Bayi Prematur dan Berat Lahir Rendah Tingkatkan Risiko Stunting

Ericha Fernanda - Rabu, 27 Juli 2022
Bayi prematur dan bayi berat lahir rendah (BBLR) termasuk risiko tinggi terjadinya stunting.
Bayi prematur dan bayi berat lahir rendah (BBLR) termasuk risiko tinggi terjadinya stunting. metinkiyak

Parapuan.co - Di Indonesia, stunting masih menjadi perhatian karena berdampak pada kualitas sumber daya manusia.

Indonesia menargetkan penurunan angka prevalensi stunting menjadi 14% di tahun 2024.

Stunting atau kondisi gagal tumbuh pada anak balita dipicu oleh banyak hal, salah satunya adalah kurangnya kecukupan gizi anak pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Intervensi gizi terhadap anak yang memiliki risiko stunting, seperti bayi prematur dan bayi berat lahir rendah (BBLR) menjadi penting dilakukan.

Umumnya stunting terjadi di 1000 HPK yaitu, 20% stunting terjadi sejak saat kelahiran, 20% terjadi pada 6 bulan pertama, 50% terjadi pada 6-24 bulan, dan 10% terjadi pada tahun ketiga.

Sebanyak 20% stunting yang terjadi sejak saat kelahiran dialami oleh bayi prematur dan bayi berat lahir rendah (BBLR).

Oleh sebab itu, pemberian gizi pada ibu hamil dan perawatan khusus pada bayi baru lahir dengan gejala stunting sangat krusial.

Hal ini karena kekurangan gizi pada periode tersebut berdampak permanen dan sulit diperbaiki di masa mendatang.

Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan RI, dr. Erna Mulati, M.Sc, CMFM mengatakan, 1 dari 4 balita Indonesia mengalami stunting.

Baca Juga: Mengenal Stunting, Gangguan Tumbuh Anak yang Wajib Diketahui Semua Ibu

"Tahun 2021, berdasarkan Survey Status Gizi Balita Indonesia angka prevalensi stunting turun menjadi 24,4% artinya hampir 1 dari 4 balita Indonesia mengalami stunting," katanya saat konferensi pers, (25/7/2022).

Meski terjadi penurunan, lanjut dr. Erna, angka tersebut masih jauh dari target pemerintah yaitu 14% di tahun 2024 sehingga perlu dilakukan berbagai upaya pencegahan stunting.

Upaya Mencegah Stunting

dr. Erna mengatakan bahwa penurunan stunting merupakan 1 dari 9 program kesehatan prioritas nasional.

"Berdasarkan hal itu, upaya mencegah stunting dilakukan melalui intervensi spesifik dan intervensi sensitif," imbuhnya.

Intervensi spesifik utamanya pada 1000 Hari Pertama Kehidupan dan bahkan jauh sebelum ibu hamil.

Sedangkan, intervensi sensitif dilakukan melalui berbagai kegiatan pembangunan di luar sektor kesehatan yang mendukung penurunan stunting dan dikoordinasikan oleh BKKBN.

dr. Erna menyebutkan ada beberapa intervensi spesifik untuk mencegah stunting, antara lain:

Baca Juga: Tak Hanya Dibebankan Pada Perempuan, Pria Ber-KB Itu Keren, Penting untuk Merencanakan Kehamilan dan Mencegah Stunting

1. Tablet tambah darah bagi remaja putri (rematri) 12-17 tahun.

2. Pemeriksaan Hb bagi rematri kelas 7 dan 10.

3. Pemeriksaan kehamilan sesuai standar menjadi 6 kali.

4. Tablet tambah darah bagi ibu hamil minimal 90 tablet selama kehamilan.

5. Pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil dengan kurang energi kronis.

6. ASI eksklusif.

7. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita.

8. Pemberian makanan tambahan bagi balita gizi kurang.

9. Tatalaksana balita gizi buruk.

10. Imunisasi dasar lengkap bagi seluruh balita.

Jadi, selain mempersiapkan kehamilan sehat, nutrisi dan kesehatan ibu dan bayi baru lahir sangat penting untuk mencegah stunting ya, Kawan Puan.

Baca Juga: 5 Tips Mencegah Stunting pada Anak, Bisa Dimulai Sejak dalam Kandungan

(*)

Penulis:
Editor: Rizka Rachmania

Mengenal Apa Itu Rabun Senja, Mulai dari Gejala hingga Penyebabnya