Stop! Ini 5 Alasan Perusahaan Harus Berhenti Pakai Branding Keluarga di Tempat Kerja

Ardela Nabila - Jumat, 26 November 2021
Alasan perusahaan harus berhenti dengan branding keluarga.
Alasan perusahaan harus berhenti dengan branding keluarga. hxyume

Parapuan.co - Kawan Puan pernah mendengar perusahaan atau atasan yang membangun branding bahwa mereka menganggap seluruh karyawan sebagai ‘keluarga’?

Sebenarnya, membuat branding keluarga atau memperlakukan karyawan layaknya keluarga di tempat kerja memiliki lebih banyak kerugian daripada manfaatnya.

Meskipun branding ‘keluarga’ di tempat kerja terdengar seperti budaya yang baik dan secara tidak langsung mengutarakan bahwa tempat kerja tersebut memiliki lingkungan kekeluargaan, sebaiknya kamu berhenti dengan branding seperti ini.

Dahulu, mengatakan bahwa perusahaan kamu seperti keluarga memang terdengar menarik di telinga karyawan.

Baca Juga: 8 Tips Menghasilkan Uang dari TikTok, Salah Satunya Membangun Branding

Namun saat ini, branding keluarga di tempat kerja sudah tak lagi relevan, Kawan Puan.

Perusahaan mungkin saja membuat branding tersebut lantaran ingin para karyawannya menjaga produktivitasnya dan memberikan loyalitasnya.

Padahal, sebenarnya membuat branding demikian bisa menghambat sekaligus menjadi bumerang untuk perusahaan atau atasan itu sendiri.

Untuk mengetahui lebih lanjut alasan di balik mengapa perusahaan harus berhenti dengan branding ‘keluarga’, berikut ini beberapa alasannya, seperti dilansir dari Forbes.

1. Kamu harus membiarkan orang lain pergi

Suatu saat, akan ada waktu di mana perusahaan pada akhirnya harus memecat dan memberhentikan karyawannya.

Ketika kamu sejak awal membuat branding keluarga di tempat kerja dan akhirnya kamu membiarkan orang tersebut pergi, maka mereka akan menganggap kamu munafik.

Kamu tentunya tidak ingin, kan, dianggap demikian oleh orang yang kamu kenal?

2. Kamu harus menetapkan dan menggunakan standar kinerja

Agar dapat bersaing, memotivasi, dan mengembangkan karyawan, kamu harus bergantung dengan kinerja mereka.

Untuk melihatnya secara objektif, perusahaan tentunya memiliki standar yang sudah ditetapkan sejak awal.

Nah, ini merupakan salah satu dasar dari kepemimpinan yang seharusnya tidak diperlukan ketika kamu menganggap karyawan sebagai keluarga.

Baca Juga: Catat! Ini Cara Tetap Termotivasi Bekerja di Bidang yang Tak Disukai

3. Perusahaan harus memiliki dan mencapai tujuan

Sama seperti orang tua, pemimpin dalam sebuah perusahaan juga bertanggung jawab dengan perkembangan karyawannya.

Namun tak hanya itu, perusahaan dan pemimpin juga harus bisa menciptakan nilai untuk komunitas, konsumen, dan hal lainnya.

Jadi, alih-alih hanya fokus pada perkembangan karyawan yang kamu anggap keluarga, kamu harus fokus membimbing mereka untuk mencapai tujuan perusahaan.

4. Karyawan tidak ingin dianggap sebagai keluarga

Karyawan tentunya memiliki kesadaran bahwa pekerjaan bukanlah suatu hal yang permanen dan memang kebanyakan dari mereka tidak ingin hanya bertahan di satu perusahaan.

Sebagai seseorang yang mencari penghasilan lewat bekerja, mereka menginginkan pertukaran nilai yang adil antara ia sebagai tenaga kerja dan perusahaan.

5. Kamu bisa berakhir dengan hubungan tidak sehat terhadap karyawan

Perusahaan atau pemimpin yang menganggap bahwa karyawannya merupakan keluarga sering kali berakhir memperlakukannya secara tidak sehat.

Dewasa ini, karyawan tak lagi menginginkan pemimpin paternalistik yang terus memberikan hal-hal yang harus mereka lakukan, terutama dalam membuat keputusan.

Alih-alih menganggap karyawan sebagai keluarga, kamu sebaiknya menganggapnya sebagai tim yang dapat dipercaya, diberdayakan, serta dilibatkan.

Perusahaan harus menyadari bahwa kedua pihak terikat akan kontrak, bukan hubungan keluarga.

Baca Juga: Meeting Overload, Ketika Rapat Berlebih Mengganggu Produktivitas Kerja

(*)

Sumber: Forbes
Penulis:
Editor: Rizka Rachmania