Naila Rizqi, Co-Coordinator Women's March Jakarta yang Merasa 'Salah' Masuk Jurusan Hukum

Aulia Firafiroh - Kamis, 3 Maret 2022
Naila Rizqi
Naila Rizqi Parapuan

Setelah itu, Naila banyak terjun langsung memberikan bantuan hukum bagi orang-orang yang kesusahan mendapat akses.

"Dari situ aku banyak mengetahui dunia aktivisme dan banyak memberi bantuan hukum. Jadi tahun 2012 sampai aku lulus kuliah, aku mengabdi di Garwita Institute. Jadi banyak bantuin narapidana-narapidana di dalam lapas yang nggak punya akses terhadap bantuan hukum, terutama yang anak-anak," cerita Naila mengenai perjalanan kariernya usai lulus kuliah.

Sejak saat itulah, Naila merasa dirinya tidak cocok menjadi seorang pengacara yang memakai permasalahan orang sebagai ladang keuntungan.

"Karena hal itu, aku semakin yakin kalau aku nggak mungkin nih jadi pengacara profit. Kayaknya nggak akan tega menjadikan ketidakadilan yang dialami orang lain atau menjadikan masalah orang lain sebagai sumber penghasilan dengan melihat realitas di lapas pada waktu itu. Nah dari situ aku memutuskan untuk jadi pengabdi bantuan hukum aja," papar Naila.

"Kemudian aku ke Jakarta dan bekerja di LBH Masyarakat. Dari situ, mataku mulai terbuka soal hak-hak teman-teman kelompok marjinal seperti orang-orang dengan narkotika, orang yang mengidap HIV/AIDS, orang-orang LGBTIQ, pekerja seks, dan masih banyak lagi. Nah setelah itu aku semakin terjun ke isu hak asasi manusia dan kelompok rentan," lanjutnya.

Naila kemudian bergabung dengan Jakarta Feminist dan banyak mengadvokasi kasus kekerasan terhadap perempuan dan minoritas gender lainnya.

"Tahun 2016, aku mewakili Komnas Perempuan bersama teman-teman LBHI  membantu teman-teman LGBTIQ yang mendapat kriminalisasi. Dari situ juga, aku jadi lebih banyak mengerjakan kasus hukum soal gender dan seksualitas. Di tahun yang sama aku bergabung dengan Jakarta Feminist Discussion Group karena pada saat itu aku jadi spokesperson tim advokat Komnas Perempuan,"

"Disitu aku membantu menginformasikan tim advokatnya Komnas Perempuan seperti menjelaskan apa yang terjadi di dalam persidangan dan strategi apa yang harus kita gunakan untuk melawan argumentasi dengan lawan ke teman-teman jaringan, termasuk ke teman-teman pegiat feminis," cerita Naila panjang lebar.

Perempuan lulusan Universitas Jember ini juga menceritakan awal mula berdirinya Women's March Indonesia khususnya di Jakarta. 

Baca juga: Desi Remora, Pengusaha Tas dan Sepatu Kulit Berbasis Ramah Lingkungan di Malang

"Lalu pada akhir tahun, teman-teman feminis yang di Jakarta mulai tuh konsolidasi untuk merespon putusan MK (Mahkamah Konstitusional) dan isu global seperti terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS. Nah, dari situ kita bikin solidaritas yang tergerak dari gerakan Women's March AS yang mecoba melawan misoginisme di sana. Yang pada saat itu, kita coba kontekstualisasikan dengan masalah yang ada di Indonesia," cerita perempuan yang mengidolakan Ketua MK perempuan pertama di Indonesia, yakni Maria Farida.

"Pada saat itu, tahun 2016-2017, mencoba membawa isu diskriminasi perempuan dan kaum minoritas lainnya. Kemudian terbentuklah Women's March Jakarta. Awalnya memang gerakan solidaritas dan kini menjadi gerakan tempat menyuarakan hak perempuan dan masyarakat marjinal lainnya yang inklusif di Indonesia," tambahnya lagi.

 "Aku sebelumnya di LBH Masyarakat pada tahun 2017-2019. Terus aku melahirkan. Nah, tahun 2020, aku resmi bekerja di Jakarta Feminist,"

Selama menjalani peran ganda sebagai ibu dan perempuan berkarier, Naila merasa beruntung karena memiliki tempat kerja yang ramah bagi dirinya dan suami yang terus mendukungnya.

Sebagai sosok ibu dan juga pekerja kemanusiaan, sosok Naila Rizqi sungguh menginspirasi ya, Kawan Puan! (*) 

Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh