Parapuan.co - Harga kebutuhan pokok di Indonesia terus merangkak naik. Belum lagi, berbagai aspek kehidupan kini seakan tak luput dari pungutan pajak—mulai dari belanja daring, hiburan digital, hingga transaksi sehari-hari.
Kondisi ini membuat masyarakat dituntut untuk lebih cermat dalam mengatur keuangan, bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan harian, tetapi juga untuk mengantisipasi kewajiban pajak yang bisa menyedot porsi anggaran.
Lantas, bagaimana mengelola keuangan jika kita juga harus mempertimbangkan potongan pajak dan sebagainya? Yuk, simak informasi yang dikutip dari Nerd Wallet berikut ini!
1. Menghitung Penghasilan Setelah Pajak
Langkah pertama dalam menyusun anggaran adalah memahami berapa sebenarnya penghasilan bersih yang masuk ke kantong setiap bulan. Bagi karyawan, ini berarti gaji yang sudah dipotong pajak penghasilan dan iuran wajib lainnya.
Bagi pekerja lepas atau pelaku usaha kecil, penting juga memperhitungkan potongan pajak final, biaya operasional, serta kewajiban administrasi lainnya. Dengan begitu, gambaran keuangan lebih realistis dan tidak menimbulkan “kejutan” di akhir bulan.
2. Memilih Sistem Anggaran yang Tepat
Ada banyak metode pengaturan keuangan, namun yang paling populer adalah pola 50/30/20. Artinya:
- 50% untuk kebutuhan pokok (makan, transportasi, tempat tinggal, cicilan, asuransi, termasuk pajak rutin).
- 30% untuk keinginan (hiburan, belanja non-esensial, gaya hidup).
- 20% untuk tabungan dan pelunasan utang.
Namun, jika kebutuhan pokok sudah terlalu tinggi akibat kenaikan harga dan pajak tambahan, pola ini bisa dimodifikasi menjadi 60/20/20 atau 70/20/10, sesuai situasi masing-masing. Fleksibilitas adalah kunci agar anggaran tetap realistis dan bisa dijalankan konsisten.
Baca Juga: BI Uji Coba Payment ID Berbasis NIK untuk Pantau Transaksi Keuangan