Rayakan Hari Pendidikan Nasional, Ini Kisah Bapak Pendidikan Bangsa Ki Hajar Dewantara

Alessandra Langit - Minggu, 2 Mei 2021
Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara Tribun News

Parapuan.co - Hari lahir Ki Hajar Dewantara, 2 Mei, ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 316 tanggal 16 Desember 1959. 

Penetapan tersebut dilandasi oleh jasa-jasa Ki Hajar Dewantara kepada pendidikan di Indonesia.

Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman Siswa, sekolah untuk pribumi, di tengah larangan para penjajah untuk mendidik masyarakat Indonesia.

Kawan Puan pasti sudah familiar dengan nama Ki Hajar Dewantara dan semboyannya Tut Wuri Handayani, yang menjadi pegangan sistem pendidikan di Indonesia.

Baca Juga: Rayakan Hari Bumi Sedunia, Ini 6 Cara Ajarkan Anak Cinta Lingkungan

Melansir dari Kompas.com, berikut kisah hidup Ki Hajar Dewantara, sang Bapak Pendidikan Bangsa.

Ki Hajar Dewantara lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889. Beliau lahir dan tumbuh di keluarga Keraton Yogyakarta.

Nama asli Ki Hajar Dewantara adalah Raden Mas Soewardi Soeryaningrat.

Soewardi mengganti namanya menjadi Ki Hajar Dewantara di usia 40, agar dapat lebih dekat dengan rakyat biasa.

 

Ki Hajar Dewantara, yang terlahir di keluarga bangsawan, cukup beruntung untuk mendapatkan pendidikan resmi di Sekolah Dasar Belanda (ELS) bersama anak-anak keturunan Belanda lainnya.

Ia kemudian melanjutkan pendidikannya di STOVIA, namun terhenti karena kondisi kesehatannya yang kurang baik.

Ki Hajar Dewantara kemudian pernah bekerja sebagai wartawan di banyak surat kabar seperti Kaoem Moeda dan Tjahaja Timoer.

Ia terkenal dengan tulisannya yang tajam dan patriotik.

Baca Juga: Buka Pendaftaran, Ini Rincian Biaya Pendidikan 8 Sekolah Kedinasan

Tak hanya itu, Ki Hajar Dewantara juga aktif dalam organisasi sosial dan politik.

Bersama Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo, ia mendirikan Indische Partij pada tanggal 25 Desember 1912.

Komite tersebut dibuat sebagai wadah kritik kepada pemerintahan Belanda.

Ki Hajar Dewantara menuliskan kritiknya dalam buku yang berjudul Als Ik Eens Nederlander Was (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan Een voor Allen maar Ook Allen voor Een (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk satu juga). 

Akibat kritik tersebut, Ki Hajar Dewantara ditangkap dan diasingkan ke Pulau Bangka oleh Pemerintahan Hindia Belanda.

Namun, hal tersebut dimanfaatkan Ki Hajar Dewantara memilih dibuang ke Belanda agar ia bisa tetap belajar.

Pada tahun 1918 Ki Hajar Dewantara pulang ke Tanah Air dan memulai kiprahnya di dunia pendidikan.

Pada tanggal 3 Juli 1922, ia mendirikan Perguruan Nasional Taman Siswa. 

Lewat Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara memperjuangkan pendidikan bagi rakyat Indonesia, terutama rakyat kecil di bawah penindasan Hindia Belanda.

Baca Juga: Pandangan Kartini Soal Poligami yang Menjadi Polemik hingga Saat Ini

Setelah kemerdekaan Indonesia di tahun 1945, Ki Hajar Dewantara diangkat menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan yang pertama. 

Pada 26 April 1959, Ki Hadjar Dewantara meninggal dunia, namun semangat perjuangan masih mengikat pada sistem pendidikan Indonesia.

Semboyan Tut Wuri Handayani menjadi pengingat masyarakat Indonesia bahwa pendidikan merupakan suatu hal penting yang patut diperjuangkan dan dilaksanakan secara merata.(*)