1. Perbedaan Nilai dan Cara Pandang
Menantu perempuan dan ibu mertua biasanya berasal dari latar belakang keluarga yang berbeda. Nilai-nilai yang mereka pelajari sejak kecil mengenai cara mengelola rumah tangga, membesarkan anak, hingga menjalani peran sebagai istri dan ibu bisa sangat berbeda.
Ibu mertua mungkin merasa caranya adalah yang paling benar karena sudah terbukti selama bertahun-tahun, sementara menantu perempuan punya cara sendiri yang ia yakini sesuai dengan zamannya.
Ketika dua cara pandang ini bertemu tanpa adanya kompromi dan komunikasi terbuka, maka konflik pun mudah terjadi. Perbedaan ini tidak hanya bersifat teknis, tapi juga emosional karena menyangkut ego, identitas diri, dan harga diri masing-masing pihak.
2. Kurangnya Komunikasi yang Efektif dan Terbuka
Komunikasi adalah kunci dalam semua hubungan, termasuk hubungan antara menantu perempuan dan ibu mertua. Sayangnya, banyak hubungan yang terhambat karena tidak adanya komunikasi yang terbuka dan jujur.
Beberapa menantu mungkin merasa tidak enak hati untuk menyampaikan perasaan atau pendapatnya karena takut dianggap tidak sopan. Di sisi lain, ibu mertua juga mungkin enggan mengungkapkan perasaannya secara langsung karena takut menyinggung atau malah memperkeruh suasana.
Akibatnya, kedua pihak menyimpan unek-unek dalam diam, yang lama kelamaan menjadi bom waktu. Ketidakmampuan untuk saling memahami secara terbuka ini menjadi penghalang besar untuk membangun kedekatan yang tulus.
Baca Juga: Calon Mertua Tak Sambut Hangat saat Pertama Bertemu? Lakukan Ini
3. Harapan Tinggi
Di banyak budaya, termasuk budaya Indonesia, ibu mertua sering kali memiliki harapan yang tinggi terhadap menantu perempuan. Mereka mengharapkan menantu menjadi sosok istri yang sempurna bagi anaknya, menantu yang sopan, rajin, pandai memasak, dan tahu cara merawat keluarga.
Sayangnya, harapan ini sering kali tidak dikomunikasikan secara langsung, melainkan disampaikan melalui sindiran, kritik halus, atau pembandingan dengan sosok lain seperti saudara ipar atau bahkan dirinya sendiri.
Ketika menantu merasa terus-menerus dinilai atau tidak pernah cukup baik, ia pun mulai menjaga jarak dan merasa tidak nyaman. Dalam jangka panjang, ini bisa menciptakan hubungan yang canggung dan penuh tekanan.
Membangun hubungan yang harmonis antara menantu perempuan dan ibu mertua bukanlah hal yang mustahil, tetapi memang memerlukan waktu, usaha, dan kemauan dari kedua belah pihak untuk saling memahami dan menerima.
Diperlukan empati untuk melihat dari sudut pandang masing-masing, serta keberanian untuk berkomunikasi secara jujur tanpa menyakiti. Peran suami juga sangat penting sebagai penengah yang adil dan komunikatif.
Penting juga untuk disadari bahwa tidak semua hubungan harus dekat secara emosional, tetapi cukup saling menghargai, menjaga batasan sehat, dan tidak saling melukai.
Ketika kamu sebagai menantu perempuan mampu tetap bersikap baik dan dewasa dalam menyikapi situasi ini, itu sudah menjadi langkah besar dalam menjaga keharmonisan keluarga.
Baca Juga: Perempuan Mandiri akan Bertemu Calon Mertua? Tunjukkan 6 Sikap Ini
(*)