Zoom Burnout Lebih Banyak Dialami oleh Perempuan, Ternyata Hal Ini Jadi Penyebabnya

Vregina Voneria Palis - Selasa, 20 April 2021
Illustrasi Stres
Illustrasi Stres Photo by Andrea Piacquadio from Pexels

Parapuan.co - Kawan Puan, pandemi Covid-19 membuat kita harus beradaptasi dan melakukan sebagian besar kegiatan dari rumah, termasuk bekerja dan bersekolah.

Untuk menunjang kedua aktivitas tersebut, kita diharuskan memakai berbagai platform penyedia jasa video call termasuk di antaranya adalah Zoom.

Seiring berjalannya waktu, munculah sebuah istilah baru yakni Zoom burnout atau yang diterjemahkan menjadi 'kelelahan Zoom'.

Baca Juga: Catat! Ini 3 Tips Mencegah Burnout untuk Ibu Rumah Tangga yang Sibuk

Istilah ini mengacu pada kelelahan terkait dengan panggilan video di sejumlah platform.

Melansir dari Nytimes, Zoom burnout ternyata lebih banyak dirasakan oleh perempuan.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Universitas Stanford, ditemukan bahwa perempuan lebih mudah mengalami Zoom burnout dibanding laki-laki.

Asosiasi Psikologi Amerika juga menyampaikan bahwa mereka mendapat lebih banyak keluhan mengenai Zoom burnout ini dari para perempuan dibanding laki-laki.

Jeremy Bailenson, direktur pendiri Stanford University’s Virtual Human Interaction Lab, menulis dalam artikel Opinion untuk The Wall Street Journal April alasan mengapa Zoom burnout bisa sampai terjadi.

Ia menyampaikan bahwa interaksi melalui Zoom bukanlah hal yang wajar bagi kita dan tidak begitu menyenangkan untuk dilakukan.

Baca Juga: Pandemic Burnout Mempengaruhi Siklus Menstruasi? Ini Penjelasannya

Menurut Jeremy, sebelum pandemi datang, dalam interaksi rapat kerja orang akan saling menatap wajah dari kejauhan sambil melakukan aktivitas lain seperti menulis catatan atau membaca.

Namun dengan melakukan rapat video call, orang-orang dipaksa untuk saling menatap wajah dari jarak dekat. Fenomena ini dinamakan dengan 'hyper gaze'.

Jeremy mengatakan bahwa saat seseorang tidak menjaga jarak atau terlalu dekat menatap wajah kita, maka tubuh bisa mengartikan hal tersebut sebagai ajakan untuk berkelahi.

Jika hal ini terjadi terus menerus, tentu akan berdampak pada tingkat stres yang kita rasakan.

Setelah Jeremy menerbitkan artikelnya tentang masalah burnout ini, banyak perusahaan mencari alternatif atau cara pencegahan agar para karyawannya tidak mengalami Zoom burnout.

Baca Juga: WFH Bisa Bikin Burnout, Berikut 6 Cara Ampuh untuk Mengatasinya

Hal inilah yang mendorong Géraldine Fauville dan Jeffrey Hancock melakukan survei atas ZEF (Zoom Exhaustion and Fatigue).

Survei tersebut pada dasarnya mengukur tingkat stres yang dirasakan seorang invidu karena Zoom burnout.

Dari berbagai survei yang dilakukan, ditemukan ada lima tipe kelelahan dari aktivitas video call tersebut.

Tipe tersebut antara lain adalah tipe umum (kelelahan), tipe sosial (ingin menyendiri), tipe emosional (kewalahan/merasa dimanfaatkan), visual (gejala stres pada mata), dan motivasi (tidak memiliki dorongan untuk memulai aktivitas baru).

Dalam survei terbarunya terhadap lebih dari 10.000 peserta, mereka menemukan bahwa perempuan memiliki 14 persen tingkat skor lebih tinggi dibanding laki-laki.

Baca Juga: 5 Aplikasi Ini Populer Selama Pandemi, Bisa Nonton Film Pendek Juga loh

Apa penyebabnya?

Menurut Géraldine, perempuan lebih banyak mengalami Zoom burnout karena saat menatap layar monitor komputer atau laptop ada pantulan bayangan yang terlihat.

Hal ini merupakan salah satu fenomena psikologis di mana melihat diri sendiri pada cermin dapat memicu heightened self-focus atau fokus diri yang tinggi.

Fokus diri yang tinggi ini bisa menciptakan lebih banyak kecemasan dan depresi. Heightened self-focus inilah lebih mempengaruhi perempuan dibandingkan laki-laki.

Lebih jauh, Emily Falk, profesor komunikasi Universitas Pennsylvania juga menambahkan bahwa peran ganda perempuan juga bisa menjadi salah satu faktor tingginya angka Zoom burnout.

Baca Juga: Zoom Fatigue Nyata Adanya, Yuk Kenali Tanda-tanda dan Penyebabnya

Menurutnya, banyak perempuan yang harus bekerja sekaligus mengurus urusan rumah tangga dan anak.

Untuk mengatasi hal ini Mollie West Duffy, penulis dari “No Hard Feelings: The Secret Power of Embracing Emotions at Work,” menyarakan para perusahaan untuk mulai mempertimbangkan kerja secara offline atau kembali ke kantor.

Nah Kawan Puan, apakah kamu juga pernah mengalami Zoom burnout ini? (*)

Sumber: nytimes.com
Penulis:
Editor: Rizka Rachmania

Bronkitis Kronis Viral di TikTok, Ini Hal Penting yang Harus Diketahui