Pelecehan Seksual pada Perempuan Tak Bisa Diselesaikan dengan Jalur Damai dan Kekeluargaan

Saras Bening Sumunar - Kamis, 15 Mei 2025
Pelecehan seksual tidak bisa diselesaikan dengan jalur damai.
Pelecehan seksual tidak bisa diselesaikan dengan jalur damai. IstockPhoto

Parapuan.co - Kasus pelecehan seksual yang menempatkan perempuan menjadi korban kembali terjadi. Kali ini, seorang pekerja seni lokal di Ponorogo menjadi korban utamanya. Alih-alih mendapatkan hukuman, pelaku justru dibebaskan bersyarat dan menempuh jalur damai.

Pelecehan seksual yang dialami penari jathil Reog Ponogoro kini tengah menjadi sorotan publik. Kejadian tersebut terjadi di Desa Tugurejo, Kecamatan Sawoo, Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur.

Dalam video yang viral di media sosial ini, terlihat seorang laki-laki yang menghampiri penari jathil. Tak lama, pelaku semakin mendekat dan memukul bokong sang penari.

Merasa dilecehkan, penari yang bernama Nuzulul ini langsung marah dan menghampiri pelaku, Djemono. Sebagai bentuk perlindungan diri, Nuzulul langsung berteriak dan memarahi pelaku.

Bukan itu saja, Nuzulul juga membawa kasus ini ke pihak berwajib. Ia secara resmi melaporkan aksi pelecehan seksual ini ke Polsek Sawoo. Setelah diselidiki, rupanya pada saat itu Djemoni berada di bawah pengaruh minuman keras.

Meskipun dilaporkan pada pihak berwajib, kedua pelaku justru memilih 'jalan damai' dan menyelesaikan kasus pelecehan seksual secara kekeluargaan. Bukan itu saja, Nuzulul bahkan mencabut laporannya dari pihak kepolisian.

Merujuk dari laman Tribunnews, AKP Yudi Kristiawan, Kapolsek Sawoo menjelaskan kedua belah pihak bersedia menyelesaikan permasalahan secara kekeluargaan. Pelaku juga menyadari kesalahan yang telah diperbuat. "Syaratnya memang pelaku berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya dan sudah meminta maaf kepada pihak pertama. Juga melakukan klarifikasi di depan publik," ujarnya.

Kasus Pelecehan Seksual Tak Bisa Diselesaikan Secara Kekeluargaan

Berkaca dari penyelesaian kasus tersebut, penulis begitu menyayangkan keputusan akhir yang diambil. Bagi penulis, segala kasus pelecehan seksual tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan apalagi menempuh jalur damai.

Baca Juga: Menyoroti Dampak Psikologis Pelecehan Seksual pada Anak Usia Dini

Penyelesaian dengan cara tersebut tidak akan menghentikan kasus pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia. Bahkan, 'janji' yang telah diucapkan, tidak menjamin pelaku 'menghentikan perbuatan biadabnya'.

Bukan menghentikan aksi pelecehan seksual, jalan damai seakan hanya menambah angka pelecehan seksual, dan lagi-lagi perempuan menjadi korban utamanya. Bagi penulis, jalur damai yang diambil juga seakan menunjukkan tidak adanya perlindungan hukum yang tegas dan berpihak kepada korban.

Apalagi, jalur ini sering kali bukan karena keinginan korban, melainkan karena tekanan sosial, rasa malu, atau ketidakpercayaan pada proses hukum yang panjang dan melelahkan. Dalam kondisi seperti ini, menjadi penting untuk mengungkap, mengkritisi, dan mengubah sistem yang gagal melindungi perempuan.

Maraknya Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan di Tempat Umum

Pelecehan seksual di ruang publik kini menjadi fenomena yang sangat mengkhawatirkan, khususnya bagi perempuan. Di jalanan, terminal, stasiun, bahkan di ruang digital, banyak perempuan harus hidup dalam ketakutan, menghindari pakaian tertentu, atau membatasi aktivitas mereka karena ancaman pelecehan yang mengintai setiap saat.

Menurut penulis, fenomena ini menunjukkan bahwa ruang publik belum sepenuhnya aman bagi perempuan. Tindakan-tindakan seperti siulan, komentar seksual, hingga perabaan tanpa izin masih dianggap remeh oleh sebagian masyarakat, padahal secara psikologis dan emosional dapat meninggalkan luka yang dalam.

Ketika hal ini tidak ditanggapi secara serius oleh aparat penegak hukum maupun masyarakat luas, maka pelecehan seksual akan terus dianggap sebagai hal biasa, bukan kejahatan yang harus diberantas.

Penting untuk kamu pahami bahwa perjuangan melawan pelecehan seksual tidak bisa dilakukan setengah hati. Perlindungan terhadap perempuan, terutama di ruang publik dan dalam lingkup kerja seni daerah, harus menjadi prioritas dalam kebijakan negara dan kesadaran masyarakat.

Dibutuhkan reformasi hukum yang berpihak pada korban, edukasi publik yang masif, serta penciptaan ruang aman bagi perempuan untuk bersuara tanpa takut dihakimi atau dibungkam.

Kamu juga perlu sadar bahwa menyelesaikan kasus pelecehan secara kekeluargaan bukanlah solusi yang adil. Itu hanya menambal luka di permukaan tanpa menyentuh akar masalahnya. Jika kita ingin membangun masyarakat yang adil, maka keadilan bagi korban harus ditegakkan dengan cara yang benar melalui hukum, bukan kompromi yang merugikan korban.

Baca Juga: KemenPPPA Kawal Dugaan Kasus Pelecehan Seksual oleh Guru Mengaji di Sulsel

(*)

Sumber: tribunnews
Penulis:
Editor: Citra Narada Putri