Parapuan.co - Kamu mungkin pernah merasa puas dan bangga dengan pencapaian pribadi entah itu kenaikan gaji, berhasil menurunkan berat badan, atau bahkan sekadar mampu bangun pagi lebih rutin dari biasanya. Namun, semua rasa syukur itu mendadak sirna ketika kamu membagikannya kepada seseorang yang justru menanggapinya dengan perbandingan. Situasi ini rupanya lebih dikenal dengan istilah Thief of Joy.
Hal ini seperti pengalaman pemilik akun @BanyuSadewa di media sosial X. Lewat thread X ia bahkan membagikan pengalamannya memiliki teman dengan Thief of Joy. "Lo punya gak sih teman yang kerjaannya tuh Thief of Joy," tulisnya.
Banyu Sadewa juga memberi beberapa contoh Thief of Joy yang pernah ia dapatkan dari rekannya. Misal, "Beli iPhone 16, 'padahal nunggu bentar lagi keluar yang 17 loh'," tulisnya. Selain itu, Banyu Sadewa juga pernah dikomentari rekannya ketika berlibur ke Labuan Bajo. "Liburan ke Labuan Bajo 'Dih, budget segitu mending ke Jepang'," tulisnya lagi.
Dalam thread-nya, Banyu Sadewa terkadang menghadapi situasi tersebut dengan santai. Namun di sisi lain, situasi ini juga memicu beban pikiran tersendiri untuknya. "Kalau mood lagi jelek tuh jadi questioning gitu loh 'apa gue beli kemahalan yah? Apa beneran jelek yah? Kenapa gue gak sabar dulu yah?," pungkasnya.
Istilah ini mungkin terdengar biasa saja, tapi realitanya sangat nyata dalam kehidupan sehari-hari. Mungkin mereka tidak bermaksud jahat, atau bahkan tidak sadar bahwa sikap mereka berdampak besar terhadap emosimu.
Namun, jika dibiarkan berlarut-larut, kehadiran orang dengan karakter Thief of Joy bisa mengikis rasa percaya diri, menurunkan self esteem, hingga merusak hubungan sosial dan emosional kamu secara perlahan.
Mengenal Konsep Thief of Joy
Ungkapan "Comparison is the thief of joy" pertama kali dipopulerkan oleh mantan Presiden Amerika Serikat, Theodore Roosevelt. Kalimat ini mengandung makna bahwa kebiasaan membandingkan diri sendiri atau orang lain dapat mencuri rasa bahagia yang seharusnya kita rasakan.
Namun dalam konteks sosial, istilah Thief of Joy tidak hanya berlaku untuk diri sendiri, tapi juga untuk orang lain yang secara aktif atau pasif membuatmu merasa tidak cukup baik dengan membandingkan pencapaian, status, atau kualitas hidup kamu dengan orang lain.
Baca Juga: Mengenal Istilah Intimacy Issues dan Berbagai Jenisnya, Simak!
Melansir dari Psychology Today, seseorang bisa menjadi Thief of Joy karena berbagai alasan psikologis. Mulai dari rasa insecurity, kebutuhan untuk merasa lebih unggul, hingga pola asuh masa kecil yang membuat mereka terbiasa mengukur nilai diri melalui kompetisi.
Mereka bukan hanya pembanding pasif, tapi juga bisa menjadi kompetitor emosional yang melihat keberhasilan orang lain sebagai ancaman terhadap harga diri mereka.
Sementara menurut penelitian bertajuk "Dare to Compare: Fact-Based versus Simulation-Based Comparison in Daily Life" menemukan bahwa lebih dari 10 persen pikiran sehari-hari melibatkan perbandingan dalam bentuk apa pun termasuk Thief of Joy.
Sementara itu, melansir dari The Roanoke Star, orang dengan karakter ini kerap muncul dalam lingkungan pertemanan dan keluarga, dan biasanya menunjukkan tanda-tanda seperti:
- Meremehkan pencapaian orang lain.
- Menunjukkan pencapaian pribadi secara berlebihan di momen yang tidak tepat.
- Selalu menyelipkan cerita pembanding yang membuatmu merasa kecil.
- Mengubah suasana diskusi positif menjadi kritik atau sarkasme.
Baca Juga: Mengenal Istilah Deep Talk dan Seberapa Penting Pasangan Melakukannya
Thief of Joy Memberikan Efek Emosional
Walau terkesan sepele, padahal Thief of Joy bisa memberikan efek emosional jangka panjang. Pasalnya, interaksi semacam ini dapat:
- Membuat seseorang kehilangan rasa syukur atas pencapaiannya sendiri.
- Menyebabkan overthinking atau perasaan tidak pernah cukup.
- Meningkatkan risiko kecemasan sosial dan bahkan depresi ringan.
- Mengganggu pola pikir positif dan memperkuat inner critic di dalam diri seseorang.
Jika kamu terlalu sering menerima komentar-komentar yang meremehkan atau membandingkan secara negatif, lama-kelamaan kamu akan mulai mempertanyakan kemampuan dan nilai dirimu sendiri.
Inilah mengapa penting untuk menyadari keberadaan sosok Thief of Joy di sekitarmu dan mengetahui bagaimana cara menghadapi mereka dengan bijak. Salah satu cara menghadapi seseorang dengan karakter Thief of Joy adalah kenali pola komunikasi mereka.
Apakah mereka sering menyisipkan cerita tentang orang lain yang lebih hebat? Apakah setiap keberhasilanmu selalu dibalas dengan cerita tandingan?
Mengidentifikasi pola ini bisa membantumu bersikap lebih waspada secara emosional saat berinteraksi. Langkah berikutnya, kamu tidak harus memutus hubungan dengan teman seperti ini, tapi penting untuk membangun batasan emosional.
Misalnya, jika mereka mulai membandingkan, kamu bisa menanggapi dengan kalimat seperti, "Aku hanya ingin merayakan pencapaianku dulu, tanpa perbandingan ya". Ini bukan bentuk konfrontasi, tapi cara menjaga kenyamanan batinmu.
Baca Juga: Mengenal Istilah Baru Pola Asuh Fafo Parenting, Akankah Jadi Tren?
(*)