Parapuan.co - Kawan Puan, film indie India berjudul Pinch baru-baru ini mencuri perhatian di Tribeca Festival 2025 yang berlangsung pada 4-15 Juni. Pinch, film debut penyutradaraan Uttera Singh, menyajikan sebuah cerita berani yang mengangkat isu serius—kekerasan seksual dan represi sosial terhadap perempuan—dalam balutan satir sosial yang menggelitik.
Berlatar di sebuah kota kecil di wilayah barat India, film ini menjadi cerminan tajam atas kenyataan patriarki yang mengakar, dengan tokoh utama perempuan yang mengambil alih kendali narasi, secara harfiah dan simbolis. Yuk, simak review film Pinch seperti dikutip dari Variety di bawah ini!
Kisah Maitri dari Kelompok Kelas Menengah
Tokoh sentral dalam film ini adalah Maitri (diperankan sendiri oleh Uttera Singh), seorang perempuan kelas menengah yang tinggal bersama ibunya, Shobha (Geeta Agrawal), di sebuah kompleks apartemen penuh gosip. Meskipun sempat menempuh pendidikan di Amerika Serikat, kariernya mandek setelah beralih profesi, dan kini ia bercita-cita menjadi travel vlogger YouTube seperti sahabat sekaligus tetangganya, Samir (Badri Chavan).
Kisah bermula dengan adegan massa yang menghajar seorang pria di tengah perayaan keagamaan—sebuah representasi vigilante yang kerap muncul dalam berita-berita India. Namun, alih-alih fokus pada kekerasan itu sendiri, film ini justru membedah bagaimana Maitri, dalam keputusan kilat, memanfaatkan kemarahan massa demi membalas dendam kepada Rajesh (Nitesh Pandey), tetangganya yang juga pemilik tempat tinggal mereka.
Ketika Kekerasan Dilawan dengan Manipulasi
Rajesh, sosok yang selama ini dihormati di lingkungan mereka, secara diam-diam melakukan pelecehan terhadap Maitri saat mereka sedang dalam perjalanan ziarah. Bukannya langsung melapor, Maitri memilih diam. Namun, diam ini bukan karena tak berdaya—melainkan karena ia menyusun skenario balasan secara halus namun mematikan.
Ia memicu massa yang marah agar menyerang Rajesh, menyamarkan dendam pribadinya dalam keramaian yang panas dan beringas. Namun, balas dendam itu bukan tanpa konsekuensi.
Film ini dengan cermat menunjukkan bagaimana tindakan Maitri justru menyeret perempuan lain yang rentan sebagai korban sampingannya. Di sinilah moralitas cerita mulai kabur: benar salah bukan lagi perkara hitam putih, melainkan menjadi area abu-abu yang membuat penonton tak nyaman, namun terpikat.
Baca Juga: We Are Family: Sinopsis Film India Bertema Keluarga Dibintangi Kajol dan Kareena Kapoor
Perempuan dalam Sistem yang Menindas
Yang menarik dari Pinch adalah caranya menunjukkan bahwa pelaku dalam sistem patriarki tidak selalu laki-laki. Justru, banyak "bibi-bibi tua" dan bahkan ibu Maitri sendiri yang meragukan kredibilitasnya. Tuduhan, bisik-bisik, dan penghakiman sosial justru datang dari sesama perempuan yang telah lama hidup dalam sistem tersebut.
Uttera Singh tak hanya menyutradarai dan menulis, tetapi juga mengambil posisi sebagai tokoh utama, sekaligus menjadikan kamera sebagai alat perlawanan. Penggunaan teknik kamera Snorricam yang menempel di tubuh Maitri menghasilkan efek emosional yang intens dan intim, menangkap setiap gerakan dan getaran tubuhnya saat emosi meledak atau ketika dia merasa terasing.
Kritik Lembut, Namun Tajam
Meskipun ending film terasa terlalu rapi dan sedikit terlalu ajar secara moral, Pinch tetap menjadi sajian yang berani. Singh tidak mencoba menggali rahasia besar yang tersembunyi dalam budaya patriarki, melainkan membidik cara sistem tersebut beroperasi dengan tenang—di ruang tamu, di lorong apartemen, di bis ziarah, dan dalam percakapan sehari-hari.
Yang membuat film ini mencolok adalah keputusannya untuk mengangkat perempuan-perempuan yang tidak sempurna, termasuk Maitri yang manipulatif, egois, namun tetap manusiawi. Ini bukan kisah pahlawan perempuan yang bersinar tanpa cela, melainkan potret kompleks perempuan yang harus bertahan dan melawan dalam sistem yang tidak memihak mereka.
Sebuah Terobosan di Kancah Film Indie India
Dengan durasi yang padat, humor getir, dan gaya bercerita yang enerjik, Pinch bukan sekadar film tentang pelecehan atau pembalasan, tetapi juga tentang bagaimana kekuasaan dan kontrol bisa diambil alih dalam bentuk yang tidak biasa.
Di tengah lanskap film India yang masih didominasi narasi maskulin, Pinch hadir sebagai karya independen yang menggugah dan menyindir, sekaligus menampilkan suara perempuan yang kuat dan berani—meski melalui jalur yang tidak konvensional.
Singkatnya, Pinch adalah sindiran halus dan tajam terhadap budaya diam yang membelenggu perempuan—sebuah karya kecil dengan dampak yang besar. Kawan Puan bisa mengintipnya melalui trailer film Pinch di bawah ini:
Baca Juga: Sinopsis Film India Dangal: Perjuangan Perempuan Jadi Juara Gulat Dunia
(*)