Fenomena Childfree di Indonesia: Antara Trauma, Ekonomi, dan Tantangan Fertilitas Nasional

By Arintha Widya, Jumat, 4 Juli 2025

Memahami penyebab fenomena childfree di Indonesia.

Parapuan.co - Fenomena childfree, atau keputusan pasangan untuk tidak memiliki anak, menjadi perbincangan hangat dalam beberapa tahun terakhir di Indonesia. Meski secara statistik jumlahnya masih sangat kecil, pemerintah melalui Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga/BKKBN) tetap mewaspadai potensi dampaknya terhadap angka kelahiran dan pertumbuhan penduduk nasional.

Deputi Bidang Pengendalian Kependudukan Kemendukbangga, Bonivasius Prasetya Ichtiarto, mengungkapkan bahwa alasan seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak sangat beragam. Salah satu penyebab utama yang ditemukan adalah pengalaman traumatis di masa lalu, khususnya yang berkaitan dengan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).

"Penyebabnya apa? Banyak sekali, misalkan kesehatan, ada problem di perempuannya. Ada juga penyebabnya, mohon maaf, trauma. Karena trauma keluarganya," ujar Boni, usai agenda Press Briefing State of World Population (SWP) 2025 di Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025) seperti dilansir Kompas.com.

Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pengalaman negatif seperti kekerasan dalam rumah tangga dapat membentuk ketakutan untuk meneruskan pola yang sama ke generasi berikutnya.

"KDRT misalkan. Itu terjadi juga, dia enggak mau anaknya mengalami hal serupa. Menikah pun enggak mau karena takut anaknya jadi korban seperti itu," ungkap dia.

Selain faktor trauma, alasan ekonomi juga menjadi pemicu pasangan memilih childfree. Menurut Boni, banyak generasi muda bukan tidak ingin memiliki anak, tetapi menunda karena kondisi keuangan yang belum stabil. "Bukan tidak ingin punya anak, tapi menunda karena masalahnya di ekonomi," ujar Boni.

Fenomena Kecil, Namun Tetap Perlu Diwaspadai

Meski angka pasangan yang memilih childfree secara nasional masih tergolong sangat kecil—kurang dari 0,01 persen menurut catatan BKKBN—fenomena ini tetap menjadi perhatian karena potensinya memengaruhi struktur penduduk jangka panjang. Boni menegaskan bahwa narasi childfree yang terus digaungkan tanpa pendekatan yang berimbang bisa memicu penurunan angka fertilitas.

"Ternyata memang childfree itu ada, tapi fenomena kecil sekali. Kita memang harus tetap hati-hati. Kalau itu terus digaung-gaungkan, ya akan menuju ke sana," katanya.

Baca Juga: Childfree Meningkat, Data BPS Catat 71 Ribu Perempuan Indonesia Memilih Tak Punya Anak