Angka Menyusui di Indonesia Masih Rendah, Apa Langkah yang Harus Dilakukan?

Saras Bening Sumunar - Rabu, 23 April 2025
Angkag menyusui di Indonesia bisa dikatakan rendah.
Angkag menyusui di Indonesia bisa dikatakan rendah. staticnak1983

Parapuan.co Menyusui bukan hanya proses biologis antara ibu dan bayi, melainkan juga perjalanan emosional, sosial, dan bahkan politis yang dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal. Di Indonesia, meskipun kampanye mengenai pentingnya Air Susu Ibu (ASI) telah gencar dilakukan, kenyataannya masih banyak ibu yang menghadapi berbagai tantangan dalam menjalani proses menyusui.

Mulai dari kurangnya pengetahuan, tekanan sosial, hingga minimnya dukungan di tempat kerja, semua ini menjadi hambatan yang dapat mempengaruhi keberhasilan menyusui.

Permasalahan dan Tantangan dalam Perlindungan Ibu Menyusui

ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi, khususnya bayi berusia 0-6 bulan, yang tidak dapat tergantikan oleh makanan atau minuman lainnya. Pemberian ASI bukan hanya memenuhi hak ibu dan anak, tetapi juga memiliki banyak manfaat jangka panjang.

Anak yang mendapatkan ASI eksklusif memiliki peluang lebih tinggi untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal, serta tidak mudah sakit. Menyusui juga mempererat ikatan emosional antara ibu dan anak, yang penting untuk membentuk ketahanan pribadi dan kemandirian anak di masa depan.

Namun, Indonesia masih menghadapi berbagai tantangan besar dalam meningkatkan angka pemberian ASI eksklusif. Kemenkes menyebutkan Angka ASI eksklusif di Indonesia terus menurun, dari 64,5 persen pada tahun 2018 menjadi 52,5 persen pada tahun 2021.

Penyebab utama penurunan ini adalah kurangnya dukungan di tempat kerja, adanya promosi susu formula yang tidak etis, dan kesenjangan informasi mengenai pemberian ASI yang benar. Meskipun hasil dari Survei Kesehatan Indonesia (SKI) pada tahun 2023 menyebutkan proporsi ASI Eksklusif 0-5 bulan secara nasional adalah 68,6 persen, namun angka ini masih jauh dari target nasional yaitu 80 persen untuk capaian ASI Eksklusif.

WHO dalam laporannya pada Agustus 2023 juga mencatat bahwa Indonesia mengalami penurunan signifikan dalam pemberian ASI pada jam pertama kehidupan bayi. Hanya 48,6 persen bayi yang disusui dalam satu jam pertama setelah kelahiran pada tahun 2021, turun dari 58,2 persen pada 2018.

Penundaan pemberian ASI pada bayi baru lahir memiliki dampak negatif terhadap kelangsungan hidup bayi, serta meningkatkan risiko infeksi dan penyakit. Mia Sutanto, Ketua Umum AIMI 2007-2018, mengungkapkan bahwa penting bagi para ibu untuk memperkuat pemberian ASI pada buah hati mereka.

Baca Juga: Peran AIMI dalam Mendorong dan Mendukung Ibu Menyusui di Indonesia

"Perjalanan kebijakan pemberian makanan bayi dan anak di Indonesia memang telah menunjukkan kemajuan, namun kita masih menghadapi banyak tantangan. Kita harus memperkuat kebijakan yang mendukung pemberian ASI eksklusif dan mengurangi pengaruh negatif dari pemasaran susu formula," ujar Mia dalam webinar bertajuk 'Sebuah Refleksi 18 Tahun AIMI Terkait Kebijakan Perlindungan Menyusui di Indonesia' pada Senin (21/4/2025).

Menambahkan Mia, Lianita Prawindarti selaku Sekjen AIMI Pusat mengatakan bahwa perkembangan tren promosi susu formula yang tidak etis semakin menghambat usaha AIMI dalam mempromosikan pemberian ASI. Oleh karenanya, AIMI berkomitmen untuk terus memberikan edukasi serta edukasi pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang lebih mendukung ibu menyusui.

"AIMI berkomitmen untuk terus mendukung ibu menyusui dengan memberikan edukasi dan advokasi kepada pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang lebih mendukung ibu menyusui dan membatasi praktik pemasaran susu formula," ujar Lia.

Kemajuan dalam Kebijakan Perlindungan Ibu Menyusui

Selama 18 tahun, Indonesia telah membuat kemajuan dalam kebijakan terkait perlindungan ibu menyusui. Beberapa kebijakan signifikan yang telah diterapkan antara lain Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2012 yang mengatur pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama, Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2024, yang semakin memperkuat regulasi tentang pemasaran susu formula dan produk pengganti ASI.

Selain itu, kebijakan terbaru yang sangat penting adalah UU Nomor 4 Tahun 2024 tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak yang menegaskan hak anak dan ibu dalam menyusui, termasuk hak pendonor ASI, serta kewajiban penyediaan ruang laktasi di tempat kerja dan fasilitas umum.

Namun, meskipun ada kemajuan ini, penurunan angka ASI eksklusif masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan bersama.

WHO dan UNICEF juga terus mendorong Indonesia untuk meningkatkan dukungan kepada ibu menyusui, terutama pada minggu pertama kehidupan bayi yang sangat penting untuk keberhasilan pemberian ASI.

Baca Juga: AIMI Ungkap Cara Mendukung Perempuan yang Pesimis untuk Menyusui

(*)