Mengintip Gambaran Penjara Perempuan di Indonesia dari Cerita Baiq Nuril

Alessandra Langit - Sabtu, 18 Februari 2023
Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU ITE) Baiq Nuril Maknun (tengah) menyaksikan rapat kerja Komisi III DPR dengan Menkumham di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/7/2019).
Terpidana kasus pelanggaran Undang-Undang Transaksi dan Informasi Elektronik (UU ITE) Baiq Nuril Maknun (tengah) menyaksikan rapat kerja Komisi III DPR dengan Menkumham di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (24/7/2019). Kompas.com

Baca Juga: Tak Seperti yang Dibayangkan! Begini Rutinitas Napi di Lapas Wanita

"Setelah seminggu saya ada di sana, ada salah satu narapidana yang mendekati saya dan bilang, 'Bu ini ada yang harus dibayar'," cerita Nuril.

Siapa sangka, tempat yang ditanggung negara tersebut masih menarik biaya untuk tempat tidur, hal esensial manusia.

Nuril bercerita bahwa uang yang dibayarkan dan status senior di penjara perempuan yang akan menjamin seorang tahanan bisa tidur dengan pulas.

Dalam satu penjara perempuan tersebut, ada tahanan yang punya kasur dan ada yang tidak.

Nuril, tahanan baru, harus beristirahat di atas lantai beralasan tikar, tanpa kasur yang nyaman untuk tidur.

"Kalau masih baru tidur di ruangan besar tapi tidak punya kasur, kayak saya yang baru masuk harus tidur beralasan tikar plastik," kilas balik Nuril.

Fasilitas di penjara perempuan tempat Baiq Nuril ditahan pun tidak selalu dapat dinikmati secara cuma-cuma.

Salah satunya adalah fasilitas telepon yang ternyata berbayar dan dibatasi hanya boleh digunakan selama sepuluh sampai 15 menit.

Jika penjara dalam bayangan kita merupakan jeruji besi seperti di film-film kriminal, imaji tersebut dapat dipatahkan dengan cerita dari Baiq Nuril.

Penulis:
Editor: Linda Fitria