Parapuan.co - Fenomena kenakalan remaja kerap menjadi perhatian serius bagi orang tua, pendidik, dan pemerintah. Di Jawa Barat, Gubernur Dedy Mulyadi belum lama ini bahkan mewacanakan untuk memasukkan anak-anak yang dianggap nakal atau bermasalah ke dalam barak militer. Wacana ini menuai pro dan kontra.
Wacana tersebut muncul sebagai respons atas meningkatnya kasus perilaku menyimpang remaja, seperti tawuran, perundungan, bolos sekolah, dan ketidakpatuhan terhadap orang tua di beberapa daerah di Jawa Barat.
Namun, sebelum langkah bernuansa hukuman ini dijalankan, penting memahami terlebih dahulu akar perilaku bermasalah pada remaja dan pendekatan efektif yang didukung oleh berbagai kajian. Yuk, simak dulu informasi berikut ini!
Kenapa Remaja Bisa Berperilaku "Nakal"?
Melansir laman Raising Children, perilaku yang dinilai tidak sopan atau tidak hormat adalah bagian umum dari perkembangan remaja, meskipun tidak semua remaja bersikap demikian. Fase remaja adalah masa di mana anak mulai membangun kemandirian dan menegaskan nilai-nilai serta pandangannya sendiri.
Akibatnya, benturan dengan orang tua atau lingkungan bisa terjadi. Pada saat yang sama, perkembangan otak remaja membuat mereka sulit mengelola perubahan emosi dan reaksi terhadap hal-hal sehari-hari maupun kejadian tak terduga.
Beberapa faktor penyebab perilaku menantang pada remaja antara lain:
- Keinginan untuk mandiri dan mencari identitas diri.
- Perubahan hormon dan fisik yang membingungkan.
- Tekanan dari teman sebaya dan pengaruh lingkungan sosial.
- Kebutuhan privasi yang bertabrakan dengan perhatian orang tua.
- Ketidakmampuan mengelola stres atau kecemasan.
- Upaya mengesankan teman atau meniru perilaku teman.
Berdasarkan perspektif lain sebagaimana dikutip dari NHS (National Health Service, Inggris), masa remaja juga diwarnai oleh pencarian identitas, kebutuhan bergaul, dan perubahan mood yang cepat.
Hal ini sering membuat remaja terlihat murung, menjauh dari keluarga, atau menolak kasih sayang orang tua. Meski terkadang menyakitkan bagi orang tua, perilaku tersebut umumnya merupakan bagian alami dari proses menjadi dewasa.
Baca Juga: Berkaca dari Adolescence, Mengapa Toxic Masculinity Mengancam Kehidupan Sosial Remaja?
Efektifkah Pendekatan Militeristik?
Rencana memasukkan anak nakal ke barak militer bisa dimaknai sebagai upaya mengendalikan perilaku dengan disiplin ketat. Namun, kajian dari Raising Children dan NHS menegaskan pentingnya pendekatan yang berbasis komunikasi, hubungan yang sehat, dan disiplin positif dibandingkan hukuman keras.
Langkah-langkah yang bisa dilakukan orang tua, guru, maupun orang dewasa lain di sekitar anak antara lain:
- Membangun komunikasi yang tenang dan terbuka.
- Tetap tenang saat remaja bersikap tidak sopan/bermasalah.
- Gunakan humor untuk mencairkan suasana.
- Berikan pujian saat mereka berkomunikasi dengan cara positif.
- Memperkuat hubungan dengan anak dan menjadi teladan.
- Tunjukkan perilaku yang ingin kita lihat dari anak.
- Ajak diskusi soal aturan keluarga dan libatkan mereka dalam penyusunan aturan.
- Kenali teman-teman anak dan dukung mereka membangun relasi positif.
- Memberi batasan yang jelas, tapi wajar.
- Tetapkan aturan perilaku dengan konsistensi.
- Fokus pada perilaku, bukan menyerang kepribadian anak.
- Berikan konsekuensi yang relevan saat aturan dilanggar, tanpa berlebihan.
- Menghindari pendekatan yang kontra-produktif.
- Hindari berdebat panjang dan memaksakan ceramah.
- Jangan menggunakan sarkasme, celaan, atau tekanan fisik.
- Tidak menumpuk terlalu banyak aturan atau larangan yang tidak realistis.
Jika perilaku remaja tidak membaik dengan cara-cara tersebut dan muncul tanda-tanda serius seperti depresi, kekerasan, lari dari rumah, atau putus sekolah, maka bantuan profesional seperti konselor sekolah, psikolog, atau dokter perlu dipertimbangkan.
Pentingnya Peran Orang Tua dalam Menjaga Keseimbangan
Mengasuh remaja memang tidak mudah. Seperti merangkum NHS, penting bagi orang tua menjaga kesehatan mental dan fisik diri sendiri. Orang tua dianjurkan untuk:
- Meluangkan waktu untuk diri sendiri.
- Bercerita atau berdiskusi dengan pasangan, teman, atau kelompok dukungan.
- Belajar teknik mengelola stres dan kecemasan.
- Menerima bahwa tidak semua waktu dengan anak akan menyenangkan, dan itu wajar.
Remaja butuh kehadiran orang tua yang tenang, konsisten, dan suportif, walau mereka tidak selalu menunjukkannya. Mereka tetap menghargai saat orang tua mendengarkan, memberikan ruang, dan membimbing dengan bijaksana.
Barak Militer Bukan Jawaban Tunggal
Wacana barak militer ala Gubernur Dedy Mulyadi memang menawarkan solusi cepat untuk menegakkan disiplin. Namun, pendekatan yang berfokus pada hukuman keras perlu dipertimbangkan matang-matang. Sebab, memahami psikologi remaja, membangun komunikasi efektif, dan menerapkan disiplin positif justru lebih berkelanjutan dalam membentuk karakter remaja yang sehat.
Alih-alih hanya menekankan hukuman, program pembinaan remaja yang menggabungkan konseling, pendidikan keterampilan hidup, penguatan keluarga, serta pendekatan komunitas bisa menjadi alternatif yang lebih komprehensif.
Dengan demikian, remaja tidak hanya patuh karena takut, tetapi juga tumbuh menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan matang secara emosional.
Baca Juga: Bisa Mengarah pada Kenakalan Remaja, Ini Tips Cegah Anak Terjebak Tekanan Teman Sebaya
(*)