Penawaran kompensasi dan tunjangan yang diberikan oleh perusahaan juga terus berkembang seiring dengan evaluasi yang diberikan dari para karyawan, di mana perbandingan gaji dan tunjangan muncul sebagai inisiatif utama untuk memastikan penawaran yang kompetitif.
Data terbaru dalam laporan ini menunjukkan lonjakan signifikan dalam salary benchmarking (dari 36% pada 2023 menjadi 56% di 2024) dan benefits benchmarking (dari 16% ke 42%), menandakan fokus kuat pada daya saing paket remunerasi. Selain itu, 44% perusahaan kini mempertimbangkan inflasi dalam kenaikan gaji—naik 9% dari tahun sebelumnya meskipun hanya 24% yang mengklaim kenaikan gaji sesuai atau di atas inflasi.
Laporan ini juga mengungkap bahwa terdapat beberapa tren kompensasi di 2024 yang diberikan oleh perusahaan untuk mempertahankan karyawan terbaik mereka, termasuk pemberian bonus kinerja, peningkatan gaji secara tahunan, dan peluang peningkatan karier.
Tahun 2024 mencatat perkembangan positif dalam kebijakan kompensasi dan penghargaan bagi karyawan di Indonesia. Sebanyak 80% perusahaan memberikan bonus dalam berbagai bentuk, dengan bonus kinerja sebagai jenis paling umum dan rata-rata nilainya meningkat menjadi 3 bulan gaji. Transparansi perhitungan bonus juga terjaga, di mana 67% perusahaan membagikan metode perhitungannya kepada karyawan.
Wisnu melanjutkan, "Tahun 2024 memperlihatkan dinamika menarik, di mana perusahaan semakin menyadari pentingnya menawarkan paket kompensasi dan tunjangan yang kompetitif. Selain salary benchmarking, penawaran jenis cuti khusus seperti family-care leave juga menjadi faktor utama yang dipertimbangkan."
"Namun, di tengah optimisme ini, perlu adanya keseimbangan bagi perusahaan terhadap komitmen mereka dalam mengedepankan kesejahteraan karyawan, yang dapat dilakukan melalui kolaborasi lebih erat antara HR dan karyawan yang akan menjadi kunci dalam merancang kebijakan kompensasi yang berkelanjutan dan adil di masa depan," tuturnya lagi.
Melanjutkan Pentingnya Pengetahuan AI & Pengadopsian DEI (Keberagaman, Kesetaraan, dan Inklusi) Saat Rekrutmen
Dengan meningkatnya penggunaan AI dalam beberapa tahun terakhir, 71% perusahaan di Indonesia saat ini mempertimbangkan pengetahuan AI kandidat saat melakukan proses rekrutmen. Namun, mayoritas dari mereka melihatnya sebagai “nilai tambah” pada kualifikasi utama dari kandidat, bukan sebagai persyaratan utama.
Tahun 2024 menegaskan pentingnya kecakapan AI dalam dunia kerja, di mana perusahaan umumnya menilai kemampuan AI melalui pengenalan diri kandidat (53%), pertanyaan teknis (46%), atau portofolio proyek AI (44%). Namun, hanya sebagian kecil yang menggunakan sertifikasi AI (35%) atau tugas khusus (26%). Tren ini mencerminkan kebutuhan akan keseimbangan antara keahlian inti dan literasi digital di era otomatisasi.
Baca Juga: Representasi Perempuan dalam Pengumuman Rekrutmen Bersama BUMN 2025
Di sisi lain, keberagaman, kesetaraan, dan inklusi (DEI) di tempat kerja masih menjadi topik hangat. Di Indonesia, sebanyak 56% perusahaan telah mengimplementasikan adopsi DEI, namun ini masih menjadi tugas utama perusahaan lainnya dalam memastikan adanya kesempatan dan lingkungan yang setara bagi para pekerja.
Pengetahuan AI menjadi kritis bagi kandidat di era digital, tidak hanya mengurangi bias dalam rekrutmen tetapi juga mendorong inovasi di tempat kerja. Data menunjukkan 56% perusahaan di Indonesia telah mengadopsi inisiatif DEI, seperti kebijakan anti-diskriminasi (62%) dan blind resume screening (44%). Namun, 15% masih enggan, dengan alasan utama kurangnya pemahaman akan manfaat DEI (35%) atau ketiadaan regulasi wajib (25%) dan pemanfaatan AI (16%) terus dikembangkan untuk memperkuat inklusivitas.
Jobstreet by SEEK menyoroti pentingnya kesiapan perusahaan di tahun 2025 dengan strategi rekrutmen yang adaptif dan berkelanjutan. Melalui laporan eksklusif terbaru ini, Jobstreet mendorong pelaku usaha di Indonesia untuk mengoptimalkan potensi pasar tenaga kerja dengan menawarkan fleksibilitas kerja, insentif yang kompetitif, serta adopsi teknologi seperti AI dalam proses perekrutan.
"Dalam menghadapi dinamika pasar kerja 2025, perusahaan perlu bertindak proaktif dengan strategi rekrutmen yang adaptif. Manfaatkan momentum Anggaran 2025 untuk merekrut talenta terbaik, baik secara penuh waktu maupun fleksibel. Tawarkan kompensasi kompetitif yang mempertimbangkan inflasi dan benchmark industri, serta lengkapi dengan paket tunjangan yang relevan. Kemudian, prioritaskan kandidat dengan keahlian AI, mengingat 38% talenta telah mengadopsi alat ini—sesuai dengan kebutuhan bisnis di era digital," tutup Wisnu.
(*)