Parapuan.co - Kasus kekerasan seksual pada anak usia dini di Jepara, Jawa Tengah kini menjadi sorotan. S (21) melakukan aksi kekerasan seksual pada sedikitnya 31 anak perempuan di sejumlah daerah.
Dari korban-korban tersebut, sedikitnya ada 10 korban yang mengalami kasus pemerkosaan. Diketahui, seluruh korban S merupakan anak usia 12 hingga 17 tahun. Para korban bukan hanya berasal dari Jepara melainkan juga Jawa Timur hingga Lampung.
Terkait kasus tersebut, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi menyatakan bahwa pihaknya telah mengambil langkah responsif guna memastikan korban menerima pendampingan dan pemulihan yang layak.
"Kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan luar biasa yang tidak dapat ditoleransi. Kami pastikan negara hadir untuk melindungi korban dan menindak tegas pelaku sesuai hukum yang berlaku," ujar Arifah Fauzi.
Melalui Tim Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129, KemenPPPA telah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Jawa Tengah. Langkah ini diambil untuk memastikan para korban mendapatkan pendampingan hukum, dukungan psikologis, serta layanan pemulihan lainnya yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing anak.
Saat ini, korban mendapat pendampingan dalam proses hukum yang sedang berlangsung di Polda Jateng. Sementara untuk pendampingan psikologis akan diberikan setelah situasi cukup kondusif dengan menyesuaikan kondisi setiap anak.
Dampak Psikologis Pelecehan Seksual pada Anak Usia Dini
Berkaca dari kasus pelecehan seksual anak di bawah umur, penting bagi kita untuk mengetahui bagaimana dampak peristiwa kejam ini baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Menurut laman resmi Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini, pelecehan seksual pada anak memberikan dampak buruk pada perkembangan mereka seperti:
1. Mengganggu Perkembangan Sosial dan Emosional Anak
Baca Juga: KemenPPPA Kawal Dugaan Kasus Pelecehan Seksual oleh Guru Mengaji di Sulsel
Pengalaman traumatis seperti pelecehan seksual dapat membawa dampak serius terhadap perkembangan sosial dan emosional seorang anak. Salah satu konsekuensi yang mungkin muncul adalah kesulitan anak dalam berbaur dan beradaptasi dengan lingkungan sosialnya.
Anak bisa mengalami hambatan besar dalam membangun hubungan sosial yang sehat, cenderung merasa terasing dari teman-temannya, dan menunjukkan emosi yang tidak stabil. Ketidakmampuan ini bukan hanya membuat mereka kesulitan menjalin pertemanan, tetapi juga dapat meningkatkan risiko mereka menjadi sasaran intimidasi atau penolakan dari teman sebaya.
Situasi semacam ini tentu sangat mempengaruhi keseimbangan mental anak dan mengurangi tingkat kebahagiaan mereka secara signifikan, yang pada akhirnya bisa memperburuk kondisi psikologis mereka dalam jangka panjang.
2. Mengalami Gangguan Stres Pasca Trauma (PTSD)
Selain berdampak pada kemampuan sosial, anak-anak yang menjadi korban pelecehan seksual juga sangat berisiko mengalami gangguan stres pasca trauma atau yang lebih dikenal dengan istilah Post Traumatic Stress Disorder (PTSD).
PTSD ini biasanya ditandai dengan gejala yang cukup serius, seperti anak seringkali teringat atau terbayang terus-menerus akan kejadian buruk yang mereka alami saat pelecehan terjadi.
Mereka mungkin juga mengalami mimpi buruk secara berulang atau merasakan kecemasan yang berkepanjangan setiap kali dihadapkan pada situasi atau hal-hal yang mengingatkan mereka pada peristiwa traumatis tersebut. Gejala-gejala ini tentu sangat mengganggu kehidupan sehari-hari anak dan membuat mereka sulit untuk merasa aman serta nyaman di lingkungannya.
3. Berdampak pada Harga Diri dan Rasa Kesepian
Baca Juga: Pelecehan Seksual di KRL Line Tanah Abang, KemenPPPA Kawal Kasusnya
Tidak hanya memengaruhi aspek sosial dan psikologis, pelecehan seksual juga bisa memberikan dampak negatif terhadap bagaimana seorang anak memandang dirinya sendiri. Pengalaman pahit ini kerap kali membuat anak merasa tidak berharga atau bahkan meragukan nilai dan martabat diri mereka.
Rasa bersalah atau malu atas apa yang terjadi pun sering menghantui pikiran mereka, meskipun pada kenyataannya mereka adalah korban dalam situasi tersebut dan tidak memahami sepenuhnya bahwa mereka tidak bersalah.
Perasaan-perasaan negatif ini lambat laun dapat mengganggu perkembangan harga diri anak secara signifikan dan menyebabkan mereka merasa sangat kesepian, karena cenderung menarik diri dari interaksi sosial demi menghindari rasa malu atau penolakan.
4. Berisiko Menjadi Pelaku di Masa Mendatang
Salah satu risiko jangka panjang yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah kemungkinan anak yang pernah menjadi korban pelecehan seksual untuk berubah menjadi pelaku di kemudian hari. Hal ini bisa terjadi karena pengalaman traumatis tersebut memicu perubahan drastis dalam pemahaman serta perilaku seksual.
Selain itu, efek trauma yang tidak tertangani dengan baik dapat meningkatkan risiko mereka untuk mengulangi siklus kekerasan seksual, baik secara sadar maupun tidak sadar, sebagai cara untuk menyalurkan rasa sakit atau kebingungan yang mereka alami.
Ini menjadi salah satu alasan penting mengapa pendampingan dan terapi jangka panjang sangat dibutuhkan agar anak bisa pulih sepenuhnya secara mental dan emosional.
Baca Juga: Pelecehan Seksual di KRL: Kronologi dan Cara Melawan di Ruang Publik
(*)