Kisah Cut Nyak Dhien, Perempuan Bangsawan yang Turun ke Medan Perang

Arintha Widya - Kamis, 4 November 2021
Cut Nyak Dhien
Cut Nyak Dhien

Parapuan.co - Berbicara tentang pahlawan perempuan Indonesia, tak lengkap rasanya jika tidak menyinggung Cut Nyak Dhien.

Cut Nyak Dhien menjadi salah satu pahlawan perempuan Indonesia yang bisa dibilang punya jasa besar buat tanah air.

Bahkan, sumber menyebutkan kalau Cut Nyak Dhien dulunya merupakan seorang pejuang perempuan yang cukup ditakuti Belanda.

Seperti apa kisah perjuangan Cut Nyak Dhien mempertahankan tanah airnya dan melawan Belanda?

Simak biografi singkat Cut Nyak Dhien sebagaimana melansir Kompas di bawah ini!

Baca Juga: Perjalanan Pahlawan Emansipasi RA Kartini Perjuangkan Pendidikan bagi Perempuan

Profil Cut Nyak Dhien

Cut Nyak Dhien merupakan keturunan bangsawan yang lahir pada tahun 1848 di Lamteh, Peukank Bada, Aceh Besar, Provinsi Aceh.

Ayahnya bernama Teuku Nanta Seutia dikenal sebagai seorang uleebalang (kepala pemerintahan dalam Kesultanan Aceh).

Perempuan pejuang yang satu ini menikah dengan seorang bernama Teuku Cek Ibrahim Lamnga ketika masih berusia 12 tahun.

Ia turun ke medan perang dan menjadi pejuang semenjak suaminya meninggal karena bertempur di tahun 1878.

Tewasnya sang suami membuat Cut Nyak Dhien murka dan bersumpah dirinya akan menghancurkan Belanda.

Pada 1880, ia pun mulai ikut berperang dan bergabung dengan para gerilyawan Aceh lainnya.

Bergabungnya Cut Nyak Dhien ternyata mampu meningkatkan moral semangat perjuangan masyarakat Aceh melawan penjajah Belanda.

Strategi Perang

Cut Nyak Dhien sempat menikah lagi sebelum membalas dendamnya kepada Belanda.

Baca Juga: Kisah Dewi Sartika, Pahlawan Perintis Pendidikan Perempuan Jawa Barat

Suami keduanya bernama Teuku Umar juga merupakan seorang pejuang, di mana kemudian mereka menetapkan strategi perang bersama.

Suatu ketika pada 30 September 1893, Teuku Umar membuat siasat dengan menyerahkan diri dan pasukannya kepada Belanda.

Sebagai tawanan, Teuku Umar mempelajari taktik perang Belanda dan menggunakannya untuk menyerang balik.

Setelah beberapa tahun bergabung dengan kolonial, Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien pun mengumpulkan rakyat dan menyerang Belanda.

Sayang, Teuku Umar tewas tertembak pada 11 Februari 1899, sehingga Cut Nyak Dhien kembali melanjutkan perlawanan tanpa suami.

Tertangkap dan Diasingkan

Cut Nyak Dhien semakin rentan semenjak Teuku Umar meninggal dunia. Kondisi kesehatannya pun semakin menurun.

Hal itu membuatnya sempat lengah hingga pasukan Belanda menyerang dan menangkapnya.

Setelah ditangkap, pahlawan perempuan tersebut kemudian dibawa ke Banda Aceh sampai berangsur pulih.

Akan tetapi, Belanda kemudian malah mengasingkannya ke Sumedang, Jawa Barat.

Hal itu dilakukan karena Belanda takut kehadiran Cut Nyak Dhien di Aceh akan kembali mmebangkitkan semangat perlawanan rakyat.

Di Sumedang, Cut Nyak Dhien ditempatkan di daerah pengasingan bersama tahanan politik Aceh lainnya.

Baca Juga: Kisah Nyi Ageng Serang, Penasihat dan Panglima Perang Diponegoro

Hingga pada 6 November 1908, ia meninggal dunia lantaran usianya yang telah renta.

Cut Nyak Dhien dimakamkan di daerah pengasingan, dan makamnya baru ditemukan pada tahun 1959.

Beberapa tahun kemudian, tepatnya pada 2 Mei 1962, Soekarno melalui SK Presiden RI Nomor 106 Tahun 1964 mengangkat Cut Nyak Dhien menjadi pahlawan nasional. (*)

Sumber: Kompas
Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh