Bisa Jadi Ancaman untuk Perempuan, Kanker Paru Kini Perlu Jadi Prioritas Nasional, Ini Alasannya

Maharani Kusuma Daruwati - Kamis, 3 Juni 2021
Kanker paru menjadi kanker paling banyak membunuh perempuan, kini harus jadi prioritas nasional
Kanker paru menjadi kanker paling banyak membunuh perempuan, kini harus jadi prioritas nasional freepik.com

Pertama, penyintas  kanker paru berharap agar kanker yang paling mematikan ini menjadi prioritas nasional, karena kesehatan adalah hak asasi manusia dan penyintas kanker paru berhak mendapatkan pengobatan yang paling sesuai dengan tipe kanker paru yang dialami penyintas.

Selain itu, perlu adanya peningkatan SDM khususnya di layanan primer terkait protokol deteksi dini sehingga membuka akses penyintas terhadap skrining tumor pada paru. 

Hal ini juga harus dioptimalkan dengan upaya berkesinambungan dalam mengedukasi gejala dan pengendalian faktor risiko kanker paru.

Kedua, terapi inovatif untuk kanker paru dengan mutasi EGFR negatif dan ALK positif, sehingga penyintas memperoleh hak melalui JKN secara penuh sesuai pedoman penatalaksanaan kanker paru.

 

Oleh karena kanker paru adalah kanker yang memiliki tingkat kematian tertinggi di Indonesia, sangat penting untuk menempatkan kanker paru sebagai urgensi nasional.

Rekomendasi untuk kanker paru IPKP mengacu pada UU No. 11/2005 Kovenan Internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial dan budaya Pasal 12 (1), di mana Negara Pihak dalam Kovenan ini mengakui hak setiap  masyarakat untuk menikmati standar tertinggi yang dapat dicapai  atas kesehatan fisik dan mental.

 “Setelah memperingati hari kanker sedunia beberapa waktu lalu, kita kembali disadarkan bahwa situasi kanker paru di Indonesia masih dalam kondisi kritis.

Baca Juga: Singgung Soal Ujian Pasangan, Tasya Kamila Ungkap Suaminya Divonis Derita Kanker Getah Bening: 'Kekuatan Kami Udah Selevel Itu'

"Tantangan  yang dihadapi oleh penyintas kanker paru menjadi pemicu situasi kanker paru yang runyam di tanah air. Selain berjuang melawan kesakitan fisik, penyintas kanker paru juga menghadapi tantangan berupa beban psikologi, sosial, juga ekonomi.

"Pengalaman personal saya sebagai penyintas kanker paling mematikan ini juga adalah suka duka saat menjalani prosedur diagnosis dan pengobatan," ungkap Megawati Tanto selaku Koordinator Kanker Paru untuk CISC. 

Upaya memprioritaskan peningkatan inovasi pada diagnosis dan pengobatan kanker paru penting secara nasional harus dibarengi dengan gerakan dari semua pihak baik pemerintah, masyarakat awam dan penyintas untuk menekan laju kanker pembunuh nomor satu ini.

Dengan naiknya premi BPJS dan banyak obat kanker yang telah digantikan dengan generik atau biosimilar yang jauh lebih murah di tahun 2021.

Dokter Jelaskan Manfaat Makan Kacang-Kacangan bagi Pengidap Stroke