Body Positivity, Budaya Diet, dan Tekanan Standar Tubuh Ideal Perempuan

By Arintha Widya, Selasa, 24 Juni 2025

Budaya diet dan standar tubuh ideal perempuan.

Parapuan.co - Saat ini, diet bukan sekadar pilihan gaya hidup, melainkan telah menjadi budaya yang merasuki kehidupan banyak perempuan, terutama di kalangan remaja dan dewasa muda. Standar tubuh “ideal” sering kali disamakan dengan sosok kurus, ramping, dan proporsional. Gambaran tubuh seperti itu banyak ditampilkan di media sosial, iklan, hingga industri hiburan, menciptakan persepsi bahwa hanya tubuh-tubuh tertentu yang pantas disebut “cantik”.

Tekanan ini memicu banyak perempuan untuk melakukan diet secara ekstrem, bahkan sejak usia yang sangat muda. Berbagai tren diet viral yang beredar di TikTok dan Instagram, seperti puasa ketat atau konsumsi makanan sangat rendah kalori, tak jarang dilakukan tanpa pemahaman nutrisi yang memadai. Akibatnya, diet bukan lagi soal kesehatan, tapi menjadi upaya menyesuaikan diri dengan standar sosial yang kerap tidak realistis.

Budaya diet ini kemudian membentuk pola pikir bahwa nilai diri seorang perempuan ditentukan oleh bentuk tubuhnya. Hal inilah yang membuat banyak perempuan merasa tidak cukup baik jika tubuhnya tidak sesuai standar, dan inilah akar dari banyak permasalahan kesehatan fisik maupun mental yang mereka alami.

Tren Diet di Kalangan Anak Muda

Media sosial seperti TikTok dan Instagram sangat berperan dalam menyebarkan tren diet ekstrem. Sebuah studi dari University of Vermont sebagaimana melansir Healthline, menemukan konten seputar penurunan berat badan kerap disebarkan oleh influencer tanpa kualifikasi nutrisi, menciptakan budaya diet yang “toxic” di kalangan remaja dan dewasa muda.

Tak hanya itu, tren viral seperti “oatzempic”—smoothie dari oat, air, dan perasan jeruk nipis yang klaimnya bisa menekan nafsu makan—digemari remaja. Namun, para ahli gizi memperingatkan bahwa tren ini tak memiliki dasar ilmiah dan bisa menyebabkan kekurangan nutrisi bagi tubuh yang masih berkembang.

"Sebagai bagian dari tren, kita melihat smoothie berbahan dasar gandum ini dikonsumsi setelah berpuasa semalaman [setelah tidur]," jelas Yasi Ansari, MS, RDN, CSSD, Ahli Gizi Diet Terdaftar dan Juru Bicara Academy of Nutrition & Dietetics, seperti dikutip dari Parents. "Tidak ada bukti ilmiah bahwa tren diet ini bekerja dengan cara yang sama seperti Ozempic."

Ozempic adalah diet yang awalnya dirancang untuk membantu penderita diabetes tipe 2, bekerja dengan meniru hormon dalam tubuh yang disebut GLP-1, yang membantu mengatur kadar gula darah dan mendorong penurunan berat badan dengan membuat orang merasa kenyang lebih lama.

Dampak Buruk pada Kesehatan Mental dan Fisik

Baca Juga: 5 Bahan yang Cocok untuk Salad Sayur, Menu Penunjang Diet Perempuan