Ahli hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, menyebutkan, pemberhentian bupati dimungkinkan jika terbukti melanggar sumpah jabatan atau memicu keresahan.
Mekanismenya dilakukan melalui DPRD Kabupaten Pati dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Namun, proses ini sangat bergantung pada dinamika politik dan konsistensi tuntutan warga.
"Ada dua pola untuk aspirasi publik bisa menemukan tempatnya. Pertama, tentu melalui engagement (keterlibatan) di DPRD terhadap kepala daerah atau bupati, atau sanksi dari Kemendagri," ujar Feri dikutip dari Kompas.
Feri menjelaskan, mekanisme pemberhentian kepala daerah diatur dalam Pasal 77, 78, dan 79 Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Ada dua jalur utama yang bisa ditempuh masyarakat:
1. Melalui DPRD Kabupaten Pati
DPRD dapat memproses pemberhentian bupati jika ada dugaan pelanggaran sumpah jabatan atau kebijakan yang menimbulkan keresahan publik. Prosesnya harus melalui rapat paripurna untuk memutuskan alasan pemberhentian.
2. Melalui Kementerian Dalam Negeri
Kemendagri bisa langsung memberhentikan kepala daerah. Ini biasanya dilakukan jika ada pelanggaran berat, seperti korupsi atau gangguan serius pada ketertiban umum.
Baca Juga: Pilkada 2024 dan Deklarasi Peran Strategis Perempuan dalam Demokrasi
Sementara itu, seorang ibu rumah tangga yang juga aktif sebagai anggota Komunitas Wanita Tani (KWT) Mentari di Pesawaran, Lampung, Neneng Rosdiyana berbagi pandangannya tentang apa yang terjadi di Pati. Menurutnya aksi demo Pati ini menjadi 'kunci' bahkan rambu-rambu kuning bagi para pejabat.
"Pati adalah KUNCI. Jika rakyat di Pati berhasil menurunkan Si Raja Kecil dari singgasananya besok, maka itu akan menjadi rambu kuning buat pejabat-pejabat lain agar lebih berhati-hati dengan jabatan dan kebijakannya," tulis Neneng Rosdiyana lewat akun Facebook-nya.
Dalam unggahannya, Neneng juga mengatakan bahwa ada risiko lain apabila rakyat gagal melengserkan Bupati Pati, termasuk membuat pejabat akan lebih arogan dan semaunya sendiri.
"Namun jika Pati gagal, yang terjadi adalah sebaliknya. Para pejabat akan lebih arogan dan semuanya sendiri dalam kebijakannya," lanjut Neneng.
Terakhir, Neneng Rosdiyana menekankan bahwa Pati adalah barometer sekaligus pembuktian, masihkah rakyat berkuasa atau hanya sekedar pelengkap untuk mendulang suara mereka yang ingin berkuasa.
/photo/2025/08/14/whatsapp-image-2025-08-14-at-13-20250814020922.jpeg)
Baca Juga: Tak Sebatas Tuntut THR, Demo Driver Ojek Online Juga Perjuangkan Hak Lady Ojol
(*)