Beda Aib dan Kekerasan dalam Rumah Tangga, Ini Penjelasan Psikolog

Ericha Fernanda - Jumat, 4 Februari 2022
Kekerasan dalam rumah tangga
Kekerasan dalam rumah tangga MarsBars

Parapuan.co - Baru-baru ini, topik kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi trending topic di Twitter karena isi ceramah Oki Setiana Dewi.

Banyak warganet menilai Oki menormalisasi KDRT karena mengategorikannya sebagai aib dalam rumah tangga.

Padahal, aib dan kekerasan adalah dua hal berbeda. Aib adalah suatu cela dari seseorang yang perlu disembunyikan.

Sementara, kekerasan adalah perilaku menyimpang dan tidak bisa ditoleransi karena melukai fisik maupun mental.

Masalahnya, sebagian korban cenderung malu untuk mengungkap kekerasan dalam rumah tangganya.

Akibatnya, kekerasan terus berulang. Selain itu, korban akan semakin tertekan karena tidak adanya dukungan dan bantuan.

Korban perlu dukungan

Psikolog Personal Growth Ivana Kamilie, M.Psi, menjelaskan bahwa banyak korban malu dan menganggap KDRT adalah ranah keluarga.

Selain itu, korban merasa takut apabila pelaku kekerasan semakin buruk karena menceritakan KDRT kepada orang lain.

Baca Juga: Dinilai Normalisasi KDRT, Oki Setiana Dewi Tuai Kritik Netizen karena Dakwahnya

"Saat mendapat perlakukan kasar secara fisik hingga menyebabkan luka, justru akan semakin parah jika ditutupi," ujar Ivana, Kamis (3/2/2022), mengutip Kompas.com.

"Atau kekerasan psikis yang dapat menyebabkan korban trauma, cemas, bahkan depresi. Itu akan memperparah korban," tambahnya.

Menurut Ivana, korban KDRT sangat penting untuk mendapatkan bantuan dari lingkungan terdekat, seperti keluarga atau bahkan psikolog.

Caranya yaitu dengan tidak menutupi kekerasan yang diterima, agar korban mendapatkan perlindungan yang layak.

"Ketika sudah menjadi kekerasan, kita perlu untuk membagikan dan menceritakan kepada orang terdekat untuk mendapatkan dukungan secara emosional," jelas Ivana.

Lantas, bagaimana solusinya?

Apabila permasalahan rumah tangga masih bisa diselesaikan antara suami dan istri, penting untuk mengomunikasikannya terlebih dahulu.

Namun, korban KDRT harus memahami jika sudah tidak bisa diselesaikan berdua, lebih baik melibatkan pihak ketiga yang netral.

"Kalau sudah sama sekali tidak bisa, bisa datang ke psikolog untuk konsultasi permasalahan keluarga, ini sebaiknya bagaimana diselesaikan," kata Ivana.

Baca Juga: Cukup Berikan Empatimu, Ini 6 Hal yang Bisa Kamu Lakukan untuk Mendukung Korban KDRT

Ia melanjutkan, "Kalau misalnya sudah terjadi kekerasan fisik, akan lebih baik jika lakukan visum dan lapor ke kantor polisi sesuai dengan undang-undang yang berlaku."

Selain itu, korban juga dapat melaporkan ke Komnas Perempuan atau Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) terdekat.

Ivana juga menyampaikan pesan kepada para korban kekerasan untuk mencoba merefleksikan diri dengan mengajukan pertanyaan, seperti:

1. "Apakah saya layak mendapat perlakuan KDRT dari pasangan?"

2. "Apakah saya bahagia ketika mendapatkan kekerasan seperti ini?”

Layanan Bantuan

Pasalnya, KDRT sangat tidak bisa ditoleransi karena mencederai rasa kemanusiaan dan keadilan, ya, Kawan Puan.

Nah, berikut ini PARAPUAN telah merangkum sebelas akses layanan bantuan untuk kekerasan terhadap perempuan, klik di sini.

Baca Juga: Catat, Ini 11 Akses Layanan Bantuan untuk Kekerasan Terhadap Perempuan

Saat mengadukan, pastikan menyertakan nama lengkap, umur, alamat, usia, pekerjaan korban/penyintas, pelaku (nama, usia, alamat), hubungan dengan pelaku, dan kronologis kejadian), ya. (*)