Selain Konseling, Ini 3 Bentuk Dukungan untuk Korban Kekerasan pada Perempuan dan Anak

Putri Mayla - Rabu, 5 Januari 2022
Efek dan gejala yang bisa dirasakan korban kekerasan pada perempuan, serta dukungan yang dibutuhkan korban selain konseling.
Efek dan gejala yang bisa dirasakan korban kekerasan pada perempuan, serta dukungan yang dibutuhkan korban selain konseling. PeopleImages

Parapuan.co - Kawan Puan, kasus kekerasan pada perempuan dan anak marak terjadi saat ini.

Kekerasan merupakan kejahatan yang harus mendapatkan penanganan dari banyak pihak.

Terlebih lagi, kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak memiliki beberapa bentuk.

Bentuk kekerasan tersebut bisa berupa kekerasan fisik, kekerasan seksual, kekerasan emosional, dan lainnya.

Tak hanya itu, menelantarkan anak juga dapat termasuk dalam bentuk kekerasan.

Baca Juga: Mencegah Kekerasan pada Perempuan dengan Menerapkan Pola Asuh

Lebih lanjut lagi, kekerasan pada perempuan remaja dan anak dapat dilakukan oleh orang-orang terdekat yang dikenal.

Kerap kali korban kekerasan takut melaporkan kekerasan yang mereka alami.

Alasan mereka takut melaporkan bisa beragam, paling banyak yakni karena ancaman dari pelaku.

Korban kekerasan dapat mengalami gejala dan efek pada diri mereka.

Apa saja gejala dan efek kejahatan pada perempuan remaja dan anak?

 

Korban kekerasan pada perempuan dan anak mungkin merasa bersalah, malu, atau bingung, seperti yang dikutip dari Mayoclinic.org.

Mereka mungkin merasa takut memberi tahu siapa pun mengenai kekerasan yang dialami.

Terutama jika pelaku adalah orang tua, kerabat, teman keluarga, dan lainnya.

Itulah mengapa penting untuk memperhatikan gejala kekerasan berikut:

- Penarikan diri dari teman atau aktivitas biasa;

- Perubahan perilaku seperti agresi, kemarahan, permusuhan, hiperaktif atau perubahan kinerja sekolah;

- Depresi, kecemasan atau ketakutan yang tidak biasa, atau hilangnya kepercayaan diri secara tiba-tiba;

Baca Juga: Kenali Jenis Kekerasan pada Perempuan dari Segi Ekonomi dan Dampaknya

- Kurangnya pengawasan yang jelas;

- Sering bolos sekolah;

- Keengganan untuk meninggalkan kegiatan sekolah, seolah-olah tidak ingin pulang;

- Upaya melarikan diri;

- Perilaku memberontak atau menantang;

- Menyakiti diri sendiri atau mencoba bunuh diri.

Tanda dan gejala spesifik tergantung pada jenis kekerasan dan dapat bervariasi.

Selanjutnya, berikut efek yang bisa dirasakan korban kejahatan pada perempuan dan anak.

Masih melansir sumber yang sama, korban dapat merasakan efek pada fisik seperti masalah kesehatan, gangguan kekebalan tubuh, hingga kematian.

Selanjutnya, korban dapat merasakan efek pada perilaku seperti keterampilan sosial yang terbats, melukai diri sendiri, hingga bunuh diri.

Efek emosional yang dirasakan korban kekerasan di antaranya tingkat percaya diri yang rendah, kesulitan membangun atau mempertahankan hubungan, ketidakmampuan untuk mengatasi stres dan frustasi, dan lainnya.

Luka batin yang timbul akibat kejahatan dan kekerasan seksual berujung pada stres besar dalam hidup atau biasa disebut sebagai trauma yang tidak bisa dianggap remeh.

Terlebih jika rasa sakit dirasakan secara fisik dan psikis.

Dosen Fakultas Psikologi (FPSi) Universitas Airlangga (Unair) Margaretha Rehulina memberikan memberikan tigal hal yang dibutuhkan oleh korban kekerasan seksual selain konseling sebagai bentuk dukungan, seperti dikutip dari Kompas.com.

Baca Juga: Tanda Perselingkuhan Jadi Bentuk Kekerasan pada Perempuan secara Emosional

1. Mempercayai korban

Berbicara mengenai kesehatan mental korban kejahatan seksual, fakta yang terjadi cukup miris. Pasalnya, orang terdekat seringkali tidak percaya pada cerita korban.

"Jika masih terlalu kecil, dianggap 'ah anak-anak membuat fantasi mungkin'. Atau ketika dia sudah besar dianggap berbohong. Nah ini yang Justru malah menumpulkan keinginan korban untuk mencari bantuan. Akhirnya si korban akan tambah terpuruk dengan luka kejahatan seksual," ungkap Retha.

2. Beri waktu mengekspresikan emosi

Tahapan berikutnya usai mempercayai cerita korban adalah memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengekspresikan emosinya.

"Kita perlu menyediakan kesempatan bagi korban untuk mengekspresikan, memahami, dan mengelola emosinya hingga suatu saat dia yang mengendalikan sendiri emosinya," tekan Retha.

3. Tidak perlu mengungkit cerita

Bentuk dukungan yang selanjutnya adalah tidak mengungkit cerita.

Pasalnya dengan terus mengungkit cerita, korban bisa kembali merasa trauma karena terus-terusan mengingat kejadian kelam tersebut.

Kawan Puan, itu dia gejala dan efek yang bisa dirasakan korban kekerasan pada perempuan dan anak, serta bentuk dukungan yang dapat diberikan pada korban selain konseling. (*)

Sumber: Kompas.com,mayoclinic.org
Penulis:
Editor: Arintya