Pekerjaan Perawatan Kerap Dibebankan pada Perempuan, Bisa Picu Masalah Mental

Saras Bening Sumunar - Jumat, 19 Januari 2024
Pemutaran film pendek dan diskusi tentang Eksperimen Sosial Kerja Perawatan.
Pemutaran film pendek dan diskusi tentang Eksperimen Sosial Kerja Perawatan. Gambar tangkap layar YouTube Magdelene ID

Parapuan.co - Mengasuh anak, merawat orang tua yang sakit hingga memasak dan bersih-bersih lebih sering dibebankan kepada perempuan.

Jenis-jenis pekerjaan perawatan tersebut dianggap 'lebih cocok' dilakukan perempuan dibandingkan laki-laki, dengan alasan itu adalah 'kodrat'nya kaum hawa.

Masih banyak orang yang menganggap bahwa kerja keperawatan merupakan bagian dari status mereka sebagai anak, istri, hingga ibu.

Ada beragam alasan mengapa pemikiran ini muncul di masyarakat, termasuk karena konstruksi sosial.

Padahal pada kenyataannya, pekerjaan perawatan ini cukup menyita waktu dan tenaga.

Sebagai informasi, kerja keperawatan merupakan pekerjaan untuk memenuhi kebutuhan orang lain, baik itu orang tua, anak, disabilitas, hingga kebutuhan lainnya.

Dengan beban berat harus melakukan pekerjaan perawatan, membuat perempuan lebih rentan memiliki masalah kesehatan mental.

Bahkan kondisi bisa menjadi lebih buruk jika perempuan tidak mendapatkan dukungan dari orang-orang sekitar.

Untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya pembagian beban yang merata pada pekerjaan perawatan antara perempuan dan laki-laki, International Labour Organization (ILO) pun melakukan pemutaran film pendek dan diskusi tentang Eksperimen Sosial Kerja Perawatan (18/1/2024).

Baca Juga: Benarkah Pekerjaan Perawatan Hanya untuk Perempuan? Ini Kata Ahli

Dalam film pendek tersebut melibatkan lima perempuan yang menceritakan pengalaman mereka melakukan pekerjaan perawatan, yakni Natalia (43), Erna (49), Arni (35), Emmy (39), dan Riris (53).

Dalam kesempatan tersebut, Riris menceritakan pengalamannya mengurus ayahnya yang sakit.

Bahkan, Riris memilih untuk melakukan pensiun dini demi bisa merawat orang tuanya.

Apa yang dilakukan oleh Riris ini mungkin dipandang sebagai bakti anak kepada orang tua.

Di sisi lain, banyak yang melupakan bahwa merawat orang tua sama dengan mempertaruhkan kesehatan mentalnya.

"'Ngurus orang tua kan pahala, ibadah. Tapi orang kadang lupa kalau mengurus orang tua itu sebenarnya kita juga mempertaruhkan kesehatan mental kita," ucap Riris.

Tak dipungkiri, apa yang dilakukan Riris ini kerap kali membuatnya mengalami lelah fisik dan mental.

Bahkan, bisa disebut tidak ada waktu cuti untuk Riris dalam mengurus orang tuanya.

Baca Juga: Komnas Perempuan Dorong Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perempuan Pekerja

Early D. Nuriana, Koordinator Program ILO untuk Pekerjaan Perawatan, menyebutkan bahwa isu pekerjaan perawatan ini merupakan isu yang cukup kompleks.

"Ibu-ibu ini butuh support, mereka enggak bisa cuti. Pekerjaan rumahan enggak bisa cuti," jelas Early.

Sayangnya, ditegaskan juga olehnya, bahwa masih banyak yang menganggap kerja perawatan sebagai hal yang rendah.

Padahal ada banyak hal yang harus dipertaruhkan dalam melakukan pekerjaan perawatan.

Maka dari itu penting bagi kita untuk turut membantu memberikan dukungan bagi mereka yang melakukan pekerjaan perawatan.

Salah satu cara untuk mendukung pelaku pekerja perawatan adalah memberikan dukungan, termasuk dukungan emosional.

Lebih lanjut, Early berharap agar masyarakat bisa menganggap pekerjaan ini sebagai hal yang sangat bernilai.

"Selain dari keluarga, harusnya ada sistem yang men-support secara tersruktur," pungkasnya.

Kawan Puan juga bisa menyaksikan film pendek soal kerja perawatan dengan menontonnya di video di bawah ini.

 Baca Juga: Seperti Maria Indra Rawat Suami yang Stroke, Ini Pentingnya Support System untuk Para Caregiver

(*)