Anneila Firza Kadriyanti

Pengamat komunikasi politik gender; founder dan pegiat literasi digital Mari Melek Media; feminist blogger.

Poligami: The Uncovered, Menguak Aturan Poligami dan Posisi Perempuan

Anneila Firza Kadriyanti Jumat, 2 Juni 2023
Aturan PNS laki-laki boleh poligami tapi PNS perempuan dilarang jadi istri kedua.
Aturan PNS laki-laki boleh poligami tapi PNS perempuan dilarang jadi istri kedua. cglade

Tulisan ini merupakan pandangan pribadi dari penulis.

 


Parapuan.co - Karena perubahan cuaca ekstrem yang akhir-akhir ini tengah melanda Indonesia, hujan-panas dan terik matahari yang membara telah menjadikan Analis Hukum Akhli Madya Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengalami “korsleting” saat penyampaian materi seminar di acara Sosialisasi dan Bimbingan Penyelesaian Permasalahan Kepegawaian pada 25 Mei 2023 silam di kantor pusat BKN.

Penulis mengalami frustrasi antara judul seminar yang berhubungan dengan cara menyesaikan masalah kepegawaian di BKN, dengan pernyataan yang keluar mengenai praktik poligami yang boleh dilakukan oleh aparatur sipil negara (ASN) laki-laki.

Baca Juga: Aturan Poligami PNS Viral di TikTok, Ketahui Ada Syarat Persetujuan dari Istri Sah

Apakah ketika ASN laki-laki memiliki istri lebih dari satu, secara statistik telah terbukti produktivitas dan hasil kerja mereka jauh melampaui target?

Apakah ASN laki-laki yang berpoligami secara nyata memang memiliki prestasi yang lebih baik dibandingkan ASN perempuan yang merupakan istri ke-3?

Apakah masalah kepegawaian ASN di BKN langsung sirna ketika para laki-lakinya menjalankan poligami?

Fakta Poligami Tanpa Provokasi

Sejatinya, praktik poligami tidak separah dan sebebas seperti yang diberitakan oleh media-media dengan judul provokatif demi meraup clickbait.

Fakta statistik dari Pew Research Center menunjukkan, hanya 2% dari total populasi manusia secara global yang menjalankan praktik poligami.

Mayoritas pelegalan pernikahan poligami terjadi di negara-negara kawasan Afrika sub-Sahara, Timur Tengah, subkontinen India, dan negara dengan mayoritas Muslim.

Sementara kawasan Eropa dan Amerika hanya melegalkan pernikahan monogami.

Walaupun legalitas poligami diberlakukan di negara tertentu dan dalam budaya tertentu, praktiknya lebih banyak pernikahan monogami yang terjadi.

Islam pun bukan menjadi satu-satunya ajaran agama yang memperbolehkan poligami.

Dalam kepercayaan Buddha, pernikahan merupakan sebuah peristiwa sekuler yang disesuaikan dengan kebiasaan budaya setempat.

Ajaran Hindu pun telah lama memperkenalkan tentang poligami, khususnya dalam transkrip-transkrip eposnya.

Di Amerika Serikat yang walaupun secara legal hanya mengizinkan pernikahan monogami, banyak dari penganut agama Kristen Mormon juga melakukan poligami.

Penulis akan sedikit menyorot tentang poligami dalam Islam, sebab Indonesia merupakan negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia.

Baca Juga: Ridwan Kamil Tanggapi Usulan Poligami untuk Cegah Penyebaran HIV/AIDS

Meskipun konstitusi negara tidak menyebutkan Indonesia sebagai negara Islam, pada hakikatnya ajaran Islam memainkan peran terbesar dalam sistem politik dan sosial budaya di negeri ini.

Legalitas poligami dalam Islam tertuang dalam Surat An-Nisa ayat 3 yang memperbolehkan menikahi perempuan hingga sampai empat orang. “…maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat.”

Kebanyakan yang menjadi landasan poligami bagi para suami hanya membatasi diri mereka terhadap ayat ini. Namun mungkin tidak meneruskan kelanjutan ayatnya hingga selesai yang berbunyi,

“Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja…”

Perlu pula menjadi perhatian, bahwa Al Quran pun membatasi pernikahan poligami seperti yang juga termaktub dalam Surat An Nisa ayat 129 berikut:

“Dan kamu tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu) walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian…”

Al Quran yang merupakan firman Allah SWT telah menyebutkan kecenderungan hati laki-laki untuk condong pada salah satu pihak, sehingga dipastikan tidak akan bisa memberikan keadilan pada istri-istri lainnya.

Oleh karenanya, poligami merupakan hal yang diperbolehkan tapi dapatlah disimpulkan menjadi suatu perkara yang tidak dianjurkan apabila tidak bisa berlaku adil.

Sebab pada praktiknya, pernikahan poligami lebih cenderung merugikan perempuan, terutama dari sisi kesehatan mental istri pertama.

Posisi Perempuan Istri di Mata Negara

Merujuk pada Undang-Undang Perkawinan yang mengatur poligami, pada asas dan hakikatnya tetap disebutkan bahwa suatu pernikahan hanya boleh terdiri dari satu suami dan satu istri saja.

Baca Juga: Sinetron Indosiar Tuai Kecaman Karena Mengandung Unsur Poligami Anak di Bawah Umur

Poligami di Indonesia hanya diizinkan dalam situasi tertentu, serta harus memperoleh izin dari istri pertama serta pengadilan agama.

Adapun mengenai aturan ASN yang ingin berpoligami turut pula diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 10 Tahun 1983 yang kemudian diperbaharui lewat PP No.45 Tahun 1990.

Aturan ini kurang lebih sama seperti UU Perkawinan, dengan tambahan ASN yang ingin berpoligami harus juga meminta izin kepada pejabat atasannya apabila ingin menambah istri baru.

Sayangnya PP tentang ASN yang berpoligami sekaligus UU Perkawinan (meskipun sudah diperbaharui di tahun 2019) ini merupakan produk usang yang tidak mengalami perubahan signifikan untuk lebih pro terhadap perempuan.

Baik UU dan PP ini sama-sama mengizinkan laki-laki berpoligami dengan alasan yang menyudutkan perempuan, yakni apabila perempuan sebagai istri mengalami sakit parah, tidak bisa menjalankan fungsi seksual, serta tidak mampu memberikan keturunan.

Dengan kata lain, negara memposisikan perempuan istri sebagai objek seks dan pabrik penghasil bayi.

Bilamana istri pertama mengalami disfungsi seksual dan tidak mampu memproduksi bayi, maka laki-laki ‘dilegalkan’ dan ‘dianjurkan’ untuk mencari perempuan lain yang dapat memproduksi bayi dan memuaskan hasrat seksualnya.

UU Perkawinan dan PP ini tidak mengakomodasi kepentingan perempuan sebagai subjek dalam perkawinan yang juga memiliki hasrat dan naluri seks yang sama.

Tidak ada aturan yang eksplisit menyebutkan ketika suami tidak mampu menjalankan fungsinya akibat impotensi atau disfungsi pada spermanya, istri boleh menuntut cerai dan menikahi laki-laki lain yang bisa menjalankan fungsi tersebut.

Baca Juga: Pandangan Kartini Soal Poligami yang Menjadi Polemik hingga Saat Ini

Pembuatan undang-undang dan peraturan pemerintah didesain dalam model male by default. Diciptakan dan didesain sedemikian rupa untuk melanggengkan supremasi laki-laki dan demi keuntungan para pejantan.

Perempuan ditempatkan semata sebagai objek seksual demi keuntungan dan kepentingan laki-laki (Beauvoir, 1949).

Pemilih Perempuan Berhenti Memilih Penyelenggara Negara Seksis

Keberhasilan gerakan global #MeToo dan meningkatnya kesadaran perempuan untuk menyuarakan hak-hak dan kepentingannya telah menjadi pelecut bagi banyak perempuan untuk melawan dominansi laki-laki yang tidak menguntungkan perempuan.

Gerakan-gerakan ini akan semakin mudah dan masif dilakukan melalui pemanfaatan teknologi digital di ruang virtual.

Momen tentang pejabat BKN yang justru “menyemangati” praktik poligami yang kebanyakan merugikan perempuan, harus menjadi pengingat bagi para perempuan bahwa selama ini masih terpatri hegemoni penindasan dan pemakluman terhadap sikap-sikap laki-laki yang merendahkan perempuan.

Apalagi saat ini kita tengah memasuki tahun politik, dan tahun depan akan memilih langsung penyelenggara negara lewat pemilu.

Jumlah pemilih perempuan pada pemilu mendatang sedikit lebih banyak daripada pemilih laki-laki.

Sepatutnya kini para perempuan memilih para penyelenggara negara yang memiliki perspektif feminin dan menerapkan kebijakan yang lebih memihak perempuan.

Dengan demikian, pemerintahan selanjutnya dapat mengamandemen dan menghapuskan undang-undang diskriminatif yang seksis, serta menciptakan peraturan yang pro perempuan.

Kini saatnya perempuan berhenti memilih pejabat negara yang seksis! Dan melawan narasi negara yang seksis!

Catatan Penulis: Penulis tidak menentang poligami. Namun perlu diperhatikan apabila poligami memiliki lebih banyak manfaat atau kerugian bagi perempuan.

Sebab selama ini tren yang beredar masih banyak menunjukkan, poligami didasarkan pada pemenuhan kebutuhan biologis laki-laki ketimbang melaksanakan sunnah Nabi.

Selalu ingat, bahwa persetujuan poligami adalah hak istri pertama.

Bila suami melakukan poligami tanpa izin istri pertama, suami dapat diancam dengan hukuman pidana. (*)