Ini Cara Sarra Tobing, Zsazsa dan Mimashafa Menghadapi Standar Kecantikan Semu

Citra Narada Putri - Jumat, 7 Oktober 2022
Acara Her Story Her Power bersama Gemat, Sarra Tobing, Zsazsa dan Mimashafa.
Acara Her Story Her Power bersama Gemat, Sarra Tobing, Zsazsa dan Mimashafa. Dok. PARAPUAN/Citra Narada

Parapuan.co - Masih banyak dari kita yang terjebak dengan standar kecantikan semu yang mengatakan bahwa perempuan cantik adalah mereka yang berambut lurus, bertubuh langsing, dan memiliki kulit putih.

Standar kecantikan ini selama puluhan tahun telah mendikte kehidupan perempuan.

Seakan-akan, mereka yang tak memenuhi standar-standar semu tersebut bukanlah perempuan yang sesungguhnya.

Gerah akan pandangan tersebut, tiga influencer membagikan pandangan mereka tentang bagaimana seharusnya menghadapi standar kecantikan yang kerap jadi tuntutan di masyarakat. 

Hal tersebut mereka sampaikan dalam acara panel diskusi Her Story Her Power yang dipandu Gemat (Sailor Money) dan diadakan oleh Foot Locker dan Puma Indonesia pada Jumat (7/10/2022), yang juga dihadiri PARAPUAN. 

Dalam acara tersebut, Mimashafa, seorang digital creator mengatakan bahwa standar kecantikan yang berlaku di masyarakat terlalu banyak. 

Memang, sejak puluhan tahun lalu banyak orang yang menganggap cantik itu mereka yang kurus langsing.

Namun menurut perempuan yang akrab dipanggil Mima tersebut, dengan perkembangan zaman, juga ada yang melihat bahwa cantik itu mereka yang bertubuh curvy

"Jadi aku merasa tidak relevan sekarang ini mengikuti beauty standard tertentu. Jadilah apapun yang kamu inginkan, menjadi apapun yang membuatmu merasa nyaman dengan tubuhmu," papar Mima.

Baca Juga: Viral di TikTok Istilah Mask Fishing, Standar Kecantikan saat Pakai Masker

Sementara menurut Zsazsa, model dengan vitiligo dan influencer, menilai bahwa terkadang standar kecantikan masih menjebak para perempuan di usia remaja. 

"Menurut aku untuk remaja yang masih mencari jati diri, itu (standar kecantikan) masih relate dengan mereka. Somehow mereka masih melihat bahwa yang cantik itu yang kurus dan putih," ujar Zsazsa.

Hal ini juga dipengaruhi oleh apa yang dilihat oleh para remaja di media sosial.  

Namun bagi mereka yang sudah dewasa, punya pengalaman dan pandangan yang telah terbentuk, tak lagi mudah terganggu dengan adanya standar kecantikan yang kerap ada di masyarakat. 

"Sementara untuk generasinya yang lebih dewasa lebih bisa menilai dirinya sendiri," ujarnya lagi. 

Sedangkan Sarra Tobing, content creator dan creative director justru melihat standar kecantikan hanyalah sebuah fase dalam hidup yang harus dilewati oleh semua orang. 

Semakin bertambahnya usia kita, maka standar kecantikan akan turut berubah.

"Ada masanya gue mengikuti standar kecantikan just for fun. Misalnya kayak ada fase iseng aja rambutnya pengen lurus, terus kemudian ikal-ikal," ujar Sarra.

Ia mengingatkan bahwa tak perlu khawatir dalam menghadapi standar kecantikan, karena jika terus mengikutinya terus menerus hanya akan membuat kita lelah.

Baca Juga: Brand Kecantikan Lokal Pakai Brand Ambassador Artis Korea, Apa Dampaknya bagi Standar Kecantikan?

Di sisi lain, ketiga influencer sepakat bahwa di balik standar kecantikan yang masih ada di masyarakat, bisa diatasi dengan menggunakan platform media sosial secara tepat untuk berbagi pesan yang memberdayakan. 

Seperti yang dikatakan oleh Sarra, sebenarnya media sosial seperti halnya pisau bermata dua, bisa jadi memberdayakan sekaligus menjatuhkan sesama perempuan jika tidak digunakan dengan benar. 

Namun ia percaya bahwa semua platform media sosial bisa menjadi wadah bagi perempuan untuk memberdayakan perempuan lainnya.

Hal tersebut juga diamini oleh Zsazsa. "Media sosial bisa menjadi platform yang menginspirasi, tapi sometimes juga bisa jadi ajang membandingkan diri," ujarnya. 

Tapi, Zsazsa melihat bahwa kini semakin banyak pesan-pesan pemberdayaan, termasuk bagaimana mencintai diri sendiri, yang justru disebarkan melalui media sosial.

Sehingga ia percaya bahwa hal tersebut tergantung bagaimana kita melihat sesuatu. 

Begitu juga yang dikatakan oleh Mimashafa bahwa akan selalu ada hal baik dan buruk dari penggunaan media sosial.

"Cuman media sosial itu kan sesuatu yang wide banget. Jadi tergantung bagaimana perspektif kita, apakah kamu ingin memfilter hal yang negatif atau kamu ingin menerima yang positif," ujar Mima. 

(*)

Baca Juga: Nyaman dengan Kecantikan Versi Sendiri, Minimal Rilis Koleksi yang Dukung Body Positivity