KemenPPPA, AMAN, dan UN Women Gelar Kenduri Perdamaian, Lindungi Perempuan dalam Konflik Sosial

Firdhayanti - Jumat, 7 Januari 2022
Acara Kenduri Perdamaian KemenPPPA, AMAN, dan UN Women.
Acara Kenduri Perdamaian KemenPPPA, AMAN, dan UN Women. Dok. Istimewa

Parapuan.co - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bekerja sama dengan UN Women dan Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia menyelenggarakan acara Kenduri Perdamaian pada Kamis (6/1/2022).

Acara Kenduri Perdamaian ini mengusung tema Membangun Kembali dengan Lebih Baik untuk Memastikan Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak Perempuan dalam Konflik Sosial.

Kenduri Perdamaian bertujuan mensosialisasikan serta menyediakan sarana koordinasi antara pemerintah.

Acara ini juga sekaligus menjadi ruang apresiasi terhadap Rencana Aksi Nasional untuk Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan dan Anak dalam Konflik Sosial (RAN P3AKS) II tahun 2020-2025.

Menteri PPPA, Bintang Puspayoga, menegaskan bahwa perempuan dan anak-anak merupakan individu kelompok rentan.

Hal ini membuat risiko dan dampak yang lebih parah dari situasi konflik bisa terjadi. 

"Rencana Aksi P3AKS diharapkan dapat menjadi instrumen yang dapat lebih menguatkan koordinasi dan kolaborasi antar Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan organisasi masyarakat sipil dalam upaya perlindungan dan pemberdayaan perempuan dan anak dalam konflik sosial," ujar Bintang dalam keterangan pers, Kamis, (7/1/2022). 

RAN P3AKS II sendiri pertama kali diluncurkan pada tahun 2014-2019. 

RAN P3AKS II berfokus pada 3 (tiga) pilar yaitu; pencegahan, penanganan serta pemberdayaan dan partisipasi untuk mengimplementasikan agenda Resolusi Dewan Keamanan PBB 1325 tentang Perempuan, Perdamaian dan Keamanan (Women Peace and Security/WPS).

Baca Juga: Upaya Pelayanan Korban Kekerasan pada Perempuan dari KemenPPPA

Kebijakan di level nasional ini juga telah diterapkan oleh pemerintah daerah melalui kolaborasi dengan masyarakat sipil untuk melakukan sosialisasi dan implementasi RAN P3AKS di sejumlah daerah Indonesia yang rentan konflik sosial.

Berbagai kebijakan sebenarnya telah dikeluarkan pemerintah Indonesia untuk menyikapi isu konflik, baik melalui peraturan perundang-undangan maupun peraturan pelaksana di bawahnya.

Sementara itu, Femmy Eka Kartika Putri, Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia (KemenKo PMK) mengungkapkan pandangannya tentang RAN P3AKS.

Baginya, RAN P3AKS sebagai wujud kemauan politik pemerintah dan rakyat Indonesia dalam mencegah berkembangnya peningkatan kekerasan berbasis gender pada berbagai wilayah konflik sosial di masa mendatang.

Dengan hadirnya P3AKS, Femmy mengimbau agar daerah-daerah yang mengalami konflik sosial ikut mengawal keterlibatan perempuan, mulai dari manajemen, perundingan, hingga resolusi konflik.

"Kami berharap kedepannya Indonesia dapat mengubah stigma yang awalnya perempuan sebagai korban dalam kondisi konflik, menjadi perempuan sebagai agen perdamaian dan keamanan internasional," ujar Femmy. 

Kendati begitu, keadaan pandemi Covid-19 juga menjadi urgensi penting untuk membicarakan perdamaian dan keamanan perempuan. 

RAN P3AKS II mengakui dan menyoroti pencegahan ekstremisme berbasis kekerasan dan berbagai masalah keamanan spesifik yang dihadapi oleh perempuan dan anak perempuan. 

Masalah tersebut seperti sengketa tanah dan konflik sumber daya alam, disinformasi, dan ujaran kebencian online yang dapat mengarah pada intoleransi dan radikalisme.

 Baca Juga: KemenPPPA Tekankan Pentingnya Peran Perempuan dalam Ekonomi Digital

Hal inilah yang membuat RAN P3AKS II menjadi tidak hanya relevan dan kontekstual, tapi juga sangat strategis terutama dengan Presidensi Indonesia di G20. 

"RAN ini menegaskan perlunya strategi khusus untuk menghadapi berbagai fenomena seperti ekstremisme berbasis kekerasan, radikalisasi melalui ranah online, perubahan iklim, dan pandemi Covid-19 yang berdampak secara tidak proporsional terhadap perempuan dan anak perempuan," ungkap Dwi Faiz, Head of Programmes UN Women Indonesia. 

Perempuan sendiri sebenarnya bisa menjadi agen perdamaian dan perubahan.

Dalam situasi krisis seperti konflik dan pandemi, perempuan termasuk dalam kelompok masyarakat yang terdampak secara tidak proporsional.

Acara yang didukung secara finansial oleh Global Affairs of Canada dan Pemerintah Korea Selatan juga menyampaikan apresiasi dan harapan terhadap RAN P3AKS II (2020-2025).

Para peserta juga melakukan bincang-bincang interaktif untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya RAN P3AKS dalam konteks lokal dan berbagi pelajaran berharga belajar dari pelaksanaan RAN P3AKS.

Country Representatif AMAN Indonesia, Ruby Kholifah, mengatakan bahwa RAN P3AKS ini tidak hanya sebagai bentuk konkrit komitmen Indonesia kepada dunia melalui implementasi Resolusi 1325.

Akan tetapi, RAN P3AKS juga sebagai wujud komitmen demokrasi dengan menjaga ruang sipil tetap ada yang melibatkan masyarakat sipil.

"Melalui AMAN, kami memastikan bahwa ruang sipil harus ada dalam konteks negara demokrasi Indonesia. Karena hanya dengan ruang demokrasi maka implementasi 1325 bisa dijalankan dengan transparansi dan akuntabel," kata Ruby.

Baca Juga: Dari STEM hingga Kesenjangan Upah, Ini Prioritas Kemenpppa di G20 Women’s Empowerment

(*)

Penulis:
Editor: Rizka Rachmania