Parapuan.co - Media sosial yang semestinya menjadi ruang untuk berekspresi, bersosialisasi, dan memperoleh informasi, kini justru menjadi ladang subur bagi seksisme, pelecehan, dan kekerasan berbasis gender. Sebuah riset terbaru dari NSPCC (National Society for the Prevention of Cruelty to Children) mengungkap betapa buruknya perlindungan yang diberikan oleh platform-platform digital terhadap perempuan dan anak perempuan.
Dalam penelitian tersebut, sebagaimana melansir Leading Britain's Conversation, NSPCC membuat akun palsu seorang remaja perempuan dan menyebarkannya ke berbagai platform media sosial. Hasilnya mengejutkan!
Dalam waktu singkat, akun tersebut terpapar berbagai bentuk pelecehan, mulai dari perundungan, ajakan yang berbau seksual (grooming), hingga pesan-pesan yang tidak diinginkan dari orang dewasa asing.
NSPCC menilai bahwa banyak fitur yang sengaja dirancang untuk membuat pengguna lebih aktif dan memperluas jejaring online mereka, justru berdampak negatif terhadap keselamatan pengguna, terutama anak perempuan.
"Begitu mudah bagi orang asing dewasa untuk menemukan anak perempuan secara online dan mengirimkan pesan yang tidak diinginkan," tulis laporan tersebut.
Ketakutan Nyata Para Orang Tua
Dalam survei yang dilakukan oleh YouGov atas nama NSPCC, sebanyak 86% orang dewasa di Inggris percaya bahwa perusahaan teknologi belum berbuat cukup untuk melindungi perempuan dan anak perempuan di dunia maya. Bahkan di antara para orang tua yang disurvei, 52% dari mereka yang memiliki anak perempuan mengaku sangat khawatir dengan pengalaman anak mereka di media sosial.
Kekhawatiran terbesar mereka mencakup kontak dari orang asing, grooming online, perundungan, serta pelecehan seksual. Rani Govender, manajer kebijakan keselamatan anak daring di NSPCC, menyampaikan kekhawatirannya secara tegas:
'Orang tua benar-benar beralasan untuk khawatir dengan risiko yang dihadapi anak perempuan mereka secara online. Penelitian ini menunjukkan dengan sangat jelas bahwa perusahaan teknologi tidak cukup serius dalam menciptakan pengalaman daring yang sesuai usia dan aman bagi anak perempuan."
Baca Juga: TikTok Lakukan Ini Ketika Kekerasan Berbasis Gender Online Meningkat 4 Kali Lipat
Ia menambahkan, "Kami tahu bahwa baik di dunia nyata maupun dunia maya, anak perempuan menghadapi risiko yang tidak seimbang seperti pelecehan, kekerasan seksual, dan eksploitasi. Karena itu, sangat mengkhawatirkan ketika platform-platform ini secara fundamental tidak aman secara desain."
Platform Perlu Dirombak, Bukan Hanya Ditambal
Hal tersebut membuat NSPCC menyuarakan perlunya reformasi total dalam desain media sosial. Tidak cukup hanya menambahkan fitur pengaduan atau moderasi otomatis. Perusahaan teknologi dan regulator perlu benar-benar meninjau ulang cara kerja sistem mereka yang sekarang, yang justru menempatkan perempuan dalam posisi rentan.
"Perlu ada perombakan menyeluruh dalam cara platform-platform ini dibangun," tegas Govender. "Perusahaan teknologi dan Ofcom harus bangkit dan mengatasi bagaimana desain yang buruk bisa menciptakan ruang yang tidak aman bagi anak perempuan."
Langkah yang disarankan NSPCC meliputi:
- Studi risiko berdasarkan gender (abusability studies) sebelum meluncurkan fitur baru.
- Integrasi kemampuan tangkapan layar dalam alat pelaporan untuk bukti.
- Masa tunggu saat dua pengguna baru saling terhubung agar kontak langsung terbatas di awal.
- Larangan lebih ketat terhadap panggilan video dari orang dewasa tak dikenal ke pengguna yang lebih muda.
Tanggung Jawab Negara dan Regulasi Baru
Di Inggris, Online Safety Act mewajibkan platform untuk menilai risiko dan mengambil langkah nyata untuk melindungi anak-anak dari bahaya. Perusahaan yang melanggar aturan ini bisa dikenai denda hingga £18 juta atau 10% dari total pendapatan global, serta kemungkinan pemblokiran akses di wilayah Inggris.
NSPCC juga mendesak pemerintah untuk memasukkan strategi khusus dalam kerangka kebijakan nasional "Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak Perempuan" (Violence Against Women and Girls/VAWG). Strategi ini harus secara eksplisit menyasar kegagalan desain media sosial dalam melindungi anak perempuan dari pelecehan seksual.
Ancaman seksisme di media sosial bukan sekadar soal komentar kasar atau pesan tak senonoh. Ini adalah gambaran nyata dari lingkungan digital yang secara sistematis gagal melindungi perempuan. Selama platform masih lebih fokus pada keterlibatan pengguna ketimbang keselamatan mereka, selama itulah perempuan—terutama anak perempuan—akan terus berada dalam bahaya.
Sudah waktunya kita, sebagai masyarakat, menuntut pertanggungjawaban dari perusahaan teknologi. Media sosial harus menjadi ruang yang aman, bukan ladang kekerasan gender baru, karena ancaman ini tidak hanya terjadi di Inggris, melainkan hampir di seluruh dunia.
Baca Juga: Jennifer Hermoso dan Perjuangan Melawan Seksisme di Dunia Sepak Bola
(*)