Mengenal Adi Utarini, Ilmuwan Perempuan Indonesia yang Diakui Dunia

Tentry Yudvi Dian Utami - Sabtu, 16 Oktober 2021
Adi Utarini, perempuan Indonesia masuk ke dalam 100 Most Influential People 2021 versi majalah Time.
Adi Utarini, perempuan Indonesia masuk ke dalam 100 Most Influential People 2021 versi majalah Time. TIME/ED WRAY

“Setiap minggu kita menanamkan telur di pemukiman masyarakat. Setelah mendapatkan izin, kemudian telur ini nanti berkembang biak menjadi nyamuk.

Angka penyakit demam berdarah juga sudah semakin berkurang,” ujar Guru Besar Ilmu Kesehatan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta ini.

Lalu, apa yang membuat Uut tertarik ingin meneliti nyamuk?

Ingin Membantu Masyarakat

Sejak kecil, rupanya Uut sudah tertarik ingin membantu masyarakat. Sebab itu, dia pun mengambil jurusan kuliah Kedokteran di Universitas Gadjah Mada pada tahun 1983.

“Iya, kalau bicara cita-cita ya, waktu masuk ke kedokteran. Idelisnya saat itu tahun 83, membayangkan di puskesmas, yang agak terpencil dan terbatas. Sehingga, rasanya keren banget saat itu, menolong masyarakat,” lanjut Uut sambil tersenyum.

Namun, setelah melewati berbagai pertimbangan. Niat Uut untuk menjadi dokter pun urung dilanjutkan.

Baca Juga: Kiprah Olvah Alhamid, Puteri Indonesia Papua Barat 2015 di Dunia Modeling

Katanya, “Ketika saya kuliah tahun kedua, ketika diskusi dengan ortu, saya enggak mungkin melakukan itu. Waduh, saya tidak bisa merintis ke sana. Opsi kedua adalah menjadi dosen. Memilih bidang yang banyak puskemas.

Ilmu kesehatan masyarakat, tidak jadi dokter. Saya jadi dosen di ilmu kesehatan masyarakat. Kalau dilihat dari keluarga ya, keluarga orangtua saya. Bukan keluarga dokter. Jadi, apa ini bukan turun menurun dari keluarga dokter enggak ya,” jelas Uut.

Pertimbangannya untuk menjadi dosen juga terinspirasi dari sang ayah yang bekerja sebagai dosen di fakultas Ilmu Budaya, UGM.

Sejak kecil, dia sudah diminta sang ayah membantunya untuk memindahkan nilai dan memasukkan absen mahasiswa sang ayah.

"Hal-hal kecil yang secara enggak langsung pekerjaan saya. Ayah saya di FIB, kesukaan saya menulis sedikit darah menetes dari ayah saya," kenangnya.

Seiring bertambahnya usia, Uut melihat banyak dosen di perumahannya sudah menua dan ditinggal keluarganya. Nurani Uut pun terketuk agar bisa bermanfaat untuk orang lain.

Saya kemudian dari situ, muncul keinginan mungkin kalau saya jadi dokter ini akan membantu. Saya ingin melihat kejadian itu, perumahan seperti itu.

Dulu zaman saya mulai kuliah dan akhirnya, tahun kedua enggak boleh bekerja di tempat jauh. Saya jadi dosen, semester enam saya mulai dari asisten dosen," jelasnya.