Tidak Akurat, Tingkat Kevalidan Tes Keperawanan Dipertanyakan

Saras Bening Sumunarsih - Sabtu, 8 Mei 2021
Ilustrasi perempuan alami stres.
Ilustrasi perempuan alami stres. freepik.com

Parapuan.co - Kawan Puan, banyak masyrakat yang masih menilai bahwa keperawanan adalah hal yang harus dijaga dengan baik hingga mereka berhubungan seksual pada suaminya.

Namun bagaimana jika perempuan tersebut adalah korban pelecehan bahkan pemerkosaan?

Apakah stigma yang sama masih akan tetap diberlakukan sedangkan mereka telah mengalami peristiwa yang mengenaskan.

Di beberapa wilayah, saat perempuan ditemukan sudah kehilangan mahkotanya sebelum pernikahan mereka dapat mendapatkan sangsi sosial seperti pengucilan bahkan kekerasan.

Baca Juga: Berpenampilan Menarik Saat WFH Ternyata Banyak Manfaatnya, Yuk Simak!

Melansir dari Kompas.com, masih banyak tes keperawanan perempuan dengan menguji selaput dara.

Pada dasarnya tes keperawanan dengan menggunakan selaput dara tidak menunjukan keakuratannya.

Stigma keperawanan seorang perempuan akan membawa pengaruh buruk pada mereka.

"Dengan label itu sangat ada kemungkinan mereka merasa down karena terbongkarnya privasi," ucap Ahmad Mujab Masykur, Psikolog Sosial Universitas Diponegoro.

Pengujian selaput dara juga dapat membuat anak-anak bertingkat lebih brutal.

Bisa saja mereka berpikir jika mereka sudah terlanjur melakukan hubungan seksual, maka mereka akan berbuat lebih parah.

Ini dapat menimbulkan bahaya bagi mereka.

Terlebih jika mereka melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan pengaman dan berganti pasangan.

Keadaan ini dapat memicu mereka tertular penyakit kelamin.

Ahmad juga mengatakan jika keperawanan seseorang diukur hanya dengan robeknya selaput dara ini tidak bisa diterima mentah-mentah.

Selaput dara dapat robek meski tanpa hubungan penetrasi seperti kecelakaan, olahraga, dan penyebab lainnya.

Baca Juga: Mau Berat Badan Turun? Maksimalkan Pembakaran Lemak saat Kamu Tidur

Ahmad juga mengatakan pengujian tes keperawanan bukanlah hal yang penting dan tidak perlu dilakukan.

Dirinya mengatakan apabila mereka mengkhawatirkan pergaulan bebas, akan lebih baik jika melakukan pencegahan dengan memberikan pendidikan moral, etika, dan budaya.

Keluarga juga mengambil peran untuk memberikan penjelasan pada mereka.

Terlebih pada mereka yang memiliki anak remaja.

Bayangkan saja jika seseorang memiliki potensi yang baik dan terhalang hanya karena stigma keperawanan, ini akan mengganggu masa depan mereka.

(*)

BERITA TERPOPULER WELLNESS: Penyebab Sering Ngantuk Siang Bolong hingga Syarat Mendaki Gunung Rinjani