Temuan Baru KPAI dan Komnas PA Soal Dugaan Kekerasan Seksual di SMA SPI Kota Batu

Ericha Fernanda - Selasa, 22 Juni 2021
Ilustrasi alami kekerasan seksual.
Ilustrasi alami kekerasan seksual. freepik

KPAI menyisir realitas pendidikan di SPI

PARAPUAN melakukan konfirmasi dugaan kasus kekerasan seksual di SPI ini kepada Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Komisioner KPAI bidang Trafficking dan Eksploitasi, Ai Maryati Solihah, mengungkapkan bahwa tim KPAI sudah turun lapangan pada tanggal 10-12 Juni 2021 di Kota Batu, Jawa Timur.

"KPAI melihat ada situasi yang harus kita awasi, apalagi laporan ini masa lampau ya. Sejujurnya mempermudah polisi untuk mengungkap, tapi sampai detik ini belum ada penetapan terkait pelaku, korban, saksi, dan kerugiannya masih belum jelas," ujar Ai.

Ai menambahkan, situasi ini harus dijawab dengan langkah hukum yang jelas, transparan, dan sesuai aturan yang berlaku.

Baca Juga: Sikap Koalisi Children Protection Malang Atas Dugaan Kasus Kekerasan Seksual di Sekolah SPI Batu

Begitulah yang KPAI sampaikan kepada kepolisian, sehingga laporan proses keberlanjutan kasusnya bisa diketahui publik. Sebab, pihak kepolisian yang berwenang terkait penyelidikan ini.

"Kami juga berkunjung ke SPI dan melihat realitas pendidikan ini luar biasa hebat di atas kepemilikan sekolah swasta yang lain, yang terintegrasi dengan entrepreneurship," tambahnya.

Selain kewirausahaan, SPI juga terintegrasi dengan perusahaan dan memiliki pola pendidikan yang memiliki banyak sekali pendidikan vokasi.

KPAI juga menemukan banyaknya destinasi wisata dalam bentuk miniatur pada wilayah seluas 24 hektarini.

"Tentu kami juga bertanya bagaimana sesungguhnya produk yang dihasilkan atau SDM anak-anak ini dalam keseharian, dan memang berbeda dari sekolah pada umumnya karena kami mendengar dari kepala sekolah bahwa mereka ini direkrut," kata Ai.

Ai menerangkan, pola masuknya siswa ke sekolah SMA umum yaitu dengan cara mendaftar secara sukarela dan diseleksi.

Sedangkan, pola masuk siswa ke SPI dengan cara didatangi dan direkrut pihak sekolah, sehingga mereka berkumpul dari seluruh daerah se-Indonesia.

Fakta selanjutnya, sekitar 90% siswanya bukan berasal dari Kota Batu atau Malang Raya.

"Untuk itulah mereka berasrama, mereka juga terdiri dari anak yatim piatu dan kalangan menengah ke bawah, dan kelihatan sangat membutuhkan perbaikan ekonomi yang sudah disiapkan sekolah tersebut," jelas Ai.

Sumber: Kompas.com
Penulis:
Editor: Aulia Firafiroh