Memahami Inner Child, Luka Batin Masa Kecil yang Abadi hingga Dewasa

Ericha Fernanda - Sabtu, 2 Oktober 2021
Tanda-tanda dan penyebab inner child tumbuh menjadi luka batin
Tanda-tanda dan penyebab inner child tumbuh menjadi luka batin torwai

1. Emosi

Luka batin masa lalu bisa dirasakan kembali saat dewasa dengan gejala tiba-tiba emosional, seperti menangis atau marah karena alasan tidak jelas.

"Saat trauma dirasakan, misalnya tiba-tiba suka nangis atau sulit sekali menahan emosi dan marah karena hal-hal yang bikin frustrasiu," ujar Reynitta.

2. Perilaku

Saat inner child hadir kembali dengan ingatan menyakitkan, seseorang bisa tiba-tiba malas melakukan aktivitas dan merasa tidak berenergi.

"Dari segi behavior-nya yaitu rasa males, capek, dan tidak punya tenaga," kata Reynitta.

3. Kognitif (Pola Pikir)

Dari segi pola pikir, saat luka batin teringat lagi, maka akan memengaruhi konsentrasi dan fokus seseseorang.

Sering kali gejalanya merasa bahwa diri tidak berguna, berpikiran negatif, bahkan putus asa.

"Kalau dari kognitif atau pola pikir, jika ada trauma itu gak bisa konsentrasi atau pikirannya jelek melulu, kayaknya aku gagal atau tidak berguna, dan putus asa," tambahnya.

Baca Juga: Bahaya KDRT, Tumbuhkan Luka Batin Seumur Hidup bagi Buah Hati

Penyebab Inner Child

Reynitta menyebut, jika inner child itu adalah pengalaman buruk. Ada tiga kemungkinan penyababnya, yaitu kekerasan seksual, fisik, dan emosional.

Akan tetapi, ada penyebab lain yang tidak selalu agresif, tidak disadari, dan biasanya dianggap suatu nasihat baik bagi orang-orang.

"Biasanya orang-orang menginterpretasikan kekerasan dengan sesuatu yang agresif, tapi trauma masa kecil itu tidak harus selalu yang agresif," ujar Reynitta.

Reynitta mengingatkan, setiap anak pasti memiliki sisi jika dirinya tidak ingin mengecewakan orang tuanya.

Jika orang tuanya mengatakan seperti ini, "Ingat ya, kamu itu anak pertama. Jadi, adik-adikmu itu bergantung sama kamu. Kalau kamunya gagal, ya adik-adik kamu bisa mengikutimu. Kamu itu harus jadi contoh."

 

Sumber: Wawancara
Penulis:
Editor: Aghnia Hilya Nizarisda