Margery Kraus CEO APCO Worldwide Beberkan Cara Bangun Ruang Aman untuk Perempuan dan Anak di Dunia Digital

Rizka Rachmania - Jumat, 3 November 2023
Cara membangun ruang aman di internet untuk perempuan dan anak yang kerap jadi korban kejahatan menurut Margery Kraus, Founder dan CEO APCO Worldwide.
Cara membangun ruang aman di internet untuk perempuan dan anak yang kerap jadi korban kejahatan menurut Margery Kraus, Founder dan CEO APCO Worldwide. Edwin Tan

Parapuan.co - Internet dan dunia digital belum sepenuhnya aman untuk anak-anak dan perempuan yang kerap kali jadi korban kejahatan cyber. Anak-anak dan perempuan riskan jadi korban penipuan, kekerasan, dan lainnya saat menggunakan internet.

Fakta memilukan dirilis oleh WeProtect Global Alliance melalui Global Threat Assessment Report yang dipublikasikan di Saudi Arabia (17/10/2023).

Diketahui bahwa ternyata terdapat peningkatan kasus pelecehan seksual terhadap anak sejak tahun 2019 sebesar 87 persen, dengan lebih dari 32 juta laporan secara global, di mana kebanyakan pelecehan seksual pada anak tersebut terjadi secara online

Ironisnya, berdasarkan catatan Internet Watch Foundation, terdapat peningkatan sebesar 360% dalam citra seksual yang dibuat sendiri oleh anak-anak berusia 7-10 tahun dari tahun 2020 hingga 2022.

Berdasarkan data dari Global Threat Assessment, terdapat 1,878,011 laporan kasus di tahun 2022 yang terjadi di Indonesia. Ironisnya, laporan tersebut meningkat dari tahun ke tahunnya, yang mana pada tahun 2020 terdapat 986,648 laporan kasus.

Sejak awal tahun 2023 pun, banyak pelaku menggunakan artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan untuk membuat materi pelecehan seksual terhadap anak dan mengeksploitasi mereka.

Bukan cuma anak, siapa saja, termasuk perempuan dan laki-laki, tua maupun muda, bisa jadi korban penipuan dengan memanfaatkan AI yang menyerupai seseorang yang mereka kenal.

Seperti yang diungkapkan oleh Margery Kraus, Founder dan CEO APCO Worldwide dalam wawancara eksklusif bersama PARAPUAN, Rabu, (1/11/2023). Margery mengungkapkan bagaimana kecerdasan buatan macam AI disalahgunakan untuk tindak kejahatan.

"Saat ini di Amerika Serikat ada banyak hal yang terjadi di dunia maya, di mana beberapa pelaku kejahatan menciptakan situasi di mana mereka akan menggunakan kecerdasan buatan untuk menciptakan suara seorang anak yang terdengar seperti cucu kalian," ucap Margery Kraus yang punya sembilan cucu ini.

Baca Juga: Darurat Pelecehan Online pada Anak, Ini yang Harus Dilakukan

"Dan kemudian mereka akan menelepon kakek dan neneknya, mereka akan memutar rekaman bahwa anak mereka, cucu mereka, sedang dalam masalah dan membutuhkan uang, dan mereka tidak mau menelepon orang tua mereka," tambahnya.

Margery menuturkan bahwa sebagai akibatnya, korban penipuan akan lansung percaya bahwa itu adalah cucu ataupun seseorang yang mereka kenal, sehingga tak ragu untuk mengirimkan uang.

Kejahatan dengan menggunakan AI seperti ini bisa terjadi pada siapa saja, bahkan termasuk orang yang pintar dan terpelajar sekalipun.

Oleh karena itu, demi mencegah perempuan dan anak, atau siapapun itu, jadi korban penipuan online di dunia digital dengan memanfaatkan kecerdasan buatan, Margery Kraus memiliki beberapa saran.

Di mana saran yang disampaikan oleh Margery Kraus ini bisa mendorong terciptanya ruang aman untuk perempuan dan anak di dunia digital.

1. Mendidik Perempuan dan Anak tentang Hal yang Harus Diwaspadai

Margery Kraus menekankan pentingnya mendidik atau mengedukasi perempuan dan anak tentang hal-hal yang harus mereka waspadai di dunia digital.

"Saya pikir kita harus memastikan bahwa kita mengedukasi perempuan dan anak-anak tentang beberapa hal yang harus mereka waspadai," ucapnya.

2. Memvalidasi Kebenaran

Baca Juga: Artificial Intelligence (AI) dan Masa Depan Kesetaraan Gender

Margery Kraus juga menekankan pentingnya memvalidasi kebenaran tentang apapun yang kita dapat dari internet dan dunia digital untuk mencegah kita jadi korban penipuan.

"Jadi menjadi sangat penting untuk mengetahui bagaimana memvalidasi informasi tersebut," ucapnya.

Ia mencontohkan jika saja mendapat telepon dari seseorang yang mengatakan rekening bank Kawan Puan akan ditutup, maka harus cari tahu dulu kebenarannya dengan datang langsung ke kantor bank, misalnya.

"Jika kalian mendapat semacam pertanyaan dan mereka mengatakan akan menutup rekening bank kalian, kalian harus memeriksa ke bank sebelum melakukan sesuatu yang dilakukan oleh seseorang yang tidak kalian kenal secara online. Kalian berhak untuk curiga," tuturnya.

3. Tidak Bersikap Emosional

Penipu kerap kali menyerang sisi emosional korbannya agar bertindak sesuai dengan perasaan alih-alih pikiran yang jernih. Penipuan dengan suara maupun sosok yang kita kenal dalam kesulitan ampuh untuk membangkitkan emosional kita.

Oleh karena itu, Margery Kraus mengatakan betapa pentingnya untuk tidak bersikap emosional dan tergesa-gesa ketika ada seseorang mengatakan adalah orang yang dikenal.

"Tidak langsung bereaksi terhadap sesuatu yang emosional seperti itu. Itu semua mungkin hanya rekayasa dan sayangnya ini sering terjadi," tuturnya.

4. Saling Belajar Antar Generasi

Untuk menciptakan ruang aman untuk anak-anak dan perempuan, penting antar generasi untuk saling belajar dan memperbarui ilmu pengetahuan tentang dunia digital. Pasalnya, bisa jadi anak-anak lebih cerdas dibanding orang tua atau kakek neneknya.

"Dan saya pikir, satu hal lagi yang ingin saya katakan adalah bahwa anak-anak kita mungkin lebih pintar daripada kita dalam hal ini dan saya tahu saya sudah bilang, saya punya sembilan cucu," ucap Margery.

"Jadi mereka tentu saja lebih pintar dalam banyak hal di dunia maya dibandingkan saya dan saya pikir kami belajar dari satu sama lain," ungkapnya.

"Jadi menurut saya bagian dari hal ini adalah melanjutkan pendidikan bagi anak-anak kita dan kemudian semacam pertukaran multigenerasi untuk mendapatkan informasi tentang apa yang telah kita pelajari dari mereka, sehingga kita dapat mengajari mereka sebagai bagian dari masa depan, dan bahwa kita memanfaatkan perbedaan keunggulan," pungkasnya.

Baca Juga: Cara Artificial Intelligence (AI) Pengaruhi Ketimpangan Gender

(*)

Penulis:
Editor: Rizka Rachmania