Stop Bucin, Ini 4 Tips Berhenti Jadi Budak Cinta Menurut Psikolog

Ericha Fernanda - Sabtu, 27 November 2021
Cara berhenti menjadi budak cinta
Cara berhenti menjadi budak cinta Six_Characters

Parapuan.co - Kawan Puan, apakah kamu sering memprioritaskan pasangan daripada diri sendiri? Inilah yang disebut bucin atau budak cinta.

Bucin adalah keadaan di mana kamu lebih mengutamakan pasangan, bahkan menomorduakan kebutuhan sendiri demi kebahagiaannya.

Padahal, hubungan yang sehat itu mendorongmu untuk mencintai diri sendiri dan orang lain secara seimbang.

"Kita nggak akan bisa jadi segalanya untuk orang lain, sebaliknya orang lain juga nggak akan jadi segalanya bagi kita," ujar Inez Kristanti, M.Psi., Psikolog Klinis Dewasa, dalam webinar 2022: Stop Nge-bucin! di MyndfulAct Event, Sabtu (27/11/2021).

Baca Juga: Penjelasan Ilmiah Tentang Perilaku Bucin Karena Jatuh Cinta, Kenapa?

Tips Berhenti Jadi Bucin

Inez berpesan, "Saat kamu mencintai orang lain, hubungan itu jangan sampai mengisolasimu dari interaksi dengan orang lain."

Ia melanjutkan, ada beberapa tips untuk berhenti menjadi budak cinta, antara lain:

1. Tetapkan privasi

Hubungan yang sehat itu ada batasan atau privasi, ini bukan berarti kamu tidak terbuka atau menyembunyikan sesuatu dari pasangan.

"Di dalam hubungan itu kita perlu ada privasi, nggak bisa semuanya dibagikan ke orang lain karena dapat kehilangan jati diri sendiri," ujar Inez.

2. Kemitraan dan bukan kepemilikan

Pasangan adalah mitra, bukan berarti kita memiliki mereka sama seperti benda yang bisa diakui atau didominasi.

"Hubungan itu partnership, not ownership. Kita harus ada kontrol diri, nggak bisa memperlakukan orang lain sama seperti barang," kata Inez.

Ia melanjutkan, hubungan itu berjalan berdampingan, perlu setara, dan tidak ada yang paling menguasai atau dominan.

Baca Juga: Apakah Sering Mengunggah Foto Pasangan di Media Sosial Termasuk Bucin?

3. Komunikasi yang sehat

Menurut Inez, ada tiga jenis komunikasi yang sehat yaitu clear, assertive, dan listening.

"Semua komunikasi dalam hubungan harus clear atau jelas, bukan jawaban terserah dan bukan memberikan kode-kode," ungkap Inez.

Selanjutnya adalah assertive. Yaitu kemampuan komunikasi di antara agresif dan submisif, dengan menunjukkan rasa percaya diri dan tegas.

"Dalam hubungan, kita harus mengomunikasikan keinginan dan kebutuhan secara jelas, tegas, dan tetap sopan," imbuhnya.

Komunikasi yang sehat ketiga adalah listening, yaitu kemampuan komunikasi saling mendengarkan perspektif pasangan tanpa menginterupsi.

"Mendengarkan adalah komunikasi yang penting, tapi sering dilupakan. Kadang kita gak butuh solusi atau saran, tapi hanya butuh didengarkan," tutur Inez.

Baca Juga: Keluar dari Hubungan Toksik, Lala Karmela: Rasa Cinta ke Diri Sendiri Itu Menyelamatkan

4. Introspeksi diri

Inez mengingatkan, tidak semua hal yang tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan adalah perilaku toksik orang lain.

"Terkadang, kita perlu tahu kapan harus berintrospeksi diri apakah kita sendiri yang toksik, atau memang situasinya tidak bisa diubah dan kita perlu pergi," tutur Inez.

Ia melanjutkan, contoh hubungan toksik itu seperti gaslighting (mempertanyakan realitas diri sendiri), love bombing (di awal hubungan sangat manis untuk manipulasi), co-depence (ketergantungan), dan trust issue (sulit percaya).

Nah Kawan Puan, apakah kamu siap berhenti jadi budak cinta mulai hari ini?

(*) 

Penulis:
Editor: Linda Fitria