaga Daya Tahan Tubuh di Tengah Cuaca Ekstrem saat Pandemi

Hal ini dipicu karena pasien yang masuk ke rumah sakit sudah dalam keadaan yang sedang bahkan parah.

Di mana para pasien Covid-19 ini banyak membutuhkan bantuan oksigen untuk tetap bertahan hidup.

Hal ini pun kemudian mendorong orang untuk berinovasi dan membuat alat bantu pernapasan degan alat seadanya.

Belakangan tengah ramai inovasi alat bantu pernapasan dengan peralatan sederhana berbahan aerator atau mesin penghasil gelembung udara dalam akuarium.

Sebuah video tutorial pembuatan alat oksigen dengan aerator akuarium dan bahan sederhana lainnya beredar luas di media sosial.

Seseorang dalam video berdurasi 5 menit 13 detik itu mengklaim alat tersebut berfungsi untuk menghasilkan oksigen bagi orang yang sedang sesak napas dan sudah dipakai oleh keluarganya yang terjangkit Covid-19.

Pembuatan alat tersebut juga hanya membutuhkan bahan-bahan atau material sederhana sekitar Rp 120.000.

Material itu antara lain botol air mineral berukuran 330-500 mililiter, selang kecil sepanjang dua meter, dan dua alat aerator akuarium.

Selang digunakan untuk menyalurkan oksigen langsung ke hidung pasien.

Akan tetapi, ternyata eksperimen yang dilakukan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menunjukkan, alat oksigen tersebut tidak bisa meningkatkan fraksi oksigen.

 

Mengutip dari Kompas.id, inovasi alat serupa dengan aerator akuarium dan botol air mineral juga pernah dimuat dalam infografik Harian Kompas yang terbit pada 27 Oktober 2015.

Baca Juga: Camilan untuk MPASI dengan Bentuk Khusus Bisa Bantu Motorik Anak

Namun, alat tersebut berfungsi untuk menyaring udara dan bukan meningkatkan saturasi oksigen.

Alat tersebut dibutuhkan karena saat itu banyak korban sesak napas akibat kejadian kebakaran hutan dan lahan.

Guna menguji fraksi oksigen yang dihasilkan, peneliti dari Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melakukan eksperimen dengan membuat alat tersebut.

Seluruh material dan proses pembuatan dilakukan sesuai dengan langkah-langkah dari video tersebut.

Ketua Kelompok Penelitian Otomasi Industri Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI, Hendri Maja Saputra mengemukakan, material alat oksigen tersebut sangat mudah didapatkan dan proses pembuatannya tidak membutuhkan waktu lama.

Setelah alat tersebut selesai dibuat, peneliti kemudian menguji dan mengukur fraksi oksigen yang dihasilkan dengan menggunakan alat pengukur oksigen.

Dari hasil pengukuran, udara yang dihasilkan alat tersebut tidak menunjukkan adanya peningkatan fraksi oksigen yakni masih sekitar 21 persen.

Sedangkan untuk oksigen murni, fraksi oksigennya seharusnya mencapai di atas 90 persen.

“Jadi hasil pengujian kami, cara tersebut tidak bisa digunakan untuk alternatif menghasilkan (oksigen) sebagaimana tabung oksigen. Inovasi ini perlu dibuktikan secara ilmiah,” ungkap Hendri, seperti dikutip dari Kompas.id.

Meski demikian, Hendri mengaku kurang memahami aspek keamanan dari alat oksigen berbahan aerator akuarium ini.

Tetapi secara umum, proses mengalirkan udara melalui air memungkinkan temperatur udara yang keluar bisa lebih dingin dan lembap.

Dokter spesialis paru Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan, Prasenohadi menyampaikan, aerator sebenarnya alat yang digunakan di akuarium dan berfungsi untuk menghasilkan gelembung udara untuk pernapasan ikan di dalam air.

Baca Juga: Dokter Bongkar 8 Mitos dan Teori Konspirasi Vaksin Covid-19, Ini Kebenarannya (Part 1)

Sedangkan alat bantu pernapasan untuk manusia telah tersedia dan diproduksi dengan kualitas yang terstandar.

“Oksigen ada yang berbentuk tabung, gas, dan cair. Tabung tersebut berisi konsentrasi oksigen 100 persen. Sementara alat yang dibuat ini tidak bisa diukur berapa konsentrasi oksigennya. Lalu yang dihasilkan benar-benar oksigen atau bukan juga tidak bisa dipastikan. Jadi, alat ini tidak bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” ucapnya.

Meski belum ada kajian ilmiah, ia menduga alat tersebut hanya menghasilkan udara yang lebih dingin dan lembap.

Kelembapan tersebut penting agar saluran napas tidak kering atau terjadi iritasi.

“Mungkin dampak negatif penggunaan alat ini tidak ada dan masih harus dibuktikan. Tetapi, jika alat ini digunakan oleh orang normal, maka saluran pernapasannya akan menjadi lebih lembap. Bahkan, mungkin akan timbul infeksi atau penyakit tertentu lainnya,” katanya.

Pras menjelaskan, setiap orang atau pasien yang menderita sesak napas bisa mengukur kebutuhan oksigen dengan melakukan analisis gas darah.

Dengan mengetahui kebutuhan oksigen tersebut, tenaga kesehatan dapat memberikan terapi yang cocok sesuai kondisi pasien.

Setelah itu, terapi dapat dipantau dengan melihat dan menilai saturasi oksigen.

“Kita menghirup oksigen di lingkungan dengan kadar 21 persen. Ketika masuk ke dalam paru-paru dan beredar di seluruh tubuh maka saturasinya 100 persen. Jika ada gangguan di paru-paru contohnya pada penderita Covid-19, maka saturasi oksigennya bisa turun sehingga pasien perlu menaikannya kembali,” ujar Pras yang juga pengajar di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Baca Juga: Dokter Bongkar 8 Mitos dan Teori Konspirasi Vaksin Covid-19, Ini Kebenarannya (Part 2)

Pras menekankan, kebutuhan oksigen setiap pasien berbeda-beda tergantung kondisi masing-masing.

Menaikan saturasi oksigen untuk pasien yang masih dalam kondisi sadar bisa dilakukan dengan bantuan nasal cannula atau masker wajah. 

Sedangkan untuk pasien yang sudah tidak sadar dan dengan saturasi oksigen rendah perlu menggunakan ventilator atau high flow nasal cannula (nasal cannula bertekanan tinggi).

Sementara dalam kondisi penuhnya fasilitas kesehatan dan kelangkaan tabung oksigen saat ini, lanjut Pras, pasien sesak napas dapat menerapkan posisi tengkurap (prone position) secara rutin setiap dua jam sekali.

Posisi ini akan menyebabkan oksigenasi atau distribusi oksigen di paru-paru semakin merata.

Pada pasien Covid-19 dengan gejala berat, kelainan ada di bagian samping dan belakang paru-paru.

Menerapkan posisi tengkurap akan membuat bagian belakang paru-paru teraliri oksigen dengan baik dan merata sehingga membantu mengurangi sesak napas.

 

(*)